ANALISIS KASUS MANAJEMEN OPERASI

1.1 Sinopsis Kasus

AXA merupakan salah satu perusahaan Asuransi dari Prancis yang didirikan pada tahun 1982. Pada tahun 2001, terjadi resesi ekonomi dunia, depresiasi pasar keuangan dan banyak “loss” yang terus menerus terjadi sehingga tahun tersebut menjadi tahun terburuk dalam sejarah industri Asuransi. AXA sendiri terkena dampak dari situasi ekonomi yang buruk tersebut, sehingga para Management kemudian memutuskan untuk melakukan beberapa perubahan pada proses operasionanya.

Pada tahun 2002, AXA WAY diperkenalkan oleh Claude Brunet sebagai program improvement yang akan mengubah konsep layanan di AXA, yaitu layanan yang lebih berfokus kepada konsumen. Ketika memperkenalkan AXA Way, Brunet menekankan kepada kemungkinan resistansi yang akan muncul dari para karyawan dan pentingnya dukungan yang diberikan pada inisiasi awal program ini. AXA Way diimplementasikan dengan 3 fase, yaitu :

1. Fase 1 yang berfokus untuk melakukan improvement pada proses yang sudah ada dengan penerapan metode DMAIC (Define – Measure – Analyze – Improve – Control)

2. Fase 2 yang berfokus pada pengelolaan proses yang sudah ada melalui metode DMO (Define – Measure – Operate)

3. Fase 3 yang berfokus pada pembuatan proses baru dengan menggunakan metode DIDVO (Define – Innovate – Design – Validate - Operate)

Seiring dengan penerapan AXA Way, mulai muncul padangan skeptis dari para petinggi dari AXA, bahwa AXA way hanyalah suatu program untuk mengurangi biaya operasional saja.

Setelah 2 tahun menerapkan fase 1, maka sudah saatnya bagi AXA untuk memulai fase 2 dan AXA Way akan berpindah fokus dari DMAIC ke DMO. Penerapan fase 2 dari AXA way ini memang menghasilkan dampak positif, yaitu peningkatan dari segi revenue, kepuasan konsumen, dan penjualan. Keberhasilan tersebut membawa ambisi baru bagi AXA, yaitu Ambition 2012 : menjadikan AXA sebagai perusahaan yang dipilih untuk proteksi keuangan dengan melakukan diferensiasi melalui Quality of Service. Namun walaupun dinilai berhasil, beberapa program AXA way banyak yang tidak berhubungan langsung dengan penciptaan kepuasaan konsumen atau sebagai alat untuk perbaikan bisnis. Bahkan banyak inisiatif yang muncul dari beberapa divisi yang tidak sejalan dengan tujuan dari AXA way. Tidak heran apabila AXA Way hanya dipandang sebagai “methodology centric” bukan sebagai “strategy centric”. Oleh karena itu, Brunet merasa bahwa pandangan tersebut harus diluruskan dan change management sangat dibutuhkan untuk melakukan alignment antara AXA Way dan Ambition 2012.

1.2 Identifikasi Masalah

AXA sejak berdiri sampai pada tahun 2001 telah berkembang dari sebuah perusahaan asuransi lokal kecil sejak tahun 1982 menjadi perusahaan asuransi global yang terkenal. Tahun 2001 merupakan tahun dimana ekonomi dunia mengalami resesi dan berdampak terhadap bisnis asuransi AXA. Dan setahun kemudian AXA mulai memperkenalkan program yang bertujuan untuk meningkatkan layanan terhadap customer dan menerapkan prinsip layanan sebagai prioritas utama bagi semua karyawan AXA di dunia. Program ini disebut sebagai AXA Way. Namun banyak eksekutif dan manager yang menganggap bahwa program ini semata-mata hanya ditujukan untuk mengurangi biaya operasional karena memang penghematan biaya operasional sedang dibutuhkan karena resesi global yang terjadi.

Resistensi muncul dari hampir semua manager terutama karena disamping dianggap sebagai sarana cost-cutting, program ini benar-benar mengubah proses dan pola pikir semua karyawan terhadap pola kerja dan orientasi terhadap pelanggan. Perubahan normalnya memang suatu hal yang sulit diterima oleh karyawan.

Akan tetapi, tahap pertama selama 3 tahun pertama berhasil dilewati dengan beberapa kendala tapi bisa diatasi. AXA Way menunjukkan dampak yang positif terhadap pendapatan dan meningkatkan efektifitas proses layanan AXA sendiri. Tantangan yang dihadapi kemudian adalah menghadapi fase/tahap ke 2 dan ke 3 serta ambisi di tahun 2012 dimana pengukuran dampak AXA Way terhadap kinerja keuangan sulit ditemukan. AWPNI (AXA Way Project Net Income) sulit diterima oleh beberapa manager yang menganggap hal tersebut bukan real money. Parameter tersebut sulit tergambarkan dalam laporan Laba Rugi operasional.

Tantangan lain juga yang dihadapi oleh Fort sebagai Chief AXA Way Officer adalah banyaknya tugas dan rencana yang akan dihadapi ke depan namun tim yang melakukannya belum cukup. Fort harus siap dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para eksekutif dalam rapat kinerja operasional oleh seluruh eksekutif dalam hal bagaimana menghadapi tantangan-tantangan yang dihadapi.

1.3 Analisis Pemecahan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka AXA perlu menerapkan pendekatan Six Sigma Quality sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur kepuasan konsumen.

Fokus metodologi yang digunakan AXA pada pendekatan Six Sigma Quality ini, yaitu dengan mengembangangkan model DMAIC (Define, Measures, Analyze, Improvement, Controlling).

Define

- Pada tahun 2001, melambatnya pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh ekonomi dunia yang mengalami resesi dan berdampak terhadap bisnis asuransi AXA.

- Penerapan AXA Way, yang bertujuan untuk meningkatkan layanan terhadap customer sebagai prioritas utama bagi semua karyawan AXA, namun dianggap oleh beberapa executive dan manager semata-mata ditujukan untuk mengurangi biaya operasional yang disebabkan oleh resesi global yang terjadi.

- Kesulitan dalam mengukur kinerja keuangan karena dianggap oleh beberapa manager hal tersebut bukan real money. Sehingga sulit tergambarkan dalam Laporan Laba Rugi Operasional.

- Banyaknya tugas dan rencana yang akan dihadapi ke depan namun tim yang melakukannya belum cukup.

[pic]

Measure

- Penerapan Customer Satisfaction Level, sebagai parameter yang digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan customer terhadap pelayanan yang diberikan. Untuk mengetahui level kepuasan dari customer, AXA dapat melakukan survey pada setiap triwulan atau periode tertentu, analisis pelanggan yang hilang (lost customer analysis) dengan menghubungi seluruh customer yang sudah berhenti menjadi pelanggan atau beralih ke perusahaan lain, serta dapat pula menerapkan sistem keluhan dan saran menggunakan media kotak saran untuk mengetahui seberapa besar customer yang merasa kecewa atas pelayanan yang diberikan.

- Penerapan Customer Retention, untuk menciptakan loyalitas customer terhadap service yang diberikan oleh AXA.

Analyze

- AXA kurang mampu memberdayakan karyawannya dalam meningkatkan kualitas pelayanan terhadap seluruh customer-nya.

- AXA belum melakukann survey kepuasan pelanggan

- AXA Way belum mampu mengintegrasikan program-program AXA Way dengan tujuan dari perusahaan, yaitu berfokus pada konsumen

- AXA belum menemukan metode pengukuran yang tepat untuk menilai keberhasilan AXA Way dari segi finansial

- Masih kurangnya perwakilan perusahaan yang terlibat dalam proyek AXA Way, sehingga resistensi masih sering muncul.

Improvement

- Sebagai bentuk pendekatan dengan customer maka AXA dapat menawarkan produk yang berbeda, seperti:

• Driving Help, yaitu asuransi yang diberikan oleh AXA bagi driver.

• Travel Help, kerugian yang diakibatkan oleh keterlambatan pesawat.

• Home Help, yaitu asuransi yang diberikan sebagai bentuk service keamanan.

- Service guarantee selama 24 jam sebagai salah satu bentuk produk yang ditawarkan oleh AXA German Health Division. Produk tersebut dibuat sebagai bentuk pelayanan AXA kepada customer yang siap sedia melayani dalam berbagai kondisi.

- Sebagai bentuk peningkatan kualitas pelayanan AXA kepada emisi, proses pembuatan proposal dan kontrak bagi seluruh penjamin emisi dibuat dalam kurun waktu 3 hari selama hari kerja.

Control

- Menerapkan Economic Value Added

- Menerapakan sistim Balance Scorecard dalam perusahaan, sehingga AXA dapat mengontrol perusahaan dalam 4 (empat) perspektif, diantaranya:

• perspektif pelanggan;

Untuk mengukur besaran pelanggan yang kecewa serta kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh AXA.

• Perspektif keuangan;

Untuk mengukur besarnya revenue yang diperoleh AXA pada tiap tahunnya.

• perspektf internal bisnis proses; dan

untuk mengukur keefektifan bisnis proses di internal AXA, misalnya lead time process.

• perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

untuk mengukur peningkatan inovasi berkelanjutan terhadap produk-produk yang ditawarkan oleh AXA

1.4 Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

• Implementasi AXA Way dinilai cukup berhasil, namun ada beberapa hal yang belum bisa diperbaiki dengan program ini, seperti masih banyak program dari AXA Way yang tidak berhubungan langsung dengan kepuasan pelanggan, sehingga perlu melakukan survey untuk menghubungkan AXA Way dengan tingkat kepuasan pelanggan.

B. Saran

• Perlu dilakukan penerapan metode untuk mengukur efektifitas AXA Way dan dampaknya terhadap performansi finansial.

• Penerapan AXA Way diperlukan keseriusan dan komitmen, sehingga seharusnya keberhasilan program AXA way ini dijadikan KPI (Key Performance Indicator) masing-masing divisi di AXA. Dengan begitu, maka masing-masing divisi di AXA akan memberikan kontribusi yang maksimal.

• Memperbanyak pihak yang terlibat di proyek AXA Way.

1.5 Lesson Learned

• Dalam setiap penerapan perubahan, resistansi sering muncul dari pihak internal. Manajemen perubahan perlu diterapkan dalam setiap penerapan perubahan apapun dalam perusahaan.

• Dalam penerapan sebuah improvement, diperlukan suatu metode untuk mengukur apakah improvement yang dilakukan berhasil atau tidak. Tentunya Manajemen perlu merumuskan Key Success Factor dalam program improvement tersebut. Selain itu, control yang baik juga diperlukan untuk memastikan bahwa proyek improvement tersebut berjalan dengan baik.