Free Essay

Filsafat Pancasia

In:

Submitted By Rahmysw
Words 4853
Pages 20
KUP-NPWP
1. Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
B. Orang Pribadi Yang wajib Memiliki NPWP
1. Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
2. Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, yang memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun adalah :
a. Wajib Pajak sendiri : Rp 15.840.000,-;
b. Wajib Pajak kawin : Rp 17.160.000,-;
c. Wajib Pajak kawin & Memiliki 1 tanggungan : Rp 18.480.000,-;
d. Wajib Pajak kawin & Memiliki 2 tanggungan : Rp 19.800.000,-;
e. Wajib Pajak kawin & Memiliki 3 tanggungan : Rp 21.120.000,-.
Misalnya, Budi (statusnya sendiri) karyawan di PT A memiliki penghasilan setiap bulannya Rp 2 juta atau setahun Rp 24 juta, dengan demikian Budi wajib memiliki NPWP.
C. Cara Mendapatkan NPWP
Pendaftaran NPWP dapat dilakukan dengan membuka situs Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id).
Langkah-langkahnya adalah :
1. Cari situs Direktorat Jenderal Pajak di Internet dengan alamat www.pajak.go.id.
2. Selanjutnya anda memilih menu e-Registration (ereg.pajak.go.id).
3. Pilih menu “buat account baru” dan isilah kolom sesuai yang diminta.
4. Setelah itu anda akan masuk ke menu “Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi”. Isilah sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang anda miliki.
5. Anda akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Sementara yang berlaku selama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran dilakukan. Cetak SKT Sementara tersebut sebagai bukti anda sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak.
6. Tanda tangani formulir registrasi, kemudian dapat dikirimkan/disampaikan langsung bersama SKT Sementara ke Kantor Pelayanan Pajak seperti yang tertera pada SKT Sementara tersebut. Setelah itu Wajib Pajak akan menerima kartu NPWP dan SKT asli.
Pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan dengan cara langsung mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dari Wajib Pajak serta mendatangi Pojok Pajak yang terdapat di tempat keramaian (mall, gedung perkantoran).
D. Persyaratan Untuk Memiliki NPWP
Cukup hanya mengisi formulir pendaftaran dan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau paspor bagi orang asing
E. Biaya Pembuatan NPWP
Pembuatan NPWP dan semua pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak tanpa dipungut biaya atau gratis.
F. Manfaat Memiliki NPWP
1. Kemudahan Pengurusan Administrasi, dalam :
a. Pengajuan Kredit Bank;
b. Pembuatan Rekening Koran di Bank;
c. Pengajuan SIUP/TDP;
d. Pembayaran Pajak Final (PPh Final, PPN dan BPHTB, dll);
e. Pembuatan Paspor;
f. Mengikuti lelang di instansi Pemerintah, BUMN dan BUMD.

2. Kemudahan pelayanan perpajakan :
a. Pengembalian pajak;
b. Pengurangan pembayaran pajak;
c. Penyetoran dan pelaporan pajak
G. Penghapusan NPWP
NPWP dapat dihapuskan, hanya apabila Wajib Pajak tersebut sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Misalnya Wajib Pajak meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan atau meninggalkan warisan tetapi sudah terbagi habis kepada ahli warisnya.
Contoh lain adalah Wajib Pajak tidak lagi memperoleh penghasilan atau memperoleh penghasilan tetapi di bawah PTKP.
H. Sanksi Tidak Memiliki NPWP
Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP dan atas perbuatannya tersebut menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
C. Pelaporan Usaha Untuk Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
1. Pengusaha yang dikenakan PPN, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP.
2. Pengusah orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha berbeda dengan tempat tinggal, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarkan diri ke KPP di tempat kegiatan usaha dilakukan.
3. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP.
4. Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batas yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya.
D. Tempat Pendaftaran Wajib Pajak Tertentu dan Pelaporan Bagi Pengusaha Tertentu
1. Seluruh WP BUMN (Badan Usah Milik Negara) da WP BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) di wilayah DKI Jakarta, di KPP BUMN Jakarta;
2. WP PMA (Penanaman Modal Asing) yang tidak go public, di KPP PMA kecuali yang telah terdaftar di KPP lama dan WP PMA di kawasan berikat dengan permohonan diberikan kemudahan mendaftar di KPP setempat;
3. WP Badan dan Orang Asing (Badora), di KPP Badora;
4. WP go public, di KPP Perusahaan Masuk Bursa (Go Public), kecuali WP BUMN/BUMD serta WP PMA yang berkedudukan di kawasan berikat;
5. WP BUMN diluar Jakarta, di KPP setempat;
6. Untuk WP BUMN/BUMD, PMA, Badora, Go Public di luar Jakarta, khusus PPh pemotongan/pemungutan dan PPN/PPnBM di tempat kegiatan usaha atau cabang.
E. Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan PKP
1. Fungsi NPWP adalah sebagai berikut :
a. Sarana dalam administrasi perpajakan;
b. Tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya;
c. Menjaga ketertiban dakam pembayaran pajak dan pengawasan admiinistrasi perpajakan;
d. Setiap WP hanya diberikan satu NPWP;

2. Fungsi Pengukuhan PKP adalah sebagai berikut :
a. Pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPnBM.
b. Sebagai identitas PKP yang bersangkutan.
F. Penerbitan NPWP dan Pengukuhan PKP Secara Jabatan (Sifat Retroaktif)
KPP dapat menerbitkan NPWP dan Pengukuhan PKP secara jabatan, apabila WP tidak memenuhi kewajiban mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, bila berdasarkan data yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak ternyata WP memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP atau PKP.
G. Sanksi Yang Berhubungan Dengan NPWP dan Pengukuhan Sebagai PKP
Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

Pidana tersebut di atas ditambah 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana, apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
SPT MASA DAN SPT TAHUNAN
A. PAJAK Menurut Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo (2004:1), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” H.C Adams dalam Safri Nurmanto (2004: 13), seorang ekonom dan filsuf bangsa Amerika, merumuskan pajak sebagai a contribution from the citizen to the support of the state. Salah satu definisi pajak yang terpendek adalah: “an individual sacrifice for a collective goal, yakni individu berkorban untuk tujuan bersama”. Definisi ini dirumuskan oleh Ferdinand H.M. Grapperhaus (1998: 1), seorang guru besar di Universitas Leiden dibidang Hukum Pajak dan Sejarah Pajak.[1]

B. Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sesuai dengan Undang-undang No 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 10, Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

C. Pembagian SPT
Secara umum berdasarkan jenisnya terdapat dua jenis SPT, yaitu :
1. SPT masa
SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan atau Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan takwim.
Macam-macam Surat Pemberitahuan Masa yaitu :
a. SPT Masa PPh Pasal 21/26
b. SPT Masa PPh Pasal 22
c. SPT Masa PPh Pasal 25
d. SPT Masa PPh Pasal 23
e. SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)
f. SPT Masa PPh Pasal 15
g. SPT Masa PPN (1195)
h. SPT Masa PPN bagi Pemungut
i. SPT Masa PPnBM (1101BM).
2. SPT Tahunan
SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan atau Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
Terdapat tiga macam Surat Pemberitahuan Tahunan, yaitu :
a. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, yang terdiri dari :
⎫ Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Biasa (formulir 1770)
⎫ Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan Kegiatan Usaha atau Pekerjaan Bebas (formulir 1770S)
b. Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Badan, yang terdiri dari :
⎫ Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan biasa (formulir 1771)
⎫ Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat (formulir 1771S)
c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak penghasilan Pasal 21 (formulir 1721)[2]

D. Batas Waktu Penyampaian SPT
1. SPT Masa
|NO |JENIS PAJAK |YANG MENYAMPAIKAN |BATAS WAKTU PENYAMPAIAN |
|1 |PPh Pasal 21 |Pemotong PPh Pasal 21 |Tanggal 20 Bulan Takwim berikutnya|
| | | |setelah Masa Pajak berakhir |
|2 |PPh Pasal 22 Impor PPN dan |Direktorat Bea dan Cukai |14 hari setelah berakhirnya Masa |
| |PPnBM Impor | |Pajak |
|3 |PPh Pasal 22 Impor, PPn dan |Direktorat Bea dan Cukai |7 hari setelah batas waktu |
| |PPnBM atas Impor ( DJBC ) | |penyetoran Pajak berakhir |
|4 |PPh Pasal 22 Bendaharawan |Bendaharawan |Tanggal 14 bulan takwim berikutnya|
| | | |setelah Masa Pajak berakhir |
|5 |PPh Pasal 22 Bahan Bakar |Pertamina |20 hari setelah Masa Pajak |
| | | |berikutnya |
|6 |PPh Pasal 22 Pemungutan |Pemungut Pajak |20 hari setelah Masa Pajak |
| |Oleh Badan tertentu | |berakhir |
|7 |PPh Pasal 23 |Pemotong PPh Pasal 23 |Tanggal 20 bulan Takwim berikutnya|
| | | |setelah Masa Pajak berikutnya |
|8 |PPh Pasal 25 |Wajib Pajak Yang Mempunyai NPWP |Tanggal 20 bulan Takwim setelah |
| | | |Masa Pajak berakhir |
|9 |PPh Pasal 26 |Pemotong PPh Pasal 26 |Tanggal 20 bulan Takwim setelah |
| | | |Masa Pajak berakhir |
|10 |PPN dan PPnbM |PKP |Tanggal 20 bulan Takwim setelah |
| | | |Masa Pajak berikutnya |
|11 |PPN dan PPnBM Bendaharawan |Bendaharawan Pemerintah |14 hari setelah Masa Pajak |
| | | |berikutnya |
|12 |PPN dan PPnBM selain |Selain Bendaharawan |20 hari setelah Masa Pajak |
| |Bendaharawan | |berakhir |

2. SPT Tahunan
|NO |JENIS PAJAK |YANG MENYAMPAIKAN |BATAS WAKTU PENYAMPAIAN |
|1 |SPT Tahunan |Wajib Pajak yang mempunyai NPWP |Selambatnya 3 bulan setelah akhir |
| | | |tahin pajak (biasanya tanggal 31 |
| | | |maret Tahun berikutnya) |
|2 |PPh Pasal 21 Tahunan |Pemotong PPh Pasal 21 |Selambatnya 3 bulan setelah akhir |
| | | |Tahun Pajak |

Pelaporan Pajak
Minggu, 15 April 2012 - 02:30
Sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan Pajak baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan Pajak yang telah dilakukan.

Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur Pajak. Pelaporan Pajak disampaikan ke KPP atau KP2KP dimana Wajib Pajak terdaftar. SPT dapat dibedakan sebagai berikut: 1. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukanPelaporan atas pembayaran Pajak bulanan. Ada beberapa SPT Masa yaitu: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPN dan PPnBM, serta Pemungut PPN 2. SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untukPelaporan tahunan. Ada beberapa jenis SPT Tahunan: Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi
Saat ini khusus untuk SPT Masa PPN sudah dapat disampaikan secara elektronik melalui aplikasi e-Filing. Penyampaian SPT Tahunan PPh juga dapat dilakukan secara online melalui aplikasi e-SPT.

KeterlambatanPelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah), dan untuk SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah). Sedangkan untuk keterlambatan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi khususnya mulai Tahun Pajak 2008 dikenakan denda sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah), dan SPT Tahunan PPh Badan dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

Berikut batas waktu pembayaran danPelaporan untuk kewajiban perpajakan bulanan:
|No |Jenis SPT |Batas Waktu Pembayaran |Batas WaktuPelaporan |
|Masa |
|1 |PPh Pasal 4 ayat (2) |Tgl. 10 bulan berikut |Tgl. 20 bulan berikut |
|2 |PPh Pasal 15 |Tgl. 10 bulan berikut |Tgl. 20 bulan berikut |
|3 |PPh Pasal 21/26 |Tgl. 10 bulan berikut |Tgl. 20 bulan berikut |
|4 |PPh Pasal 23/26 |Tgl. 10 bulan berikut |Tgl. 20 bulan berikut |
|5 |PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) untuk Wajib|Tgl. 15 bulan berikut |Tgl. 20 bulan berikut |
| |Pajak orang pribadi dan badan | | |
|6 |PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) untuk Wajib|Akhir masa Pajak terakhir |Tgl.20 setelah berakhirnya Masa |
| |Pajak kriteria tertentu yang | |Pajak terakhir |
| |diperbolehkan melaporkan beberapa Masa | | |
| |Pajak dalam satu SPT Masa | | |
|7 |PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh Bea Cukai|1 hari setelah dipungut |Hari kerja terakhir minggu |
| | | |berikutnya (melapor secara |
| | | |mingguan) |
|8 |PPh Pasal 22 - Bendahara Pemerintah |Pada hari yang sama saat |Tgl. 14 bulan berikut |
| | |penyerahan barang | |
|9 |PPh Pasal 22 - Pertamina |Sebelum Delivery Order dibayar | |
|10 |PPh Pasal 22 - Pemungut tertentu |Tgl. 10 bulan berikut |Tgl. 20 bulan berikut |
|11 |PPN dan PPn BM - PKP |Akhir bulan berikutnya setelah |Akhir bulan berikutnya setelah |
| | |berakhirnya Masa Pajak dan |berakhirnya Masa Pajak |
| | |sebelum SPT Masa PPN disampaikan| |
|12 |PPN dan PPn BM - Bendaharawan |Tgl. 7 bulan berikut |Tgl. 14 bulan berikut |
|13 |PPN & PPn BM - Pemungut Non Bendahara |Tgl. 15 bulan berikut |Tgl. 20 bulan berikut |
|14 |PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 15,21,23, PPN|Sesuai batas waktu per SPT Masa |Tgl.20 setelah berakhirnya Masa |
| |dan PPnBM Untuk Wajib Pajak Kriteria | |Pajak terakhir |
| |Tertentu | | |

Berikut batas waktu pembayaran danPelaporan untuk kewajiban perpajakan tahunan:
|No |Jenis SPT |Batas Waktu Pembayaran |Batas WaktuPelaporan |
|Tahunan |
|1 |PPh - Orang |Sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan |akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau |
| |Pribadi | |bagian tahun Pajak |
|2 |PPh - Badan |Sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan |akhir bulan keempat setelah berakhirnya tahun atau |
| | | |bagian tahun Pajak |
|3 |PBB |6 (enam) bulan sejak tanggal |---- |
| | |diterimanya SPPT | |

Pajak Penghasilan Final (PPh Final)
Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan. Pembayaran, pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran dimuka atas PPh terutang akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya.
Pengenaan PPh secara final mengandung arti bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu dan dasar pengenaan pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh yang dikenakan, baik yang dipotong fihak lain maupun yang disetor sendiri, bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang tetapi sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut. Dengan demikian, penghasilan yang dikenakan PPh final ini tidak akan dihitung lagi PPh nya di SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum bersama-sama dengan penghasilan lainnya. Begitu juga, PPh yang sudah dipotong atau dibayar tersebut juga bukan merupakan kredit pajak di SPT Tahunan.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, Undang-undang memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan-penghasilan tertentu. Berdasarkan ketentuan ini Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan tertentu dengan pertimbangan kesederhanaan, kemudahan, serta pengawasan.Pengenaan PPh Final sebagian berasal dari ketentuan Pasal 4 ayat (2) ini. Namun demikian, ada juga pengenaan PPh final berdasarkan Pasal lain yaitu Pasal 15, Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 26 Undang-undang PPh.
Dengan demikian maka penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh final) ini tidak akan dihitung lagi Pajak Penghasilannya pada SPT Tahunan dengan penghasilan lain yang non final untuk dikenakan tarif progresssif (pasal 17 UU PPh). Namun atas pelunasan pemotongan atau pembayaran PPh final tersebut juga bukan merupakan kredit pajak pada SPT Tahunan.
Dari penjelasan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah sebagai berikut: • Penghasilan yang dikenakan PPh final tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lain (yang non final) dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan. • Jumlah PPh Final yang telah dipotong pihak lain ataupun dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan pada SPT Tahunan. • Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan PPh-nya bersifat final tidak dapat dikurangkan
Pertimbangan penerapan PPh Final: • Penyederhanaan pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha • memberikan kemudahan serta mengurangi beban administrasi bagi Wajib Pajak.
Perbedaan Pajak Penghasilan yang bersifat Final dan Tidak Final
No. Pajak Penghasilan Tidak Final Pajak Penghasilan Final 1. Pajak Penghasilan dihitung dari Penghasilan netto yaitu penghasilan bruto ± biaya-biaya untuk memperoleh, menagih dan memelihara penghasilan Pajak Penghasilan dihitung dari penghasilan bruto tanpa memperhitungkan biaya-biaya untuk memperoleh, managih dan memelihara penghasilan 2. Dikenakan tarif umum progressif (Pasal 17 UU PPh) Dikenakan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu yang diatur dengan Peraturan Pemerintah atau KepMen. 3. Jumlah PPh yang dipotong pihak lain atau dibayar sendiri dapat dikreditkan pada SPT Tahunan Jumlah PPh yang dipotong pihak lain atau dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan pada SPT Tahunan 4 biaya-biaya untuk memperoleh, menagih dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto biaya-biaya untuk memperoleh, menagih dan memelihara penghasilan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto 5 Dalam keadaan rugi Wajib Pajak tidak membayar Pajak Penghasilan bahkan kerugian tersebut dapat dikompensasikan hingga ke 5 (lima) tahun pajak berikutnya.
Dalam keadaan rugi Wajib Pajak tetap membayar Pajak Penghasilan karena pengenaan pajak dikenakan pada penghasilan bruto dan bukan penghasilan netto.
Beberapa kategori penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah sebagai berikut: 1. Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek 2. Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan 3. Penghasilan dari hadiah atas undian 4. Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau Bangunan. 5. Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan. 6. Penghasilan atas bunga atau diskonto obligasi yang diperdagangkan dibursa efek 7. Penghasilan atas jasa konstruksi 8. Penghasilan atas perusahaan pelayaran dalam negeri 9. Penghasilan atas perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri. 10. Penghasilan BUT perwakilan dagang asing di Indonesia 11. Penghasilan atas selisih lebih revaluasi aktiva tetap 12. Penghasilan atas penjualan hasil produksi pertamina 13. Penghasilan atas bunga simpanan anggota koperasi 14. Penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha. 15. Penghasilan atas diskonto surat perbendaharaan negara 16. Penghasilan atas transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa. 17. Penghasilan atas deviden yang diterima oleh Orang Pribadi dalam negeri.
Tidak Termasuk Objek Pajak
1. a. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak ybs;
2. Warisan;
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang di terima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah;
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi Dwiguna dan asuransi beasiswa;
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP Dalam Negeri,koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
– dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
– bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut;
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi;
10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha;
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
– merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
– sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak

Seri KUP - Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Rabu, 7 Maret 2012 - 21:52
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan Wajib Pajak tidak punya hutang pajak lain.
A. Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
1. Dalam hal jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari pada jumlah pajak yang terutang :
a. Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau berdomisili.
b. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal:
- Pajak Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang;
- Pajak Pertambahan Nilai, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut; atau;
- Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
c. SKPLB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
- Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan, dan SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu berakhir.
- Apabila SKPLB terlambat diterbitkan, kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan tersebut sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

2. Dalam hal pembayaran pajak yang seharusnya tidak terhutang:
Pajak yang yang seharusnya tidak terutang adalah pajak yang telah dibayar oleh WP yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan atau bukan merupakan objek pajak.
a. Wajib Pajak (WP orang pribadi dan badan termasuk orang pribadi yang belum memiliki NPWP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP terdaftar atau berdomisili, apabila terjadi kesalahan pembayaran pajak atas pajak yang seharusnya tidak terutang.
Surat permohonan harus melampirkan:
- Asli bukti pembayaran pajak;
- Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
- Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
b. WP yang dipotong atau dipungut (PPh, PPN dan PPnBM) dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP yang dipotong atau yang dipungut terdaftar atau melalui KPP tempat Pengusaha Kena Pajak yang dipungut dikukuhkan dengan catatan PPh dan PPN serta PPnBM yang dipotong atau dipungut belum dikreditkan atau dibiayakan.
Surat permohonan harus melampirkan:
- Asli bukti pemotongan/pemungutan pajak;
- Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
- Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
c. WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan terdaftar atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan dikukuhkan, apabila terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukannya dan pihak yang dipotong atau dipungut adalah :
- orang pribadi yang belum memiliki NPWP;
- subjek pajak luar negeri; atau
- terdapat kesalahan penerapan ketentuan oleh pemotong atau pemungutan kecuali WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan tidak dapat ditemukan yang disebabkan antara lain karena pembubaran usaha.
Surat permohonan harus melampirkan :
- Asli bukti pembayaran pajak;
- Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang;
- Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; dan d. Surat kuasa dari pihak yang dipotong atau dipungut kepada WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan.
d. Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan WP diterima secara lengkap dan menerbitkan SKPLB bila hasil penelitian tersebut terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila hasil penelitian tidak terdapat pajak yang seharusnya tidak terutang, maka Direktur Jenderal Pajak harus memberitahu secara tertulis kepada WP.

B. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Kepada Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu
Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh kurang dari Rp1.800.000.000,00 (satu milyar delapan ratus juta rupiah) dan jumlah lebih bayarnya kurang dari Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau paling banyak 0,5% (setengah persen) dari jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh tersebut;
3. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan jumlah lebih bayarnya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); atau
4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan untuk suatu Masa Pajak paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan jumlah lebih bayarnya paling banyak Rp 28.000.000,00 (dua puluh delapan juta rupiah).

Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, Kepala KPP melakukan penelitian atas :
1. Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya;
2. Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
3. Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh WP; dan
4. Kebenaran alamat yang tercantum dalam SPT tersebut atau dalam SPT perubahan alamat. dan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai. Dalam hal hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar, lampiran SPT tidak lengkap, pembayaran pajak tidak benar, atau alamat tidak sesuai dengan yang tercantum dalam SPT atau dengan pemberitahuan perubahan alamat sehingga Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak diterbitkan, maka Kepala KPP harus memberitahu secara tertulis kepada WP.
Bapak S di blok C perumahan Pulogebang Kirana mempunyai bangunan 119 m2 diatas tanah 120 m2. Berapa PBB tahun 2015 yang harus dibayar?
Jawabnya:
NJOP tanah tahun 2015 sebesar Rp 4.155.000/m2
NJOP bangunan tahun 2015 sebesar Rp. 2.625.000/m2
Jumlah NJOP tanah 120 x Rp 4.155.000 = Rp. 498.600.000 (A)
Jumlah NJOP bangunan 119 x Rp 2.625.00 = Rp. 312.375.00 (B)
NJOP dasar pengenaan PBB = A + B = Rp. 810.975.000
NJOPTKP = Rp. 15.000.000
NJOP untuk perhitungan PBB = NJOP dasar pengenaan PBB dikurangi NJOPTKP = Rp. 810.975.000 - Rp.15.000.000
= Rp.795.975.000.-
NJKP = 20% x (NJOP untuk perhitungan PBB) = 20% x Rp. 795.975.000 = Rp. 159.195.000

PBB yang harus dibayar
0,5 % x Rp. 159.195.000
= Rp.795.975.
(tujuh ratus sembilan puluh lima ribu sembilan ratus tujuh puluh lima)

Similar Documents