Free Essay

Garch and Egarch Model Application to Measure the Bdmn.Jk Share Volatility Value

In:

Submitted By rinda
Words 2367
Pages 10
1. Pendahuluan Krisis global, khususnya pada akhir 2008 hingga awal 2009, membuat Bank Indonesia (BI) menerapkan kebijakan khusus. Kebijakan BI yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) berisi: Penaikkan BI rate menjadi 9,5% untuk mengantisipasi depresiasi terhadap nilai rupiah dengan meningkatkan atraktifitas investasi dalam nilai rupiah akibat spread bunga domestik dan luar negeri yang cukup tinggi; Peningkatan jumlah simpanan di bank yang dijamin oleh pemerintah dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 milyar, untuk mengantisipasi rush akibat kekhawatiran masyarakat terhadap keamanan simpanannya di bank; Perluasan jenis aset milik bank yang boleh diagunkan kepada BI, yang tadinya hanya meliputi aset kualitas tinggi (SBI dan SUN), namun melalui Perpu, aset yang dapat dijaminkan diperluas dengan Kredit lancar milik bank (ditujukan untuk mengantisipasi turunnya harga pasar SUN, yang terlihat dengan naiknya yield). Hal ini ditujukan untuk mempermudah Bank dalam mengatasi kesulitan likuiditas, sehingga dapat memperoleh jumlah dana yang cukup dari BI. Berdasarkan Laporan Tahunan Bank Danamon 2008, tercatat bahwa pada kuartal terakhir 2008 Bank Danamon mengalami kerugian hingga Rp 804 Miliar. Kerugian disebabkan oleh kredit macet nasabah akibat memburuknya arus kas dan foreign exchange forward mereka. Penelitian ini bertujuan menentukan model yang paling baik untuk menggambarkan volatilitas saham Bank Danamon (BDMN.JK) periode 2008-2010. Pemilihan periode 2008-2010 karena pada periode tersebut harga saham BDMN.JK mengalami gejolak yang signifikan, khususnya sepanjang akhir tahun 2008 hingga 2009. Gejolak volatilitas harga saham BDMN.JK disebabkan oleh krisis di Amerika Serikat yang berpengaruh pada perekonomian secara global, termasuk perbakan Indonesia. Gejolak perekonomian Indonesia turut membuat volatilitas harga saham Bank Danamon mengalami fluktuasi yang signifikan. Hal ini terlihat dari hasil uji residual pada model GARCH lag ke-12 dimana ACF dan PACF nya masih di luar garis barlet dan masih signifikan kurang dari α=5% (Meski sudah dibuat variabel dummy). Berdasarkan hasil forecasting dengan model GARCH dan EGARCH ternyata diperoleh bahwa model EGARCH lebih baik digunakan. Berdasarkan hasil perhitungan EGARCH juga diketahui bahwa efek dari bad news berpengaruh signifikan pada model asimetrinya.

2. Literatur Srinivasan (2011) melakukan modeling dan forecasting volatilitas pasar saham S&P 500 periode 1996 hingga 2010. Metode forecast yang digunakan adalah metode out-of-sample dan model estimasi yang digunakan adalah GARCH(1,1), TARCH(1,1) dan EGARCH(1,1). Forecast model terbaik pada penelitian ini adalah GARCH(1,1). Mahmud (2012) melakukan pemodelan volatilitas dan forecasting dengan pendekatan option-based approach, historical volatility approach, dan GARCH. Model ini dimodifikasi lebih lanjut sehingga dapat melihat efek asimetri dari berita baik atau buruk yang dapat mempengaruhi volatilitas. Jurnal ini menentukan GARCH model yang mampu melakukan forecast terbaik pada S&P 5000 index volatility pada krisis tahun 2003– 2007 dengan metode out-of-sample dari imbal hasil volatilitas pasar pada periode (2003–2006). Model terbaik pada periode krisis 2003–2007 di AS adalah GJR-GARCH. Pada saat krisis, berita buruk mempengaruhi besar volatilitas imbal hasil pasar saham S&P 500. Lim and Kek (2013) pada saat krisis model volatilitas terbaik yang digunakan untuk forecast pasar saham Malaysia semasa krisis asia tahun 1998 adalah model GARCH. Sementara pada waktu sebelum dan setelah krisis, model volatilitas yang memiliki efek asimetri bekerja lebih baik dalam memprediksi volatilitas pasar pada satu bulan ke depan. Sementara Alberg, Shalit dan Yosef (2008) berpendapat, model EGARCH merupakan model terbaik dalam forecast sebuah stock market. Model asimetri memperbaiki kemampuan forecast dari keseluruhan forecast model volatilitas, namun di antara model asimetri, EGARCH lah yang terbaik.

3. Data dan Metode Penelitian 1. Data Peneliti menggunakan data harga saham BDMN.JK 2008-2010. Semua data diambil dari Thomson Reuters Data Stream.

2. Metodologi Penelitian Peneliti membedakan penelitian dengan membuat dua mean-equation yang berbeda dari model volatilitas yang dibuat pada periode 2008-2010. Model pertama adalah mean-equation yang dioptimal kan dengan proses AR (Auto Regressive) atau MA (Moving Average) dan model kedua yang menggunakan mean-equation dari imbal hasil saham menggunakan konstan plus residualnya. Setelah mendapatkan model estimasi GARCH dan EGARCH terbaik, kemudian peneliti membuat forecast untuk satu bulan ke depan dan melihat model yang paling mampu mem-forecast volatilitas harga pasar pada periode 2008-2010 dengan cara melihat kinerja forecast tersebut bedasarkan perhitungan error dari Mean Squared Error (MSE), Root Mean Squared Error (RMSE), dan Mean Absolute Percentage Eror (MAPE). Perhitungan untuk indeks FTSE MIB Italia menggunakan geometric return. Imbal hasil pada waktu t didapat dari persamaan sebagai berikut : rt = ln(ρt / ρt-1)

Proses mengubah data harga menjadi data imbal hasil dilakukan karena data yang digunakan dalam proses modeling harus dalam keadaan stasioner. Berikut adalah proses yang dilakukan pada data harga saham BDMN.JK hingga nantinya akan digunakan untuk mem-forecast volatilitas harga saham BDMN.JK pada waktu t.

|BDMN.JK |ADF Statistic |Critical Value 95% |
| |1st Difference |Prob. | |
|2008-2010 |-23.25261 |0.0000 |-2.865316 |
| | | | |
|Tabel 1: ADF Test | | | |

Langkah pertama yang dilakukan terhadap data harga saham BDMN.JK adalah melakukan test untuk melihat adanya unit root. Penulis melakukan Augmented Dickey Fuller (ADF) Test. Hasilnya, data masih memiliki unit root sehingga gagal menolak Ho. Perlu dilakukan diferensiasi, hingga hasilnya probabilitas data sudah signifikan di bawah 5%. Data return (rftse) sudah dapat digunakan dalam pemodelan volatilitas.

1. Model Mean Equation ARMA Peneliti menggunakan correlogram untuk menentukan model Auto Regressive Process (AR) atau Moving Average Process (MA) yang paling bagus untuk digunakan. Model terbaik adalah yang menghasilkan estimasi nilai Akaike (AIC), Hannan-Quinn Criterion, dan Schwartz (SBC) information criteria terendah. Peneliti juga melihat nilai Log Likelihood, R Squared, dan Adjusted R Square terbesar.

Auto Regressive Process (AR)
Model suatu variable pada saat ini yt dipengaruhi oleh nilai variable itu sendiri pada masa lampau , yt-p ditambah dengan error residual. Model autoregressive dengan lag waktu p, ditulis dengan AR(p) adalah sebagai berikut:

yt =μ+φ1yt−1 +φ2yt−2 +···+φpyt−p +ut
[pic]

dimana utadalah error yang sudah white noise.

Moving Average Process (MA)
Model suatu variable pada saat ini yt dipengaruhi oleh nilai error white noise pada saat ini dan masa lampau.

yt =μ+ut +θ1ut−1 +θ2ut−2 +···+θqut−q
[pic]

dimana ut adalah white noise dan E(ut) = 0 dan var(ut) =σt2

|BDMN.JK |AR |MA |AIC |SIC |HIC |Max LL |
|Pre-Crisis |AR(1) |MA(25) |-4.440672 |-4.415341 |-4.430895 |1611.523 |
|Tabel 2: AR/MA Process test |

Sesuai dengan tabel 2, setelah membandingkan nilai max loglikelihood, AIC dan Schwartz Criterion, diperoleh model terbaik AR (1) dan MA (25). Artinya, imbal hasil BDMN.JK pada hari ke-1 dan 25 mempengaruhi imbal hasil BDMN.JK pada hari ini. Sebenarnya, dengan model AR(1) saja sudah significant, berdasarkan correlogram residualnya, ternyata pada lag ke-25 masih terdapat garis yang keluar dari garis barlet dan probability nya significant. Kemudian data yang udah dioptimalkan menggunakan mean process akan di cek heteroskedastisitas dengan melakukan uji white untuk selanjutnya akan di gunakan pada model ARCH dan volatilitas GARCH.

2. Estimasi dengan menggunakan GARCH-Models. Peneliti terlebih dahulu melakukan uji white pada model tiap periodenya. Pada tabel 3 menjelaskan bahwa data dengan model ARMA pada tiap periode sudah stasioner dan homokedastik, sehingga data siap diolah dengan model ARCH.

|BDMN.JK | |Keterangan |
| |F-Statistic |Prob. F | |
|2008-2010 |3.243641 |0.0119 |Data Heteroskedastik |
| | | | |
|Tabel 1: Heteroscedasticity Test-White Noise |

GARCH (1,1)
GARCH yang digunakan oleh peneliti adalah GARCH (1,1) karena merupakan GARCH approach yang paling kuat bila dibandingkan dengan GARCH (p,q) lain nya. Persamaan dari GARCH (1,1) adalah sebagai berikut: σt2 = γo + γ1ε(t-1)2 + γ2 σ(t-1)2 dimana σ2 adalah variance dari error t pada periode t. γ1 merupakan koefisien dari ARCH(1) dan γ2 merupakan koefisien dari GARCH(1,1). Pada model GARCH(1,1) koefisien γ1 dan γ2 harus bernilai < 1.0 agar memiliki persistence level yang bagus.

EGARCH (1,1)
[pic]
Bentuk persamaan pada model ini menggunakan fungsi exponential pada variable yang di analisa sehingga hasil nya selalu bernilai positif (Gazda, 2003). Persamaan di atas terdiri atas dua unsur, yakni (1) magnitude effect (│ε(t-1)/σ(t-1) │) yang menunjukkan besarnya volatilitas pada pada periode t – p terhadap varian saat ini; dan (2) sign effect ( ε(t-1)/σ(t-1) ) yang menunjukkan perbedaan pengaruh shock positif dan negatif pada periode t terhadap varian saat ini. Eksponential pada EGARCH juga menjelaskan bahwa shock pada model ini akan memiliki pengaruh terhadap volatilitas yang lebih kuat daripada model TARCH. Efek asymmetry pada model ini dilihat dari nilai koefisien α1 ≠ 0.

3.2.3 Forecasting Setelah peneliti mendapatkan model volatilitas, kemudian dilakukan forecasting untuk satu bulan berikutnya. Forecast sample menghasilkan 20 observasi selama sebulan ke depan. Evaluasi hasil forecast dari GARCH-type models tersebut dengan menggunakan perhitungan error sebagai berikut:

Root Means Squared Error (RMSE).
RMSE adalah alat ukur error yang paling disukai oleh para praktisi dan yang dianggap paling kuat diantara akademisi.
RMSE = [pic] dimana et = yt – ŷt , yt adalah nilai aktual pada waktu t dan ŷt adalah nilai estimasi pada waktu t. Sama seperti MSE, RMSE menggunakan proporsi yang setara pada semua error , tidak melihat periode waktu.

Means Squared Errors (MSE).
Perhitungan error ini yang paling common digunakan dalam mengevaluasi forecast performance dari sebuah model. MSE dilihat sebagai alat ukur error yang paling appropriate untuk menentukan model mana yang memiliki error terkecil.
MSE = [pic] dimana et = yt – ŷt , yt adalah nilai aktual pada waktu t dan ŷt adalah nilai estimasi waktu t.

Mean Absolute Percentage Error (MAPE)
MAPE= [pic]
Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dihitung dengan menggunakan kesalahan absolut pada tiap periode dibagi dengan nilai observasi yang nyata untuk periode itu. Kemudian, merata-rata kesalahan persentase absolut tersebut. Pendekatan ini berguna ketika ukuran atau besar variabel ramalan itu penting dalam mengevaluasi ketepatan ramalan. MAPE mengindikasi besar kesalahan dalam meramal yang dibandingkan dengan nilai nyata.

4. Hasil dan Analisis Hasil dari pemodelan volatility dengan menggunakan GARCH-type models untuk persamaan mean equation yang dioptimalkan dengan proses ARMA sebagai berikut:

|BDMN.JK |GARCH |EGARCH |
| |Model |Prob. |Model |Prob |
|2008-2010 |GARCH(1,1) |0.0000 |EGARCH (1,1) |0.0000 |
|Tabel 4: GARCH Significantcy | |

Tabel 4 menunjukkan bahwa pada periode 2008-2010, model GARCH dan EGARCH signifikan dengan probability 0.0000 (α=5%) . Artinya, terdapat efek asimetri yang menunjukkan adanya pengaruh pada volatilitas harga saham BDMN.JK akibat bad news atau good news. Langkah selanjutnya adalah forecasting volatilitas BDMN.JK.

|BDMN.JK |Error Measures | | |
| |RMSE |MSE |MAPE (%) |Model Terbaik |
|2008-2010 |
|GARCH (1,1) |0.026949 |0.016852 |63.24820 | |
|EGARCH (1,1) |0.027085 |0.016825 |61.75755 |EGARCH (1,1) |
|Tabel 5: Forecasting GARCH dan EGARCH | |

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 5, diketahui bahwa model EGARCH lebih cocok digunakan pada periode krisis 2008 hingga 2010. Artinya, pada periode 2008-2010, model asimetri dianggap lebih sensitif dalam menangkap gejolak dan koefisien bad news atau good news yang memengaruhi forecasting BDMN.JK.

Perhitungan persistence level disetiap periode krisis berdasarkan GARCH (1,1).

|BDMN.JK |Persistence Level |
| |Model |ARCH |GARCH |Ket |
|2008-2010 |GARCH(1,1) |0.111487 |0.89691 |< 1 |
|Tabel 6: Persistence level | |

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa persistence level pada model garch (1,1) adalah α + β = 0,99 (masih < 1). Artinya, nilai persistence level < 1 sehingga data yang diolah sudah stasioner dan dengan data tersebut dapat diketahui bahwa volatilitas akan lebih cepat kembali ke tengah.

Sedangkan nilai half life variancenya,
|BDMN.JK |Half Life Variance |
| |(α + β)k = 0.5 |Ket (hari) |
|2008-2010 |k = log 0.5 / log 0.99 |68.97 |
|Tabel 7: Half Life Variance | |

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa pada masa krisis, variance menurun setengahnya membutuhkan waktu setidaknya 69 hari.

Koefisien hasil perhitungan dengan EViews 8
|BDMN.JK | | | |
| |ω |Α |β |γ |
|2008-2010 |
|GARCH (1,1) |7.16E-06 |0.111487 |0.896981 | |
|EGARCH (1,1) |- 0.0273991 |0.987580 |0.262064 |- 0.034514 |
|Tabel 8: Forecasting GARCH dan EGARCH | |

Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa nilai koefisien γ adalah negatif. Artinya, efek dari bad news lebih berpengaruh pada volatilitas harga saham BDMN.JK dibandingkan dengan good news.

5. Kesimpulan Peneliti melakukan forecasting dari model GARCH dan EGARCH terhadap harga saham BDMN.JK periode 2008-2010. Evaluasi hasil forecast dilihat dengan membandingkan perhitungan error yaitu MSE, RMSE dan MAPE. Waktu penelitian diambil saat momen krisis pada 2008 hingga periode 2010. Model yang digunakan adalah GARCH dan EGARCH. Hasil penelitian memperoleh model GARCH dan EGARCH signifikan dengan probability 0.0000 (α=5%) . Artinya, terdapat efek asimetri selama periode observasi. Efek asimetri menunjukkan adanya pengaruh pada volatilitas harga saham BDMN.JK akibat bad news berdasarkan hasil perhitungan koefisien γ pada model EGARCH.

6. Daftar Pustaka
Cuthbertson, K. Introductory econometric for finance, Chris Brooks, Cambridge University Press, Cambridge, 2002.
Dima Alberg, Haim Shalit and Rami Yosef. Estimating Stock Market Volatility Using Asymmetric GARCH Models. Applied Financial Economics. Volume 18, 1201-1208, 2008.
Gazda, V, Application of GARCH Models in Forecasting the Volatility of The Slovak Share Index (SAX), BIATEC, Vol. XI No. 1, 17-20, 2003.
Jordaan, Groove, Jooste, Alemu. Measuring the Price Volatility of Certain Field Crops in South Africa using the ARCH/GARCH Approach. Agrekon. Volume 46, 306-322, 2007.
Mahmud, M., The Forecasting Ability of GARCH Models for the 2003-07 Crisis: Evidence from S&P500 Index Volatility, Lahore Journal of Business, 1(1), 37-58, 2012.
Lim, C. H., Sek, S. K., Comparing the performances of GARCH-type models in capturing the stock market volatility in Malaysia, Procedia Economics and Finance 5, Pages 478-487, 2013.
Srinivasan P., Modeling and Forecasting the Stock Market Volatility of S&P 500 Index Using GARCH Models, The IUP Journal of Behavioural Finance, Vol. VIII No. 1, 51-69, 2011.

Appendix

Gambar grafik return BDMN.JK yang menunjukkan adanya volatility clustering, khususnya pada tahun 2008 ke 2009 awal. Hasil ADF test yang menunjukkan bahwa data return BDMN.JK memiliki unit root dengan probability significant 0.0000 (α=5%). Juga, correlogram return BDMN.JK menunjukkan bahwa data belum white noise karena banyak yang keluar dari garis barlett dan memiliki significantcy 0.0000 atau dibawah α=5%.

[pic]

Kemudian, dilakukan pemodelan pada mean process dan menghasilkan model ARMA (1,25) dengan variabel Dummy yang dibuat sebelumnya, karena pada grafik return BDMN.JK terlihat ada outlier di bawah -0.2.
[pic]

Setelah mendapatkan model di mean process kemudian membuat model di variance process
[pic]

Langkah selanjutnya adalah forecasting untuk GARCh dan EGARCH
[pic]

Similar Documents