Free Essay

Character Building

In:

Submitted By claracynthia
Words 5183
Pages 21
CB : PROFESSIONAL DEVELOPMENT
PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI

KELOMPOK 1
ANGGOTA : 1. DIANIE DAYANTIE (1701357185)/K 2. CLARA CYNTIA Y. (1701358895) 3. FERRY APRIANSYAH (1701314154) 4. MARIA SABATINI L.S (1701330800) 5. M. SJAUKI PUTRA N. (1701357014)

KASUS :
KEBOBROKAN FREEPORT – PENCEMARAN LINGKUNGAN & PELANGGARAN HAM PERUSAHAAN EMAS TERBESAR DI INDONESIA

PT Freeport Indonesia, perusahaan yang pernah terdaftar sebagai salah satu perusahaan multinasional terburuk tahun 1996, adalah potret nyata sektor pertambangan Indonesia. Keuntungan ekonomi yang dibayangkan tidak seperti yang dijanjikan, sebaliknya kondisi lingkungan dan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan terus memburuk dan menuai protes akibat berbagai pelanggaran hukum dan HAM, dampak lingkungan serta pemiskinan rakyat sekitar tambang. WALHI sempat berupaya membuat laporan untuk mendapatkan gambaran terkini mengenai dampak operasi dan kerusakan lingkungan di sekitar lokasi pertambangan PT Freeport Indonesia. Hingga saat ini sulit sekali bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jelas dan menyeluruh mengenai dampak kegiatan pertambangan skala besar di Indonesia. Ketidak jelasan informasi tersebut akhirnya berbuah kepada konflik, yang sering berujung pada kekerasan, pelanggaran HAM dan korbannya kebanyakan adalah masyarakat sekitar tambang. Negara gagal memberikan perlindungan dan menjamin hak atas lingkungan yang baik bagi masyarakat, namun dilain pihak memberikan dukungan penuh kepada PT Freeport Indonesia, yang dibuktikan dengan pengerahan personil militer dan pembiaran kerusakan lingkungan. Dampak lingkungan operasi pertambangan skala besar secara kasat mata pun sering membuat awam tercengang dan bertanya-tanya, apakah hukum berlaku bagi pencemar yang diklaim menyumbang pendapatan Negara? Matinya Sungai Aijkwa, Aghawagon dan Otomona, tumpukan batuan limbah tambang dan tailing yang jika ditotal mencapai 840.000 ton dan matinya ekosistem di sekitar lokasi pertambangan merupakan fakta kerusakan dan kematian lingkungan yang nilainya tidak akan dapat tergantikan. Kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar lokasi PT Freeport Indonesia juga mencerminkan kondisi pembiaran pelanggaran hukum atas nama kepentingan ekonomi dan desakan politis yang menggambarkan digdayanya kuasa korporasi. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI – Indonesian Forum for Environment) adalah forum organisasi lingkungan hidup non-pemerintah terbesar di Indonesia dengan perwakilan di 26 propinsi dan lebih dari 430 organisasi anggota. WALHI bekerja membangun transformasi sosial, kedaulatan rakyat, dan keberlanjutan kehidupan.

Laporan WALHI Tentang Dampak pencemaran Lingkungan Hidup Operasi Freeport-Rio Tinto di Papua Laporan yang berjudul Dampak Lingkungan Hidup Operasi Pertambangan Tembaga dan Emas Freeport-Rio Tinto di Papua adalah laporan yang menyajikan gambaran tentang keberadaan Freeport yang independen mengenai dampak lingkungan akibat tambang Freeport, sebuah usaha bersama Freeport McMoRan dan Rio Tinto, yang meski merupakan salah satu tambang terbesar di dunia, beroperasi di bawah selimut rahasia di daerah terpencil Papua. Laporan ini memaparkan kerusakan lingkungan berat dan pelanggaran hukum, berdasar sejumlah laporan pemantauan oleh pemerintah dan perusahaan yang tidak diterbitkan, termasuk Pengukuran Risiko Lingkungan (Environmental Risk Assessment, ERA) yang dipesan Freeport-Rio Tinto dan disajikan pada pemerintah Indonesia meski tak dipublikasikan untuk umum. Dalam laporan, masalah-masalah berikut ini dibahas, dan ditutup dengan saran untuk aksi.
Pelanggaran hukum : * Temuan kunci pada laporan ini adalah Freeport-Rio Tinto telah gagal mematuhi permintaan pemerintah untuk memperbaiki praktik pengelolaan limbah berbahaya terlepas rentang tahun yang panjang di mana sejumlah temuan menunjukkan perusahaan telah melanggar peraturan lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup tak kunjung menegakkan hukum karena Freeport-Rio Tinto memiliki pengaruh politik dan keuangan yang kuat pada pemerintah. Begitu kuatnya sampai-sampai proposal Freeport-Rio Tinto untuk mengelak dari standard baku mutu air sepertinya se.dang di pertimbangkan
Pemerintah secara resmi menyatakan bahwa Freeport-Rio Tinto: * Telah lalai dalam pengelolaan limbah batuan, bertanggung jawab atas longsor berulang pada limbah batuan Danau Wanagon yang berujung pada kecelakaan fatal dan keluarnya limbah beracun yang tak terkendali (2000). * Hendaknya membangun bendungan penampungan tailing yang sesuai standar teknis legal untuk bendungan, bukan yang sesuai dengan sistem sekarang yang menggunakan tanggul (levee) yang tidak cukup kuat (2001). * Mengandalkan izin yang cacat hukum dari pegawai pemerintah setempat untuk menggunakan sistem sungai dataran tinggi untuk memindahkan tailing. Perusahaan diminta untuk membangun pipa tailing ke dataran rendah (2001, 2006). * Mencemari sistem sungai dan lingkungan muara sungai, dengan demikian melanggar standar baku mutu air (2004, 2006). * Membuang Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage) tanpa memiliki surat izin limbah berbahaya, sampai pada tingkatan yang melanggar standar limbah cair industri, dan gagal membangun pos-pos pemantauan seperti yang telah diperintahkan (2006).
Pelanggaran dan pencemaran lingkungan : * Tembaga yang dihamburkan dan pencemaran: Freeport dengan alasan mendapatkan biji tembaga mentah secepat mungkin, pengerukan dan pembuangan dilakukan tanpa pengolahan yang bersifat penghamburan tembaga dan pencemaran lingkungan. Lebih dari 3 miliar ton tailing dan lebih dari empat miliar ton limbah batuan akan dihasilkan dari operasi PTFI sampai penutupan pada tahun 2040. Secara keseluruhan, Freeport-Rio Tinto menyia-nyiakan 53.000 ton tembaga per tahun, yang dibuang ke sungai sebagai Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage, ARD) dalam bentuk buangan (leachate) dan tailing. Tingkat pencemaran logam berat semacam ini sejuta kali lebih buruk dibanding yang bisa dicapai oleh standar praktik pencegahan pencemaran industri tambang. * Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage): Hampir semua limbah batuan dari tambang Grasberg sejak tahun 1980an sampai 2003 yang berjumlah kira-kira 1.300 juta ton berpotensi membentuk asam. Limbah batuan ini dibuang ke sejumlah tempat di sekitar Grasberg dan menghasilkan ARD dengan tingkat keasaman tinggi mencapai rata-rata pH = 3. Kandungan tembaga pada batuan rata-rata 4.500 gram per ton (g/t) dan eksperimen menunjukkan bahwa sekitar 80% tembaga ini akan terbuang (leach) dalam beberapa tahun. Bukti menunjukkan 10 pencemaran ARD dengan tingkat kandungan tembaga sekitar 800 mg/L telah meresap ke air tanah di pegunungan tanah Papua disekitar daerah operasi Freeport yang terbilang sangat luas. * Teknologi yang tak layak: Erosi dari limbah batuan mencemari perairan di gunung dan gundukan limbah batuan yang tidak stabil telah menyebabkan sejumlah kecelakaan, satu fatal. Kestabilan gundukan limbah batuan merupakan problema serius jangka panjang. Situs-situs penting bagi suku Amungme telah hancur olehnya, seperti Danau Wanagon yang sudah lenyap terkubur di bawah tempat pembuangan limbah batuan di Lembah Wanagon. Selain itu, sejumlah danau merah muda, merah dan jingga telah hilang dan padang rumput Carstenz saat ini didominasi oleh gundukan limbah batuan lainnya yang pada akhirnya akan menjulang hingga ketinggian 270 meter, dan menutupi daerah seluas 1,35 km2. * Pembekapan tanaman: Pengendapan tailing membekap kelompok tanaman subur dengan menyumbat difusi oksigen ke zona akar tanaman, sehingga tanaman mati. Proses ini telah terjadi pada sebagian bagian besar ADA, meninggalkan tegakan mati pohon sagu dan pepohonan lain di daerah terkena dampak. Ini juga jadi ancaman bagi populasi spesies terancam setempat yang membutuhkan keragaman ekosistem hutan alam untuk bertahan hidup. Selain nilai konservasinya, endapan tailing juga menghancurkan sungai dataran rendah yang tinggi keragaman hayatinya, hutan hujan, dan lahan basah yang sangat vital bagi suku Kamoro untuk berburu, mencari ikan dan berkebun. * Tingkat racun tailing dan dampak terhadap perairan: Sebagian besar kehidupan air tawar telah hancur akibat pencemaran dan perusakan habitat sepanjang daerah aliran sungai yang dimasuki tailing. Total Padatan Tersuspensi (TSS) dari tailing secara langsung berbahaya bagi insang dan telur ikan, serta organisme pemangsa, organisme yang membutuhkan sinar matahari (photosynthetic), dan organisme yang menyaring makanannya (filter feeding). Tembaga menghambat kerja insang ikan. Uji tingkat racun (toxicity) dan potensi peresapan biologis (bioavailability) di daerah terkena dampak operasi Freeport-Rio Tinto menunjukkan bahwa sebagian besar tembaga larut dalam air sungai terserap oleh mahluk hidup dan ditemukan pada tingkat beracun. * Logam berat pada tanaman dan satwa liar: Dibandingkan dengan tanah alami hutan, tailing Freeport mengandung tingkat racun logam selenium (Se), timbal (Pb), arsenik (As), seng (Zn), mangan (Mn) dan tembaga (Cu) yang secara signifikan lebih tinggi. Konsentrasi dari beberapa jenis logam tersebut yang ditemukan dalam tailing melampaui acuan US EPA dan pemerintah Australia dan juga ambang batas ilmiah phytotoxicity. Hal ini menunjukkan kemungkinan timbulnya dampak racun pada pertumbuhan tanaman. Pengujian dan pengambilan sampel lapangan menunjukkan bahwa tanaman yang tubuh di tailing mengalami penumpukan logam berat pada jaringan (tissue), menimbulkan bahaya pada mahluk hutan yang memakannya. Semua spesies hewan di tanah Papua disekitar Freeport terkena dipastikan terkena racun yang berasal dari logam. * Perusakan habitat muara: Tailing sungai Freeport-Rio Tinto akan merusak hutan bakau seluas 21 sampai 63 km2 akibat sedimentasi. Kanal-kanal muara sudah tersumbat tailing dan dengan cepat menjadi sempit dan dangkal. Kekeruhan air muara pun telah jauh melampaui standar yang diterapkan di Indonesias, sehingga menghambat proses fotosintesa perairan. * Kontaminasi pada rantai makanan di muara: Logam dari tailing menyebabkan kontaminasi pada rantai makanan di Muara Ajkwa. Daerah yang dimasuki tailing Freeport menunjukkan kandungan logam berbahaya yang secara signifikan lebih tinggi dibanding dengan muara-muara terdekat yang tak terkena dampak dan dijadikan acuan. Logam berbahaya tersebut adalah tembaga, arsenik, mangan, timbal, perak dan seng. Satwa liar di daerah hutan bakau terpapar logam berat karena mereka makan tanaman dan hewan tak bertulang belakang yang menyerap logam berat dari endapan tailing, terutama tembaga. * Gangguan ekologi: Freeport sempat menyatakan bahwa “Muara di hilir daerah pengendapan tailing kami adalah ekosistem yang berfungsi dan beraneka ragam dengan ikan dan udang yang melimpah.” Berbanding terbalik dengan kenyataan bahwa bagian luar Muara Ajkwa, termasuk daerah pantai Laut Arafura, mengalami penurunan jumlah hewan yang hidup dasar laut (bottom-dwelling animals) sebesar 40% hingga 70%. * Dampak pada Taman Nasional Lorenz: Taman Nasional Lorenz yang terdaftar sebagai Warisan Dunia wilayahnya mengelilingi daerah konsesi Freeport. Untuk melayani kepentingan tambang, luas taman nasional telah dikurangi. Kawasan pinus pada situs Warisan Dunia ini terkena dampak air tanah yang sudah tercemar buangan limbah batuan yang mengandung asam dan tembaga dari tailing Freeport-Rio Tinto. Sementara, kawasan pesisir situs Warisan Dunia ini juga terkena dampak pengendapan tailing. Sekitar 250 juta ton tailing dialirkan melalui Muara Ajkwa dan masuk ke Laut Arafura. * Regenerasi di Daerah Tumpukan Tailing: Tailing tambang pada akhirnya akan meliputi 230 km2 daerah ADA, pada kedalaman hingga 17 meter. Daerah tailing ini kekurangan karbon organik dan gizi kunci lainnya, dengan kapasitas menahan air yang sangat buruk. Kawasan ADA yang luas yang telah mengalami kematian tumbuhan akibat tailing takkan pernah bisa kembali ke komposisi species semula meski pembuangan tailing berhenti. Spesies asli yang 13 bisa tumbuh kembali di tumpukan tailing tidaklah berguna bagi masyarakat setempat, juga tidak bisa menggantikan keberagaman spesies asli yang dulunya hidup di wilayah rimba asli dan hutan hujan bersungai dalam ADA yang telah rusak. * Transparansi: Freeport-Rio Tinto beroperasi tanpa tranparansi atau pemantauan peraturan yang layak. Tak ada informasi atau diskusi publik tentang pengelolaan saat ini dan masa depan di tambang. Juga tak ada pembahasan mengenai alternatif pengelolaan limbah dan rencana proses penutupan tambang. Terlepas dari keharusan legal untuk menyediakan akses publik terhadap informasi terkait lingkungan, perusahaan belum pernah mengumumkan dokumen-dokumen pentingnya, termasuk ERA. Freeport-Rio Tinto juga tak pernah mengumumkan laporan audit eksternal independen sejak 1999. Dengan demikian perusahaan melanggar persyaratan ijin lingkungan. ERA yang dihasilkan meremehkan risiko lingkungan yang penting, gagal memberi pilihan untuk mengurangi dampak pembuangan limbah, serta independensi dari para pengkaji ERA pun patut dipertanyakan.

IDENTIFIKASI MASALAH ETIS :

PELANGGARAN KODE ETIK YANG DILAKUKAN OLEH PT. FREEPORT INDONESIA

1. PELANGGARAN KODE ETIK YANG MENGARAH PADA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA. a) Pelanggaran Terhadap :
PASAL 4 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA yang berbunyi “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan keadaan apapun dan oleh siapapun”.
Kasus Pelanggaran :
21 Februari 2006, terjadi pengusiran terhadap penduduk setempat yang melakukan pendulangan emas dari sisa-sisa limbah produksi Freeport di Kali KaburWanamon. Pengusiran dilakukan oleh aparat gabungan kepolisian dan satpam Freeport. Akibat pengusiran ini terjadi bentrokan dan penembakan. Penduduk sekitar yang mengetahui kejadian itu kemudian menduduki dan menutup jalan utama Freeport di Ridge Camp, di Mile 72-74, selama beberapa hari. Jalan itu merupakan satu-satunya akses ke lokasi pengolahan dan penambangan Grasberg. b) Pelanggaran Terhadap :
PASAL 6 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 yang berbunyi “Setiap pekerja/buruh berhak menerima perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari perusahaannya. Di tempat kerja, bayaran yang sebanding untuk pria dan wanita atas pekerjaan yang bernilai sebanding adalah sebuah keharusan, tanpa memandang status pernikahan. Ketidaksetaraan bayaran berdasarkan agama, ras, atau latar belakang etnis juga tidak diperbolehkan (Undang-undang No.80/1957). Mempromosikan kesempatan dan perlakuan yang sama dan menghilangkan segala bentuk diskriminasi langsung maupun tidak langsung dalam pekerjaan dan jabatan berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, aliran politik, suku, dan status sosial. (Pasal 1 UU No.21/ 1999).
Kasus Pelanggaran : * 18 April 2007, sekitar 9.000 karyawan Freeport mogok kerja untuk menuntut perbaikan kesejahteraan. Perundingan akhirnya diselesaikan pada 21 April 2007 setelah tercapai kesepakatan yang termasuk mengenai kenaikan gaji terendah. * Pemogokan sebagian besar karyawan PT Freeport Indonesia (PTFI) telah terjadi sejak tanggal 15 September 2011. Dari jumlah total karyawan PTFI sebesar 12.740 orang, 8.000 diantaranya turut aktif dalam aksi mogok tersebut, yang menuntut peningkatan gaji untuk disesuaikan dengan gaji karyawan Freeport di Amerika. Mogoknya hampir seluruh pekerja PT Freeport Indonesia (FI) tersebut disebabkan perbedaan indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport di seluruh dunia. Pekerja Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih rendah daripada pekerja Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama. Gaji sekarang per jam USD 1,5–USD 3. Padahal, bandingan gaji di negara lain mencapai USD 15–USD 35 per jam. Sejauh ini, perundingannya masih menemui jalan buntu. Manajemen Freeport bersikeras menolak tuntutan pekerja, pekerja tidak mengetahui dasar pertimbangannya manajemen. * Biaya CSR kepada sedikit rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu pun tidak seberapa karena tidak mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat Papua membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa kerusakan alam serta punahnya habitat dan vegetasi Papua yang tidak ternilai itu. Biaya reklamasi tersebut tidak akan bisa ditanggung generasi Papua sampai tujuh turunan. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport (Davis, G.F., et.al., 2006). 2. PELANGGARAN KODE ETIK YANG MENGARAH PADA PENGRUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP : a) Pelanggaran Terhadap :
PASAL 58 AYAT 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP yang berbunyi “Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3.
Kasus Pelanggaran :
Tembaga yang dihamburkan dan pencemaran, Freeport dengan alasan mendapatkan biji tembaga mentah secepat mungkin telah melakukan pengerukan dan pembuangan dilakukan tanpa pengolahan yang bersifat penghamburan tembaga dan pencemaran lingkungan. b) Pelanggaran Terhadap :
PASAL 60 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP yang berbunyi “Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin”.
Kasus Pelanggaran :
Pembuangan limbah Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage) ke sejumlah tempat di sekitar Grasberg dan menghasilkan ARD dengan tingkat keasaman tinggi mencapai rata-rata pH = 3. c) Pelanggaran terhadap :
PASAL 54 AYAT 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP yang berbunyi “Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup”
Kasus Pelanggaran :
Pt. Freeport Indonesia (PTFI) tidak melakukan upaya sama sekali untuk memulihkan lingkungan hidup yang telah mereka cemari seperti matinya Sungai Aijkwa, Aghawagon dan Otomona, tumpukan batuan limbah tambang dan tailing yang jika ditotal mencapai 840.000 ton dan matinya ekosistem di sekitar lokasi pertambangan. PTFI tidak melakukan tindakan nyata untuk memperbaki dan mengembalikan fungsi dari ekosistem yang telah mereka rusak.

ANALISA : I. ANALISA KASUS MENGGUNAKAN PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI 1. Prinsip tanggung jawab
Prinsip tanggung jawab merupakan prinsip yang hendaknya dimiliki dan dipegang teguh oleh segenap individu yang menjalankan profesi nya masing-masing. Tanggung jawab sendiri memiliki tiga makna yaitu, dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dapat memilih apa yang diketahuinya baik atau mampu menolak apa yang diketahuinya buruk serta mau menerima dan menanggung risiko dari pilihan yang telah dibuatnya. Tanggung jawab sendiri meliputi dua arah yaitu : a) Kita diharapkan bertanggungjawab terhadap pekerjaan yang kita lakukan dan terhadap hasil dari pekerjaan tersebut. b) Kita harus bertanggungjawab terhadap dampak pekerjaan kita pada kehidupan orang lain, saat ini atau kemudian.
Berdasarkan pada identifikasi masalah etis atas PT. Freeport Indonesia (PTFI) dapat disimpulkan bahwa perusahaan tidak mengimplementasikan dan telah melanggar prinsip tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan operasional dan non-operasionalnya. Mengapa demikian? Pelanggaran atas prinsip tanggung jawab yang dilakukan oleh PTFI tergambar jelas pada perilaku perusahaan yang telah mencemarkan dan merusak lingkungan hidup di Pulau Papua. Hal ini menunjukkan bahwa PTFI melepaskan diri dari tanggung jawab terhadap dampak pekerjaannya pada kehidupan orang lain (masyarakat Papua), saat ini atau kemudian. Pencemaran serta pengrusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh PTFI akan berdampak buruk bagi kehidupan anak cucu bangsa Indonesia dimasa depan. Alam adalah sumber kehidupan manusia, merusak alam sama artinya dengan merusak atau bahkan mengakhiri hidup manusia itu sendiri. Beberapa tindakan yang menggambarkan dengan jelas sikap dan perilaku tidak bertanggung jawab dari PTFI adalah sebagai berikut : * Mencemari sistem sungai dan lingkungan muara sungai, dengan demikian melanggar standar baku mutu air (2004, 2006). * Membuang Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage) tanpa memiliki surat izin limbah berbahaya, sampai pada tingkatan yang melanggar standar limbah cair industri, dan gagal membangun pos-pos pemantauan seperti yang telah diperintahkan (2006). * Telah lalai dalam pengelolaan limbah batuan, bertanggung jawab atas longsor berulang pada limbah batuan Danau Wanagon yang berujung pada kecelakaan fatal dan keluarnya limbah beracun yang tak terkendali (2000).

2. Hormat terhadap hak orang lain
Prinsip ini tidak lain adalah tuntutan keadilan. Keadilan menuntut agar kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi hak-nya. Dalam rangka pelaksanaan sebuah profesi tuntutan keadilan itu bermakna : didalam pelaksanaa pekerjaan/profesi kita tidak boleh melanggar hak orang lain, atau lembaga lain, ataupun hak negara. Sama halnya dengan prinsip Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa seseorang memiliki hak selama hak nya itu tidak melanggar atau mengusik hak orang lain. Dan merupakan suatu kewajiban dan tuntutan moral bahwa apabila kita menuntuk hak kita untuk dipenuhi atau apabila kita menuntut kebebasan atas hak kita maka, kita juga perlu untuk mempertimbangkan dan melindingi hak-hak orang lain. Dalam hal ini hak daripada PT. Freeport dibatasi oleh hak dari orang lain, misalnya hak dari masyarakat Papua.
Berdasarkan pada identifikasi masalah etis atas PT. Freeport Indonesia (PTFI) dapat disimpulkan bahwa perusahaan tidak mengimplementasikan dan telah melanggar prinsip hormat terhadap hak orang lain dalam melaksanakan kegiatan operasional dan non-operasionalnya. Mengapa demikian? Pelanggaran atas prinsip hormat terhadap hak orang lain yang dilakukan oleh PTFI tergambar jelas pada perilaku-perilaku berikut : a) Pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup
Hal ini telah melanggar PASAL 65 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP yang berbunyi “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM)”. b) Perlakuan diskriminatif terhadap tenaga kerja Indonesia
Hal ini telah melanggar PASAL 6 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 yang berbunyi “Setiap pekerja/buruh berhak menerima perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari perusahaannya. Dan UNDANG-UNDANG NOMOR 80 TAHUN 1957 yang berbunyi “
Di tempat kerja, bayaran yang sebanding untuk pria dan wanita atas pekerjaan yang bernilai sebanding adalah sebuah keharusan, tanpa memandang status pernikahan. Ketidaksetaraan bayaran berdasarkan agama, ras, atau latar belakang etnis juga tidak diperbolehkan.

3. Prinsip otonomi
Prinsip otonomi adalah prinsip yang menegaskan tentang independensi (kemerdekaan/kebebasan) seorang profesional dalam menjalankan profesinya. Bahwa seorang profesional harus bebas dalam menjalankan profesinya. Hal ini berarti bahwa seorang profesional harus terbebas dari intervensi pihak asing yang berupaya campur tangan untuk mencapai atau memperoleh tujuannya. Kendati demikian prinsip otonomi dibatasi oleh prinsip tanggung jawab, yang berarti bahwa sebebas atau semerdeka apapun kita dalam bersikap dan berperilaku kita tetap berkewajiban untuk menjaga hak-hak orang lain.
Berdasarkan pada identifikasi masalah etis atas PT. Freeport Indonesia (PTFI) dapat disimpulkan bahwa perusahaan tidak mengimplementasikan dan telah melanggar prinsip otonomi dalam melaksanakan kegiatan operasional dan non-operasionalnya. Mengapa demikian? Dari kasus yang telah diuraikan sebelumnya sudah tergambar dengan jelas mengenai kebebasan (independensi) PTFI yang sudah diluar batas atau dengan kata lain bahwa kebebasan perilaku PTFI telah mengusik hak-hak dari masyarakat Papua. Hal ini berarti bahwa PTFI telah salah dalam menginterpretasikan otonomi yang sebenarnya bermakna bahwa kebebasan atau kemerdekaan bersikap, berperilaku, dan mengambil keputusan dibatasi oleh tanggung jawab untuk senantiasa menjaga dan memelihara hak-hak dari orang lain. PTFI telah kebablasan dalam pengimplementasian prinsip otonomi. Contoh perilaku PTFI yang telah melanggar prinsip otonomi adalah : a) Dalam peristiwa runtuhnya terowongan Big Gossan terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa PT Freeport Indonesia diduga kuat telah melakukan kelalaian dan atau kesalahan (kealpaan) yang mengakibatkan hilangnya nyawa 28 pekerja. PTFI tidak menjalankan kewajibannya untuk melindungi keselamatan para pekerja dan untuk merealisasikan produktifitas optimal, skema kesehatan dan keselamatan kerja harus disediakan (Pasal 87 ayat 1 UU No.13/2003). Dalam kasus ini PTFI telah gagal untuk melindungi hak-hak dari para pekerjanya. PTFI juga telah gagal untuk menjalankan kewajibannya. b) Pt. Freeport Indonesia (PTFI) tidak melakukan upaya sama sekali untuk memulihkan lingkungan hidup yang telah mereka cemari seperti matinya Sungai Aijkwa, Aghawagon dan Otomona, tumpukan batuan limbah tambang dan tailing yang jika ditotal mencapai 840.000 ton dan matinya ekosistem di sekitar lokasi pertambangan. PTFI tidak melakukan tindakan nyata untuk memperbaki dan mengembalikan fungsi dari ekosistem yang telah mereka rusak.

4. Prinsip integritas
Prinsip integritas menegaskan bahwa kita harus bertindak profesional dalam menjalankan suatu profesi dan juga memiliki komitmen pribadi yang kuat untuk menjaga keluhuran profesi tersebut, baik nama baiknya maupun kepentingan orang lain atau masyarakat. Dengan demikian prinsip ini sebenarnya merupakan tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan profesinya ia tidak akan sampai merusak nama baiknya serta citra martabat dan profesinya.

Berdasarkan pada identifikasi masalah etis atas PT. Freeport Indonesia (PTFI) dapat disimpulkan bahwa perusahaan tidak mengimplementasikan dan telah melanggar prinsip integritas dalam melaksanakan kegiatan operasional dan non-operasionalnya. Mengapa demikian? Seperti kasus yang sudah dijabarkan diatas, bahwa PTFI tidak bertindak secara profesional dalam menjalankan usahanya. Dapat dilihat dari pencemaran yang dilakukan tidak memperhatikan lingkungan sekitar, sehingga lingkungan menjadi tercemar, padahal setiap perusahaan dalam beroperasi haruslah mematuhi undang-undang mengenai pemeliharaan lingkungan agar lingkungan sekitar tetap terjaga. Tetapi PTFI tidak mengindahkan undang-undang tersebut dan bertindak tidak profesional. Akibatnya, nama baik PTFI dimata masyarakat terancam dan banyak masyarakat Papua yang resah akibat beroperasinya PTFI karena PTFI tidak menjalankan usahanya sesuai dengan moral-moral yang ada.
Contoh PTFI yang melanggar prinsip integritas :
Tembaga yang dihamburkan dan pencemaran. Freeport dengan alasan mendapatkan biji tembaga mentah secepat mungkin, pengerukan dan pembuangan dilakukan tanpa pengolahan yang bersifat penghamburan tembaga dan pencemaran lingkungan. Lebih dari 3 miliar ton tailing dan lebih dari empat miliar ton limbah batuan akan dihasilkan dari operasi PTFI sampai penutupan pada tahun 2040. Secara keseluruhan, Freeport-Rio Tinto menyia-nyiakan 53.000 ton tembaga per tahun, yang dibuang ke sungai sebagai Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage, ARD) dalam bentuk buangan (leachate) dan tailing. Tingkat pencemaran logam berat semacam ini sejuta kali lebih buruk dibanding yang bisa dicapai oleh standar praktik pencegahan pencemaran industri tambang. Dengan mengambil jalan pintas yang dilakukan PTFI dapat mengakibat pencemaran lingkungan yang dapat berdampak panjang. Terbukti bahwa PTFI tidak menjalankan usahanya secara bersih dan berdasarkan prinsip integritas yang ada.

II. ANALISA KASUS MENGGUNAKAN PRINSIP-PRINSIP NORMATIF. 1. Prinsip sikap baik (the principle of benevolence)
Prinsip sikap baik pada dasarnya mewajibkan prima facie yaitu, untuk melakukan yang baik dan menghindari yang jahat. Prinsip sikap moral ini terarah pada hubungan antar manusia, dan semua yang ada (alam lingkungan dan segala isi nya). Berdasarkan pada identifikasi masalah etis atas PT. Freeport Indonesia (PTFI) dapat disimpulkan bahwa perusahaan tidak mengimplementasikan dan telah melanggar prinsip sikap baik dalam melaksanakan kegiatan operasional dan non-operasionalnya. Hal ini ditunjukan oleh beragam bukti dan fakta pengrusakan dan pencemaran lingkungan hidup yang telah dilakukan oleh PTFI, belum lagi masalah pelanggaran kode etik terhadap karyawan dimana dalam hal ini perusahaan PTFI telah melakukan tindak diskriminatif menyangkut upah/gaji karyawan di Indonesia yang tidak sesuai dengan indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport di seluruh dunia. PTFI tidak berupaya untuk menghindari perbuatan jahat/tidak baik, baik itu kepada manusia (karyawan) dan kepada alam.
PTFI sangat berorientasi pada profit dan cenderung tidak memperhatikan keberlangsungan lingkungan hidup. Kejahatan PTFI yang paling mencolok adalah kejahatan mereka terhadap lingkungan hidup, mulai dari tidak melakukan pengolahan limbah pabrik dan langsung membuang limbah ke alam terbuka, melakukan eksploitasi alam yang berlebihan di Papua, sampai dengan tidak bertanggung jawab dan tidak berupaya memperbaiki kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup yang telah perusahaan lakukan selama ini.
Ada banyak sekali dampak negatif atas lingkungan hidup di Papua yang diakibatkan oleh kegiatan operasional dan non-operasional, berikut beberapa diantaranya : a) Matinya Sungai Aijkwa, Aghawagon dan Otomona b) Tumpukan batuan limbah tambang dan tailing yang jika ditotal mencapai 840.000 ton c) Matinya ekosistem di sekitar lokasi pertambangan

2. Prinsip tidak melakukan yang jahat/merusak/merugikan (the principle of non-maleficence)
Prinsip ini menekankan agar tidak melakukan yang jahat/merusak/merugikan. Sikap baik terhadap segala sesuatu yang ada dan khususnya terhadap orang lain yang kita jumpai atau hadapi, minimal menuntut kita untuk tidak melakukan yang jahat, merugikan atau merusak kebaikan yang ada. Kalau tidak dapat secara positif melakukan tindakan yang mendukung, memajukan dan mengembangkan kebaikan yang sudah ada, sekurang-kurangnya kita wajib untuk secara negatif tidak membuat atau menghindarkan diri dari tindakan yang jahat/merusak/merugikan. Melalui prinsip ini kita dapat belajar bahwa dalam melakukan sesuatu jangan sampai merugikan orang lain dan harus memikirkan dampaknya bagi orang lain disekitar kita. Kita harus hidup berdasarkan moral yang ada dan menjalani hidup ini dengan baik tanpa merugikan dan menyakiti orang lain.
Berdasarkan pada identifikasi masalah etis atas PT. Freeport Indonesia (PTFI) dapat disimpulkan bahwa perusahaan tidak mengimplementasikan dan melanggar prinsip tidak melakukan yang jahat/merusak/merugikan. Hal ini ditunjukan oleh tindakan PTFI yang tidak memikirkan dampak bagi orang lain dalam menjalankan usahanya, pencemaran lingkungan terjadi dan berdampak serius bagi Papua itu sendiri dan masyarakat. PTFI telah lalai dalam pengelolaan limbah batuan, bertanggung jawab atas longsor berulang pada limbah batuan Danau Wanagon yang berujung pada kecelakaan fatal dan keluarnya limbah beracun yang tak terkendali. Limbah racun tersebut dapat merugikan masyarakat sekitar maupun lingkungan yang berdampak negatif, dengan itu dibuktikan bahwa PTFI telah merusak dan berbuat jahat terhadap lingkungan. Selain itu juga PTFI juga merugikan karyawannya karena telah terjadi perbedaan indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport di seluruh dunia. Pekerja Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih rendah daripada pekerja Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama. Akibatnya, banyak karyawan yang mogok kerja karena merasa dirugikan.

3. Prinsip melakukan yang baik (the principle of beneficence)
Prinsip sikap baik ini diperlukan tidak hanya diwujudkan secara minimal dengan tidak melakukan atau menghindari perbuatan jahat, tetapi juga secara positif melakukan dan mengusahakan perbuatan baik. Misalnya dalam memilih sebuah pilihan kita harus memikirkan dampak dari tindakan tersebut, apa manfaatnya bagi semua pihak yang tersangkut dan memilih tindakan tersebut. Jadi pilihan yang kita tetapkan haruslah membawa dampak baik dan bermanfaat bagi orang lain, bukan malah membawa dampak negatif dan keburukan.
Berdasarkan pada identifikasi masalah etis atas PT. Freeport Indonesia (PTFI) dapat disimpulkan bahwa perusahaan tidak mengimplementasikan dan melanggar prinsip melakukan yang baik. Hal ini ditunjukan oleh tindakan PTFI dalam melakukan tindakan hanya memikikan keuntungan semata, karena itu sering kali PTFI mengambil jalan pintas tanpa memperdulikan akibat dari tindakan yang telah dilakukannya. Seperti, tembaga yang dihamburkan dan menimbulkan pencemaran, Freeport beralasan mendapatkan biji tembaga mentah secepat mungkin dengan melakukan pengerukan dan pembuangan dilakukan tanpa pengolahan yang bersifat penghamburan tembaga dan pencemaran lingkungan. Tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu, dapat mengakibat kerusakan dan pencemaan lingkungan. Ini tentu sangat bertolak belakang dengan prinsip melakukan yang baik, karena PTFI hanya memikirkan usahanya tanpa memperdulikan kerusakan yang ditimbulkannya. PTFI tidak melakukan upaya sama sekali untuk memulihkan lingkungan hidup yang telah mereka cemari . Akibatnya kerusakan lingkungapun tidak terelakan, seperti matinya Sungai Aijkwa, Aghawagon dan Otomona. PTFI tidak melakukan tindakan nyata untuk memperbaki dan mengembalikan fungsi dari ekosistem yang telah mereka rusak.

4. Prinsip Keadilan (the principle of justice)
Prinsip keadilan bermaksud untuk memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi hak-nya sesuai dengan tuntutan martabatnya. Artinya sebagai manusia, setiap orang memiliki martabat dan hak, dan itu harus dihargai. Selain itu prinsip keadilan juga memuat tuntutan agar setiap orang dalam situasi yang sama diperlakukan secara sama. Berdasarkan pada identifikasi masalah etis atas PT. Freeport Indonesia (PTFI) dapat disimpulkan bahwa perusahaan tidak mengimplementasikan dan melanggar prinsip keadilan dalam melaksanakan kegiatan operasional dan non-operasionalnya. Hal ini ditunjukan oleh tindakan PTFI yang telah dan masih terus melakukan pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup padahal “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM)” sesuai dengan PASAL 65 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.
Berdasarkan atas penjelasan diatas sudah jelas bahwa dalam kasus ini PTFI telah melanggar prinsip keadilan, dimana perusahaan telah melanggar hak dari masyarakat Papua untuk memiliki lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pelanggaran atas prinsip keadilan yang lain ditunjukkan dengan fakta bahwa para karyawan PTFI di Indonesia menerima upah/gaji yang tidak sesuai dengan indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport di seluruh dunia. Mengapa hal ini dikatakan sebagai suatu tidakan yang tidak adil? Hal ini dapat digolongkan sebagai suatu tindakan yang tidak adil dan diskriminatif karena para karyawan di Indonesia menghadapi situasi yang sama dengan karyawan PT. Freeport yang lain diseluruh dunia tetapi tidak dilakukan secara sama. 5. Prinsip otonomi (the principle of autonomy)
Prinsip otonomi bertujuan untuk menghormati kebebasan manusia untuk memilih, menentukan diri dan bertindak tanpa paksaan dari luar dirinya. Prinsip otonomi diandaikan oleh prinsip keadilan. Tidak mungkin ada keadilan kalau prinsip otonomi sama sekali diabaikan. Sama seperti prinsip keadilan, prinsip otonomi erat terkait dengan prinsip hormat terhadap martabat manusia sebagai seorang manusia seutuhnya sebagaimana yang telah diberika oleh Tuhan Yang Maha-Esa semenjak dilahirkan kedunia.
Sebagai individu, manusia mempunyai pikiran, kehendak bebas, dan hati nurani yang wajib dihormati. Seperti ditegaskan oleh Kant, manusia sebagai individu merupakan tujuan terhadap dirinya sendiri dan tidak pernah dapat diperlakukan sebagai sarana.
Berdasarkan pada identifikasi masalah etis atas PT. Freeport Indonesia (PTFI) dapat disimpulkan bahwa perusahaan tidak mengimplementasikan dan telah melanggar prinsip otonomi dalam melaksanakan kegiatan operasional dan non-operasionalnya. Hal ini ditunjukkan oleh adanya bukti-bukti penindasan, perbudakan, dan penjajahan yang dilakukan oleh PTFI terhadap masyarakat Papua seperti kejahatan korporasi dan negara dipraktekkan dalam bentuk kejahatan ekonomik dan politik. Kejahatan ekonomi dapat dilihat dari : a) Eksplorasi dan eksploitasi atas sumber daya alam dengan rakus. b) Eksploitasi terhadap buruh dengan terang-terangan. c) Perampokan atas aset rakyat Papua secara besar-besaran.
Kejahatan politiknya : a) Pembungkaman suara rakyat Papua untuk menuntut hak-haknya, untuk berkumpul dan berorganisasi, dll. b) Tidak hanya itu, setiap gerakan perlawanan yang terkait dengan Freeport (aset kapitalis dan birokrasi korup Indonesia) akan segera diberi cap separatis atau makar terhadap negara. Akhirnya, isu mengenai Papua secara keseluruhan telah berhasil ditarik ke Freeport, bahkan indikator mengenai keamanan di Papua juga dipahami dari Freeport: jika di Freeport tidak ada persoalan, maka keseluruhan tanah Papua juga dianggap tidak ada persoalan, dan sebaliknya.
Berdasarkan atas bukti-bukti dan fakta yang telah diuraikan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya PT. Freeport Indonesia (PTFI) telah melanggar dan tidak mengimplementasikan prinsip otonomi yang akhirnya berimbas pada penderitaan dan kesengsaraan masyarakat Papua.

http://www.kompasiana.com/bobobladi/kebobrokan-freeport-pencemaran-lingkungan-pelanggaran-ham-perusaan-emas-terbesar-di-indonesia_5519c8bca33311a61bb6595c http://www.militanindonesia.org/analisa-perspektif/imperialisme-kebangsaan/8236-kejahatan-negara-dan-korporasi-freeport-atas-rakyat-papua.html

Similar Documents

Free Essay

Character Building

...1. Apa yang anda harapkan dari pembelajaran CB kewarganegaraan? Mengetahui hak dan kewajiban sebagai warga Negara yang dapat membantu untuk mengerti peran dan penempatan diri sebagai bagian dari suatu Negara. Dapat lebih memotivasi untuk memiliki sifat nasionalisme dan patriotisme yang tinggi. Serta membantu untuk memperkuat keyakinan kita terhadap pancasila sebagai ideologi Negara dan mengamalkan semua nilai yang terkandung didalamnya. 2. Jelaskan bahwa warga Negara merupakan sebuah status legal? Karena ia menjadi anggota dari Negara yang bersangkutan, ketika di masa lalu hidup bernegara belum ada, individu telah menjadi warga dari sebuah komunitas, apakah anggota keluarga, marga, suku, atau bangsa. 3. Jelaskan dimensi yang menjadi elemen penting dari status kewarganegaraan? 4. Jelaskan bahwa anda adalah warga Negara yang baik! Menjadi warga Negara yang baik menurut saya harus mempunyai karakteristik yaitu : memiliki sikap rasa hormat dan tanggung jawab, bersikap kritis, membuka dialog dan diskusi, bersikap terbuka, bersikap rasional, adil dan selalu bersikap jujur. Dan menurut saya, saya sudah cukup mempunyai karakteristik seperti itu 5. Apa yang dimaksud dengan nilai dan norma? Nilai merupakan segala sesuatu yang dianggap berharga oleh masyarakat, anggapan masyarakat tentang sesuatu yang diharapkan, indah, dan benar. Keberadaan nilai bersifat abstrak dan ideal. Sedangkan norma adalah aturan berperilaku dalam masyarakat yang mengatur perilaku manusia...

Words: 858 - Pages: 4

Free Essay

Asasdasd

...to interact with them in Warlords of Draenor. This second installment maps out the buildings that make up a fully armed and operational Garrison and how they impact your professions. As we mentioned in part 1 of this series, we want the process of staking your claim on Draenor to fundamentally shape your gameplay experience. Your Garrison mainly comprises buildings and the Followers who inhabit them. As your Garrison grows, so will your options and opportunities to use these assets to your advantage on Draenor. The Followers that populate your Garrison will grow in number and power, and what they can do for you depends which buildings you choose to construct in your base. Start Small, Think Big Even in its fledgling state, your Garrison will contribute to your professional development almost immediately. You’ll have many choices for what to build, and your choices directly impact what your Followers can do and the rewards you’ll get from them. The space you have available for buildings is determined by your Garrison Tier. At Garrison Tier 1, you’ll have one small and one large plot for buildings of those sizes. Quests will take you through placing a building that matches one of your primary professions in your first small plot and a Barracks in your first large plot. At Garrison Tier 2, you’ll gain one additional small plot, one medium plot, and room for three of four preset buildings: the Fishing Shack, Herb Garden, Pet Menagerie, and Lunarfall Excavation (Alliance)...

Words: 1421 - Pages: 6

Free Essay

Lei Sen Chun

...It future use of the building could be cultural, educational, community, commercial or a combination of the above provided they are compatible with the historical and cultural character of the building. On 17 February 2009, the government declared that the building will be used by the Hong Kong Baptist University as a Chinese Medicine and healthcare centre. The capital cost of the project is estimated at HK$24.8 million. The revitalisation work was completed in early 2012, and the building is now known as Hong Kong Baptist University School of Chinese Medicine – Lui Seng Chun.[5] We suggest having 2 shops on the ground floor of Lui Seng Chun. One is a Chinese herbal shop cum clinic. The other is a Chinese herbal tea house. In order to re-create nostalgia, the Chinese herbal tea house should follow the typical design of the 50's. Shamshuipo is an old district with a lot of elders living in there who are not accustomed to consult western medical practitioners. Therefore to have a Chinese herbal shop cum clinic at Lui Seng Chun is most appropriate for them. Initially, four practitioners will offer acupuncture, Chinese medicine and bone-setting to an estimated 80 patients a day. A fifth of the consultations will be reserved for welfare recipients, who will get free consultations and basic medicine. Patients over 65 will enjoy a 20 per cent discount on fees. The four-storey building has a herbal tea shop and courtyard on the ground floor, and a reception and a pharmacy...

Words: 308 - Pages: 2

Premium Essay

Gorgas House Museum

...The buildings represent the university campus in so many different ways, its good to say the university has roots and buildings that are older than the university are still on campus . These buildings add so much character to our university as well, knowing how many powerful people involved with the university have been involved with that building or even lived in it. The buildings include the Little Round house, Woods Hall, Clark Hall, Manly Hall, Garland Hall, Toumey Hall, Barnard Hall, and the Gorgas House. The Little Round house was originally the guardhouse for the university for overall protection of the university. The Little Round House held its ground during the campus burning and survived and was later saved by the trustees and converted into a record repository (Wikipedia). “Woods Hall was the first new building on campus following the civil war…Initially known simply as “the barracks” it was used as a dormitory. It also has a dining hall and classrooms on the ground floor. Was later converted in 1961 for the use by Department of Art and Art History”(Wikipedia). Clark Hall, built in 1884, “was originally designed as an all purpose building with a library, reading rooms, chapel, and a large public meeting room, which served as ‘the great public hall of the university…’ the building was restored again in the 1980’s… Clark Hall contains the main...

Words: 998 - Pages: 4

Premium Essay

Term Paper

...else has faded and has become what is now Baguio’s Session Road. Assortments of business establishments now swarm Session Road. A wide array of boutiques, bazaars, department stores, restaurants, pastry or bakeshops, cafes, and old movie theaters can easily be spotted. The majority of Baguio’s banks and offices as well as drug and bookstores are also here. The Session Road is divided into two parts: the Upper Session Road and the Lower Session Road. Nobody really refers to the latter as the Lower Session Road, instead just Session Road, since this is where most of the activities and establishments are found. As one of this main study I gathered information regarding the old and new building one of these old buildings is the Maharlika building that is located at the lower Session Road. Maharlika building is formerly known as the Baguio Stone Market, it was built in 1917 by German Prisoner of war to provide a depot for merchants to carry on their trade. The site was formerly called by the Ibalois as Jarjavan or native black smith shop. After bombing of Baguio by P-38 lightning fighters the stone market as partially destroyed but it was...

Words: 1922 - Pages: 8

Free Essay

Big S Strategy

...code of federal regulations reprint Department of Justice 28 CFR Part 36 Revised as of July 1, 1994 Nondiscrimination on the Basis of Disability by Public Accommodations and in Commercial Facilities Excerpt from 28 CFR Part 36: ADA Standards for Accessible Design Pt. 36, App. A 28 CFR Ch. I (7-1-94 Edition) APPENDIX A TO PART 36 -- STANDARDS FOR ACCESSIBLE DESIGN ADA ACCESSIBILITY GUIDELINES FOR BUILDINGS AND FACILITIES TABLE OF CONTENTS 1. PURPOSE ....................................................................................... 1 2. GENERAL ....................................................................................... 1 2.1 Provisions for Adults ............................................................................................. 1 2.2* Equivalent Facilitation. ....................................................................................... 1 3. MISCELLANEOUS INSTRUCTIONS AND DEFINITIONS ..................... 1 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 Graphic Conventions ............................................................................................. Dimensional Tolerances ........................................................................................ Notes ...................................................................................................................... General Terminology ............................................................................................. Definitions .............

Words: 39235 - Pages: 157

Free Essay

About the Linked Hybrid Complex Building

...Steven Holl Architects and completed in 2009, is located in Beijing, China, neighboring site of the old city wall of Beijing. The project was designed to solve the large issue of social-urbanism sustainability, creating opening to the public from all direction. The project allows collaborative relations and encourages meeting in the public space from residential, educational, commercial to recreation spaces, making it an open city within a city. The purpose of this study is to investigate the circulation of the building and how it related to the spaces inside the building. Looking at how it opens to the public, creating an urban life inside and outside its surrounding. Studying this building, one of the key characters of this building is the three level of circulation within the space accessible to the public. The ground level offers a level of circulation that allows the public to walk through from all side. There are opening all around the buildings. The ground floors brings together small shops and other services surrounding the reflecting pond, other functions on the ground floor includes a restaurant, hotel, Montessori school, kindergarten, and cinema. The intermediate level circulation offers a more quiet garden space on top of some of the roofs that can be seen from the apartments, the cinema on the ground floor is a center piece that becomes a place of gathering and on top of it offers a center roof garden that connects two other intermediate roof gardens...

Words: 385 - Pages: 2

Free Essay

Jieliang

...taken over by automated machines squeezing out human body workers. A company like Precision that’s constantly looking for ways to cut costs, and wastes will have no problem replacing human body workers with robot machines to get the job done if it will cut costs, provide more working space, and improve quality and productivity. “Precision occupies a multi-building campus in Dongguan. In addition to warehousing and PCB factories, there are over 10,000 workers located in two multi-story buildings assembling mobile phone handset. / Workers predominantly live in the dormitory buildings on the campus site. The connected buildings are for indirect labor, and the rest are for direct labor. There is a separate canteen building where workers may purchase meals. There is an internet café, a medical clinic and small convenience store. Dormitory housing is very inexpensive by local standards.” (Jieliang Phone Home) These are some of the things that Precision can see as opportunity to cut back on costs and increase capacity. Instead of occupying the multi-building with 10,000 workers at a very low cost, Precision can turn the building into more manufacturing space with automated machines...

Words: 619 - Pages: 3

Free Essay

The Implication of Adaptive Reuse of Gotiaco Building as a Chinese Museum

...to preserve and conserve its heritage. Cebu is one of the known cities that posseses a rich culture and historical landmarks that serves as a potent symbol of National Identity has faced the same challenges. With the emergence of commercial buildings and growth of population in the City, the maintenance and conservation of Heritage is more likely needed. Altering existing buildings for a new function is not a new phenomenon. Working with the existing buildings, repairing and restoring them for continued use has become a creative and fascinating challenge within the architectural descipline. The process of wholeheartedly altering a building is often called “ Adaptive Re-use”. It is known that adaptive re-use helps extend the life of Historical buildings and prevents them from becoming foresaken and derilict. The Gotiaoco building which is situated at the M.C Briones Ave. Behind Cebu City hall is one of the significant architectural building that is currently proprosed to be reuse as a Chinese Heritage Museum under the supervision of Sugbu Chinese Heritage Museum Inc.. In contemporary conservation theory and practice, adaptive re-use is considered to be an important strategy towards conservation of cultural heritage. It preserves buildings by changing outdated functions into new uses to meet contemporary demand. However, it is known that the affected community is one of the external factors that affects the sucessful planning and decision making on the implementation of Heritage...

Words: 7568 - Pages: 31

Premium Essay

Swedish Model

...Next, I m going to answer the question …………….with my college Melody. We focus on a labor intensive industry, construction sector and a high tec industry, ICT sector, in terms of the competitive advantages, caz we find they teo have a lot in common, so our argument would be The Swedish institutional framework has uniform impact upon different firms and industries. A key character of Swedish Model is the collective agreement, in other words, Swedish government is less involved in labor relations, collaborated relation between employers and employees provides employee cooperation in companies, such as wage moderation, decision-making. They can be more engaged in corporate governance. Then, the collective agreement is based on strong trade unions and employers organizations. The rate of unionization rate in Sweden is extremely high, over 90% of Swedish belong to a union. It means that there is a considerable degree of autonomy for the social partners to conclude collective agreements. Construction work in Sweden is well paid and there are attractive benefits such as highest levels of maternity leave, generally five weeks of paid vacation a year, and also safe working conditions, which is the top priority in construction industry. In the labor intensive industry, Sweden has attracts skills workforce from domestics well as foreign markets, this leads to sufficient labor force, and the accident rate is low compared to other countries. Besides, the special training system...

Words: 388 - Pages: 2

Free Essay

Barriers to Effictive Communication

...Engineering reports Adapted from: Braham M, Jaspart JP. Is it safe to design a building structure with simple joints, when they are known to exhibit a semi-rigid behaviour? Journal of Constructional Steel Research, 60, 2004, 713-723. Annotated model Executive Summary This report evaluates the assumption that joints which display semiPurpose rigid behaviour can be modelled as frictionless pinned joints in building design calculations. The idealisation is evaluated by Method comparing computer simulations incorporating this assumption with experimental test data for the actual structure. The results Results show that the idealisation is safe and is usually conservative in estimating the structural strength; however these conclusions are limited to cases where the joints display large deformations before rupture of the bolts or welds. Only in few, probably unrealistic Conclusion cases will this assumption lead to unsafe results which overestimate strength. It is recommended that three conditions are necessary for the safety of semi-rigid joints: joints must show enough ductility, Recommendations welds must be well designed in order to avoid premature fracture and the design of the joint must be such that the rotation is practically possible. 1. Introduction Background In building design, joints are classified as pinned, semi-rigid or rigid depending on their stiffness relative to the framing in which they are used. Engineers consider some joints as pinned in their structural...

Words: 1208 - Pages: 5

Free Essay

Structural Analysis

...Structural Engineer’s Pocket Book This Page Intentionally Left Blank Structural Engineer’s Pocket Book Fiona Cobb AMSTERDAM BOSTON HEIDELBERG LONDON NEW YORK OXFORD PARIS SAN DIEGO SAN FRANCISCO SINGAPORE SYDNEY TOKYO Elsevier Butterworth-Heinemann Linacre House, Jordan Hill, Oxford OX2 8DP 200 Wheeler Rd, Burlington, MA 01803 First published 2004 Copyright ª 2004, Fiona Cobb. All rights reserved The right of Fiona Cobb to be identified as the author of this work has been asserted in accordance with the Copyright, Designs and Patents Act 1988 No part of this publication may be reproduced in any material form (including photocopying or storing in any medium by electronic means and whether or not transiently or incidentally to some other use of this publication) without the written permission of the copyright holder except in accordance with the provisions of the Copyright, Designs and Patents Act 1988 or under the terms of a licence issued by the Copyright Licensing Agency Ltd, 90 Tottenham Court Road, London, England W1T 4LP. Applications for the copyright holder’s written permission to reproduce any part of this publication should be addressed to the publisher Permissions may be sought directly from Elsevier’s Science and Technology Rights Department in Oxford, UK: phone: (þ44) (0) 1865 843830; fax: (þ44) (0) 1865 853333; e-mail: permissions@elsevier.co.uk. You may also complete your request on-line via the Elsevier homepage (http://www.elsevier.com), by selecting...

Words: 32006 - Pages: 129

Premium Essay

Dac Test Document

...BRE Building Elements Foundations, basements and external works Performance, diagnosis, maintenance, repair and the avoidance of defects H W Harrison, ISO, Dip Arch, RIBA P M Trotman BRE Garston Watford WD25 9XX Prices for all available BRE publications can be obtained from: CRC Ltd 151 Rosebery Avenue London, EC1R 4GB Tel: 020 7505 6622 Fax: 020 7505 6606 email: crc@construct.emap.co.uk BR 440 ISBN 1 86081 540 5 © Copyright BRE 2002 First published 2002 BRE is committed to providing impartial and authoritative information on all aspects of the built environment for clients, designers, contractors, engineers, manufacturers, occupants, etc. We make every effort to ensure the accuracy and quality of information and guidance when it is first published. However, we can take no responsibility for the subsequent use of this information, nor for any errors or omissions it may contain. Published by Construction Research Communications Ltd by permission of Building Research Establishment Ltd Requests to copy any part of this publication should be made to: CRC Ltd Building Research Establishment Bucknalls Lane Watford, WD25 9XX BRE material is also published quarterly on CD Each CD contains BRE material published in the current year, including reports, specialist reports, and the Professional Development publications: Digests, Good Building Guides, Good Repair Guides and Information Papers. The CD collection gives you the opportunity to build a comprehensive library...

Words: 167696 - Pages: 671

Premium Essay

Leslie Paper House

...there would be enough dimensional lumber to get you to the moon and back six times. Clearly something needs to be done about new construction, remodeling and demolition because of the major negative effects the results are having on the planet Earth. Land resources and the environment are affected by all forms of construction activities. The environment is impacted directly, with regard to the actual tract of land affected and the immediately surrounding area (Yeang, 1999). Moreover, there are various indirect impacts which result from construction activities with wide ranging ecological, social and economic outcomes. These consequences have traditionally been negative, with land resources destroyed in the aspiration of development of buildings and infrastructure. Therefore, it is clear that issues relating to the environment and natural resources are irrefutably linked to construction processes. Construction is the assembling of components or materials together in order to make a structure for a particular purpose – such as providing shelter for...

Words: 1007 - Pages: 5

Premium Essay

Realty Tycoon Simulation Game

...controlled environment. Students of CEC from IIM Raipur created and conceptualized a simulation game, REAL-TY-COON. The main objective of the game is to replicate real life scenario of construction business. The game is based on the concept of demand and supply and how market prices of products are determined. The game consisted of 5 set of teams. 4 set of teams played the role of suppliers and 1 played the role of builders. The division of teams was done as follows: Team Type | Teams | No. of Players | Builders | 5 | 4 | Cement Suppliers | 3 | 2 | Sand Suppliers | 3 | 2 | Stone Suppliers | 3 | 2 | Steel Suppliers | 3 | 2 | The game has 5 rounds. In each round, builders have to build a specific building allocated to them. To build any of the buildings, they have to buy adequate amount of cement, stone, steel and sand from the suppliers. They will be provided with fixed initial amount of cash. Builders can approach bank to get additional cash at a fixed rate of 10% which will be applicable for that round only, carrying forward loan for each extra round will attract an additional 5% rate per round. In case the builders are not able to get a deal from the suppliers in the stipulated time, they need to purchase the required materials by the bank at a fixed rate which might be higher as compared to the market prices. The suppliers will be provided with fixed inventory at the beginning of the game. The Cost Price of the materials will be disclosed only to the suppliers...

Words: 654 - Pages: 3