Free Essay

Fiskal

In:

Submitted By niluh
Words 9309
Pages 38
BAB 9

KEBIJAKSANAAN FISKAL

9.0 Tujuan Bab ini

Setelah membaca bab ini Anda akan memahami:

• Beberapa kebijaksanaan di bidang fiskal dengan tujuan mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru.

• Sistem dan prosedur penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota.

• Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penyusunan anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

• Komponen-komponen yang membentuk APBN secara rinci.

• Bahwa APBN untuk tahun 2002 – 2007 selalu mengalami defisit, yakni anggaran pendapatan selalu lebih kecil dari anggaran belanja.

• Dalam tahun anggaran (1 Januari sampai 31 Desember) sangat mungkin terjadi perubahan-perubahan di dalam perekonomian sehingga asumsi yang digunakan tidak lagi sesuai dengan kenyataan, sehingga oleh karenanya diadakan anggaran perubahan.

• Perbedaan prinsip Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada masa pemerintahan Sukarno dan Suharto. • Sumber-sumber pembiayaan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. • Pola dan tren dari masing-masing komponen sumber pendapatan negara. • Pola dan tren dari masing-masing komponen belanja negara. • Pengaruh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terhadap jumlah uang beredar. • Pengaruh anggaran seimbang terhadap perekonomian. • Sumbangan tabungan pemerintah dalam pembiayaan rupiah pembangunan ekonomi.

9.1 Pengantar

Sistem dan prestasi fiskal satu negara harus dipelajari dalam konteks sejarahnya. Antara tahun 1951-1958 sistem fiskal Indonesia sangat tergantung pada sumber penerimaan yang berasal dari perdagangan internasional. Semenjak akhir 1950an, penerimaan dari sumber-sumber ini sebagai persentase penerimaan total mulai menurun sebagai akibat dari makin memburuknya situasi pasar dunia bagi karet dan barang-barang lainnya, dan juga sebagai akibat dari ditetapkannya kurs devisa yang terlalu rendah sehingga mendorong lebih banyak penyelundupan barang-barang ekspor ke Singapura dan tempat-tempat lain. Sumber-sumber penerimaan dalam negeri ternyata tidak mungkin mengimbangi penurunan penerimaan ini sehingga Pemerintah terpaksa melaksanakan kebijaksanaan anggaran belanja defisit untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang diperlukan. Keadaan ini telah mengakibatkan timbulnya inflasi kumulatif, dan selanjutnya berakhir dengan kehancuran ekonomi pada akhir Orde Lama.

Pemerintah Orde Baru (pemerintahan Soeharto) telah menentukan beberapa kebijaksanaan di bidang anggaran belanja dengan tujuan mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Tindakan-tindakan ini pada dasarnya adalah sbb.:

1. Anggaran belanja dipertahankan agar seimbang dalam arti bahwa pengeluaran total tidak melebihi penerimaan total yang berasal dari sumber dalam negeri maupun sumber dari luar negeri, termasuk bantuan luar negeri.

2. Tabungan pemerintah yang diartikan sebagai penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin diusahakan meningkat dari waktu ke waktu dengan tujuan agar mampu menggeser secara berangsur-angsur bantuan luar negeri dan akhirnya menghilangkan ketergantungan terhadapnya sebagai sumber pembiayaan pembangunan.

3. Basis perpajakan diusahakan diperluas secara berangsur-angsur guna menghindari pengalaman yang kurang menyenangkan di tahun 1959-60. Sasaran ini dicapai dengan cara mengintensifkan penaksiran pajak dan prosedur pengumpulannya.

4. Prioritas harus diberikan kepada pengeluaran-pengeluaran produktif pembangunan, sedangkan pengeluaran-pengeluaran rutin dibatasi. Demikian juga subsidi kepada perusahaan-perusahaan negara dibatasi dan perusahaan-perusahaan ini didorong agar mampu mengembangkan sumber keuangannya sendiri.

5. Kebijaksanaan anggaran diarahkan pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan secara maksimal sumber-sumber dalam negeri, termasuk tenaga kerja dalam negeri, untuk mengembangkan produksi dalam negeri. Dalam hal ini, para produsen dalam negeri diberi rangsangan-rangsangan fiskal agar lebih banyak menggunakan teknologi produksi yang padat karya, dan kalau perlu juga diberikan proteksi terhadap persaingan barang luar negeri.

Sasaran kebijaksanaan seperti ini sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai oleh pemerintah-pemerintah di negara-negara yang sedang berkembang lainnya yang ingin mencapai stabilitas pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan fiskal.

9.2 Prosedur Penyusunan APBN

Ada tiga macam anggaran pendapatan dan belanja yaitu untuk pemerintah pusat, dikenal dengan istilah APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), untuk pemerintahan provinsi, dikenal sebagai APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Provinsi, dan untuk pemerintahan kabupaten/kota, dikenal sebagai APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) kabupaten/kota. Masing-masing anggaran mempunyai unit-unit di mana anggaran penerimaan diperoleh dan anggaran belanja dikeluarkan. Unit kerja untuk APBN adalah semua departemen, seperti misalnya departemen dalam negeri, departemen pendidikan nasional, departemen luar negeri, departemen agama, departemen pertahanan, departemen tenaga kerja dan transmigrasi dan sebagainya. Unit kerja untuk APBD Provinsi adalah kantor gubernur, dan dinas-dinas seperti misalnya dinas pertanian, dinas pendidikan nasional, dinas agama, dinas tenaga kerja dan transmigrasi, dinas kesehatan, dan dinas-dinas lainnya. Sedangkan unit kerja untuk APBD Kabupaten/Kota adalah kantor bupati/wali kota, dan kecamatan-kecamatan. Di dalam kantor kecamatan dikelola semua urusan yang berhubungan dengan kecamatan yang bersangkutan, misalnya urusan kesehatan, urusan pendidikan, urusan pertanian, urusan pertanahan, dan sebagainya.

Prosedur penyusunan anggaran pendapatan dan belanja memakai sistem bottom-up yang artinya dimulai dari unit kerja yang paling bawah, kemudian ke unit kerja yang lebih tinggi. Semua unit kerja yang disebutkan di atas menyusun anggaran pendapatan dan belanja tiap tahun. Misalnya departemen pekerjaan umum, mereka menyusun anggaran pendapatan dan belanjanya dengan mengikuti pola yang sudah ditentukan. Misalnya, pada anggaran belanjanya, pengeluarannya dibedakan menjadi biaya rutin dan biaya pembangunan. Sudah jelas dalam pedoman penyusunan anggaran, pengeluaran-pengeluaran mana yang termasuk pengeluaran rutin (pembayaran gaji pegawai, biaya pemeliharaan untuk listrik, telepon dan sebagainya) dan pengeluaran mana yang termasuk pengeluaran pembangunan. Di departemen tersebut juga dianggarkan jumlah pendapatan untuk tahun anggaran yang dibuat, berapa anggaran untuk penerimaan dalam negeri (yang selanjutnya dibedakan menjadi sumber dari pajak dan bukan pajak), dan mana yang bersifat hibah baik dari dalam maupun dari luar negeri. Sudah jelas, bahwa pos pendapatan dan pengeluaran dari departemen ini mungkin berada di daerah provinsi atau di daerah kabupaten/kota madya. Dalam hal yang demikian ini pos tersebut tetap dimasukkan pada anggaran pendapatan dan belanja departemen yang bersangkutan, bukan pada dinas yang sama (terkait) di provinsi atau kecamatan di mana aktivitas anggaran tersebut terjadi. Misalnya saja, jalan raya yang terletak antar kabupaten dalam ataupun antar provinsi, kesemuanya ini dimasukkan pada anggaran pendapatan dan belanja departemen pekerjaan umum. Demikian juga halnya dengan departemen pendidikan nasional, universitas dan sekolah tinggi, meskipun berlokasi di satu kecamatan, kabupaten, ataupun provinsi tertentu, tetap merupakan bagian dari anggaran pendapatan dan belanja dari departemen pendidikan nasional. Dalam hal satu universitas atau perguruan tinggi mendapat bantuan dari pemerintah provinsi dan/atau Kabupaten/Kota, maka bagian tersebut tidak dimasukkan dalam anggaran pendapatan dan belanja departemen, tetapi dimasukkan pada anggaran pendapatan dan belanja dari pemerintah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota.

Unit kerja di tingkat provinsi juga menyusun anggaran pendapatan dan belanjanya tiap tahun. Misalnya dinas pendidikan nasional menyusun anggaran pendapatan dan belanja tahunannya dan, seperti halnya dengan departemen pekerjaan umum di atas, sudah jelas aktivitas mana yang dimasukkan ke belanja rutin dan belanja pembangunan. Demikian juga untuk anggaran penerimaannya. Demikian juga halnya dengan unit kerja di tingkat kabupaten/kota madya, yakni kecamatan dan kantor bupati, menyusun anggaran pendapatan dan belanjanya tiap tahun.

Perlu diperhatikan, bahwa penyusunan anggaran pada tingkat ini tidak diikuti oleh pertimbangan apakah pendapatannya lebih kecil atau lebih besar dari pengeluarannya. Setelah penyusunan anggaran selesai di tingkat ini, lalu anggaran tersebut diserahkan ke level yang lebih tinggi. Untuk tingkat nasional, semua departemen menyerahkan susunan anggaran pendapatan dan belanjanya di Bappenas (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional), sedangkan untuk tingkat provinsi di Bappeda (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) Provinsi, dan untuk tingkat kabupaten/kota madya di Bappeda Kabupaten/Kota. Di tingkat ini kemudian diadakan penggabungan dan ringkasan dari semua usulan anggaran pendapatan dan belanja dari unit kerja bawahannya. Di sini diadakan pembicaraan atau pertemuan berkali-kali, dan di sini pula (terutama untuk nasional) diadakan pertimbangan berapa anggaran untuk penerimaannya dan bagaimana anggaran untuk pengeluaran dari semua unit. Sebelum anggaran untuk nasional diputuskan, terlebih dahulu, dalam rapat ditentukan asumsi-asumsi yang mendasari anggaran pendapatan dan belanja untuk tahun tertentu. Di bawah ini adalah asumsi yang dipergunakan dalam menyusun APBN-P tahun 2008.

|Asumsi |Angka |
|Pertumbuhan ekonomi |6,4% |
|Inflasi/tahun |6,5 % |
|Nilai tukar rata-rata (Rp/$) |Rp.9.150/US$. |
|Suku Bunga SBI 3 bulan rata-rata |7,5 % |
|Lifting minyak Indonesia (Juta barel/hari) |0,910 juta barel per hari. |

Dengan memakai asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen bersama dengan tingkat inflasi 6,5 % untuk tahun 2008 maka dapat diperkirakan jumlah penghasilan nasional atau produk domestik bruto untuk tahun tersebut baik yang real maupun yang disesuaikan dengan tingkat inflasi. Dengan menentukan besarnya penghasilan nasional dapat pula diperkirakan jumlah pajak yang diharapkan untuk tahun tersebut, angka mana sangat diperlukan dalam penyusunan APBN. Dengan memakai asumsi ini juga dapat diperkirakan beberapa besaran ekonomi lainnya, seperti perkembangan sektor industri dan sektor lainnya. Asumsi tentang nilai tukar rata-rata dalam tahun anggaran diperlukan karena penerimaan dalam APBN tidak hanya dalam bentuk rupiah tetapi juga dalam bentuk mata uang asing, terutama dolar Amerika Serikat, sehingga pendapatan dan belanja dalam bentuk dolar harus dikonversi menjadi rupiah untuk menentukan APBN. Asumsi mengenai tingkat bunga SBI 3 bulan juga diperlukan oleh karena dalam hampir semua kesempatan pemerintah mempunyai hutang dalam bentuk SBI kepada Bank Indonesia, sehingga dengan demikian bisa dihitung berapa bunga hutang pemerintah kepada Bank Indonesia. Terakhir, asumsi yang diperlukan adalah jumlah produksi minyak mentah Indonesia per hari. Hal ini terkait dengan usaha untuk menaksir berapa minyak mentah yang harus diimpor untuk kepentingan konsumsi masyarakat dan berapa besar subsidi yang harus disiapkan oleh pemerintah.

Dengan menggunakan data yang diperoleh dari semua departemen dan asumsi di atas maka pemerintah atau Bappenas dapat menyelesaikan penyusunan APBN tahun tertentu. APBN yang telah disusun oleh pemerintah ini mungkin bersifat defisit (belanja lebih besar dari pendapatan), atau seimbang (belanja sama dengan pendapatan), atau surplus (pendapatan lebih besar dari belanja). Namun dalam sejarah APBN Indonesia keadaan defisit lebih sering atau selalu dihadapi oleh APBN. Setelah pembahasan APBN selesai di tingkat pemerintah, konsep APBN tersebut disampaikan ke DPR untuk dibahas. Di sini, APBN dibahas berulang-ulang; masing-masing pos pendapatan dan pos belanja dibahas dengan teliti oleh komisi di DPR. Setelah semuanya dianggap memadai dan APBN yang diusulkan oleh pemerintah dapat diterima oleh DPR maka APBN itu diundangkan menjadi Undang-Undang APBN untuk tahun tertentu. Kemudian APBN itu diterapkan oleh pemerintah sesuai dengan undang-undang yang telah ditetapkan.

Dengan telah ditentukan APBN maka sumber dana pemerintah daerah dari APBN dapat diketahui dan oleh karenanya APBD Provinsi maupun APBD Kabupaten/Kota dapat disusun untuk kemudian diserahkan kepada DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mendapat pengesahan dan diundangkan menjadi Peraturan Daerah, serta kemudian dilaksanakan oleh pemerintah daerah.

3. Struktur APBN

Struktur APBN atau komponen-komponen yang membentuk APBN adalah pendapatan dan pengeluaran negara, yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9.1 pada halaman berikut.

Tabel 9.1 menunjukkan bahwa APBN selalu mengalami defisit dan ternyata baik pendapatan maupun belanja negara telah mengalami perkembangan yang lebih dari dua kali lipat dalam kurun waktu lima tahun (2002 – 2007). Selanjutnya marilah kita bicarakan APBN Perubahan dan realisasinya, kemudian pembiayaan defisit dan setelah itu baru pola perkembangan dari masing-masing komponen pendapatan dan belanja negara.

9.4 APBN Perubahan dan Realisasi

Dalam pelaksanaannya sepanjang Tahun Anggaran (1 Januari sampai 31 Desember) sangat mungkin terjadi perubahan-perubahan di dalam perekonomian sehingga asumsi yang digunakan tidak lagi sesuai dengan kenyataan. Sebagai contoh pada Tahun Anggaran 2007 telah terjadi kenaikan harga minyak mentah dunia, berturut-turut seolah-olah tidak bisa distop. Akhirnya perlu diadakan penyesuaian APBN, karena perubahan harga bahan bakar minyak di dalam negeri, perubahan jumlah subsidi bahan bakar minyak dan sebagainya. APBN yang disesuaikan itu disebut APBN-P (APBN-Perubahan). Demikian juga halnya untuk tahun 2008, telah terjadi perubahan harga bahan bakar minyak mentah dunia, namun terjadi penurunan, bukan kenaikan seperti tahun sebelumnya. Oleh karena itu APBN-P juga harus disusun. APBN-P dibuat setiap tahun sekitar bulan Oktober oleh karena selalu terjadi perbedaan antara asumsi dan kenyataan. Dalam penyusunan APBN-P pun diperlukan asumsi seperti di atas. Harus dimaklumi bahwa APBN yang disusun, baik untuk APBN awal maupun APBN-P, adalah anggaran, sehingga oleh karenanya sangat mungkin berbeda dengan angka-angka realisasi, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 9.2 di halaman berikut:

Tabel 9.1: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, 2002-2007 (miliar rupiah)

| |2002 |2003 |2004 |2005-P |2006-P |2007-P |
|Pendapatan Negara dan Hibah |298.605 |341.396 |349.934 |540.126 |659.115 |694.088 |
|Penerimaan dalam negeri |298.528 |340.929 |349.300 |532.671 |654.882 |690.265 |
|Penerimaan Perpajakan |210.088 |242.048 |272.175 |351.974 |425.053 |492.011 |
|Pajak Dalam Negeri |199.512 |230.934 |260.224 |334.403 |410.226 |474.551 |
|-Pajak Penghasilan (Pph) |101.874 |115.016 |133.968 |180.253 |213.698 |251.748 |
|Nonmigas |84.404 |95.293 |120.835 |143.017 |175.012 |214.481 |
|Migas |17.469 |19.723 |13.133 |37.236 |36.686 |37.268 |
|- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) |65.153 |77.082 |86.273 |102.671 |132.876 |152.057 |
|- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) |6.228 |8.677 |8.031 |13.375 |18.154 |22.026 |
|-BPH Atas Tanah & Bangunan |1.600 |2.229 |2.668 |3.661 |4.386 |3.966 |
|- Cukai |23.189 |26.277 |27.671 |32.245 |38.523 |42.035 |
|- Pajak Lainnya |1.469 |1.654 |1.614 |2.198 |2.590 |2.720 |
|Pajak Perdagangan Internasional |10.575 |11.114 |11.951 |17.570 |14.827 |17.460 |
|Bea Masuk |10.344 |10.885 |11.636 |16.591 |13.853 |14.418 |
|Pajak Ekspor |231 |230 |315 |980 |1.244 |3.042 |
|Penerimaan Bukan Pajak |88.440 |98.880 |77.125 |180.697 |229.829 |198.254 |
|Penerimaan Sumber Daya Alam |64.755 |67.739 |47.241 |144.361 |165.695 |115.053 |
|Minyak Bumi |47.686 |48.871 |28.248 |102.196 |122.964 |78.235 |
|Gas Alam |12.325 |12.631 |15.754 |36.364 |36.825 |29.484 |
|SDA Lainnya |4.744 |6.238 |3.238 |5.801 |5.906 |7.334 |
|Bagian Laba BUMN |9.760 |12.833 |11.454 |12.000 |20.800 |21.800 |
|Surplus Bank Indonesia |- |- |- |- |- |13.669 |
|PNBP lainnya |13.925 |18.308 |18.430 |24.336 |43.334 |47.731 |
|Hibah |78 |468 |634 |7.455 |4.233 |3.823 |
|Belanja Negara |322.180 |376.505 |374.351 |565.070 |699.099 |752.373 |
|Anggaran Belanja Pemerintah Pusat |223.976 |256.191 |255.309 |411.667 |478.250 |498.172 |
|Pengeluaran Rutin |186.651 |186.944 |184.438 |326.924 |408.470 |426.488 |
|Belanja Pegawai |39.480 |47.662 |56.738 |61.167 |79.075 |97.983 |
|Belanja Barang |12.777 |14.992 |17.280 |42.312 |55.992 |61.824 |
|Pembayaran Bunga Hutang |87.667 |65.351 |65.651 |60.982 |82.495 |83.555 |
|Utang Dalam Negeri |25.406 |46.356 |41.276 |42.307 |58.155 |58.803 |
|Utang Luar Negeri |62.621 |18.995 |24.375 |18.675 |24.340 |24.752 |
|Subsidi |43.628 |43.899 |26.362 |119.089 |107.628 |105.073 |
|Subsidi BBM |31.162 |30.038 |14.527 |89.194 |80.609 |55.604 |
|Subsidi Non BBM |12.466 |9.901 |10.995 |23.643 |21.367 |49.469 |
|Pajak Ditanggung Pemerintah |- |3.960 |840 |6.253 |5.651 |0 |
|Bantuan Sosial |- |- |- |- |41.018 |52.272 |
|Pengeluaran Rutin Lainnya |3.099 |15.042 |18.407 |43.374 |42.262 |25.781 |
|Pengeluaran Pembangunan |37.325 |69.247 |70.871 |84.743 |69.780 |71.684 |
|Pembiayaan Rupiah |25.608 |47.510 |50.500 |54.747 |55.258 |70.826 |
|Pembiayaan Proyek |11.717 |21.737 |20.371 |29.997 |25.475 |23.205 |
|Anggaran Belanja Untuk Daerah |98.204 |120.314 |119.042 |153.402 |220.850 |254.201 |
|Dana Perimbangan |94.657 |111.070 |112.187 |146.160 |216.798 |244.608 |
|Dana Bagi Hasil |24.884 |31.370 |26.928 |52.567 |59.564 |62.726 |
|Dana Alokasi Umum |69.159 |76.978 |82.131 |88.766 |145.664 |164.787 |
|Dana Alokasi Khusus |613 |2.723 |3.128 |4.828 |11.570 |17.094 |
|Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang |3.548 |9.244 |6.855 |7.243 |4.052 |9.593 |

Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007.

Tabel 9.2 Beda antara APBN-P dan Realisasi, 2006-2007
| |APBN 2006 (miliar Rp) |APBN 2007 (miliar Rp) |
| |Peru |Reali | |Peru |Reali | |
| |bahan |sasi |(2):(1) |Bahan |sasi |(4):(3) |
| |(1) |(2) | |(3) |(4) | |
|Pendapatan Negara dan Hibah |659.115 |637.797 |0,968 |694.088 |708.494 |1,021 |
|Penerimaan dalam negeri |654.882 |635.940 |0,971 |690.265 |706.791 |1,024 |
|Penerimaan Perpajakan |425.053 |409.055 |0,962 |492.011 |491.835 |1,000 |
|Pajak Dalam Negeri |410.226 |395.822 |0,965 |474.551 |470.906 |0,992 |
|Pajak Perdagangan Internasional |14.827 |13.233 |0,892 |17.460 |20.929 |1,199 |
|Penerimaan Bukan Pajak |229.829 |226.885 |0,987 |198.254 |214.956 |1,084 |
|Hibah |4.233 |1.857 |0,439 |3.823 |1.704 |0,446 |
|Belanja Negara |699.099 |670.591 |0,959 |752.373 |757.245 |1,006 |
|Anggaran Belanja Pemerintah Pusat |478.250 |444.197 |0,929 |498.172 |503.977 |1,012 |
|Pengeluaran Rutin |408.470 |385.266 |0,943 |426.488 |439.570 |1,031 |
|Pengeluaran Pembangunan |69.780 |58.931 |0,845 |71.684 |64.407 |0,898 |
|Anggaran Belanja Untuk Daerah |220.850 |226.394 |1,025 |254.201 |253.268 |0,996 |

Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007, Tabel 30 (diolah).

9.5 Pembiayaan Defisit Anggaran

Pada seksi sebelumnya telah diungkapkan bahwa baik APBN maupun APBD bisa surplus, seimbang, ataupun defisit. Dalam hal APBN yang surplus, di mana pendapatan negara lebih besar dari belanja negara, satu keadaan yang jarang sekali terjadi atau boleh dikatakan tidak pernah terjadi di Indonesia, rupanya tidak ada masalah. Kelebihan pendapatan dapat saja dipergunakan untuk membiayai belanja tahun berikutnya. Demikian juga halnya dengan APBD yang mengalami surplus. Namun beberapa tahun yang lalu, beberapa Pemerintah Daerah mengalami surplus dalam APBDnya, dan sebagian/seluruh surplus tersebut dibelikan SBI (Sertifikat Bank Indonesia). Satu hal yang oleh masyarakat dianggap kurang bijaksana, karena bagaimana pertanggung jawaban bunga yang diperoleh, dipergunakan untuk apa, malah tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa hasil bunga dari SBI akan merupakan sumber korupsi di daerah.

Pada masa pemerintahan Suharto APBN selalu disusun agar seimbang (pendapatan negara sama dengan belanja negara). Anggaran yang demikian ini dikenal dengan balance budget. Kalau APBN selama Orde Baru ditinjau tahun demi tahun, sesungguhnya tidaklah selalu terjadi keseimbangan, melainkan pada satu tahun terjadi defisit dan pada tahun lainnya terjadi surplus, namun pemerintah selalu mengatakan bahwa kebijaksanaan anggaran adalah anggaran seimbang dalam jangka panjang (lebih dari satu tahun). APBD pun sesungguhnya demikian keadaannya, yakni terjadi surplus/defisit, namun jumlahnya tidak begitu besar sehingga tidak dipermasalahkan oleh masyarakat, sehingga seolah-olah terjadi keseimbangan dalam APBD dan hal yang demikian ini dianggap sebagai hal yang ideal.

Pada masa pemerintahan Sukarno (Orde Lama), pemerintah selalu mengalami defisit dalam APBNnya. Hal ini oleh karena penerimaan dari pajak sangat kecil karena perekonomian yang boleh dikatakan tidak berkembang (stagnan), sedangkan pengeluaran pemerintah selalu mengalami peningkatan yang disebabkan oleh, antara lain, pembiayaan untuk keamanan (perang) di dalam negeri maupun untuk melawan penjajahan, neokolonialisme, dan neoliberalisme. APBN pada waktu itu selalu dikatakan memakai sistem defisit spending, kelebihan belanja dari pendapatan dibiayai dengan mencetak uang. Pada masa Pasca Suharto pun sering terjadi defisit dalam APBN, namun tidak dikatakan memakai kebijaksanaan defisit spending, oleh karena tidak dibiayai melalui pencetakan uang. Pembiayaan defisit anggaran dibiayai dari sumber dalam dan luar negeri. Sumber pembiayaan dari dalam negeri bisa berasal dari perbankan maupun non bank di dalam negeri. Sumber dari non bank dalam negeri dapat berupa: (a) hasil dari privatisasi perusahaan negara, (b) penjualan aset restrukturisasi perbankan, (c) penjualan obligasi negara, dan/atau (d) dana investasi dari pemerintah. Sedangkan sumber pembiayaan defisit dari luar negeri bisa berupa penarikan pinjaman luar negeri (baik berupa pinjaman program maupun pinjaman proyek) dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri. Contoh pembiayaan defisit APBN 2008 dapat dilihat pada tabel berikut. Defisit APBN yang sama dengan atau lebih kecil dari dua persen dari PDB (produk domestik bruto) masih dianggap normal (dapat diterima).

Tabel 9.3: Pembiayaan Defisit APBN 2008 (dalam triliun rupiah dan % dari PDB

|Sumber pembiayaan |Triliun Rupiah |% dari PDB |
|Jumlah Defisit APBN 2008 |186,8 |2,0 |
|Pembiayaan Dalam Negeri |104,2 |2,4 |
|Perbankan Dalam Negeri |(11,7) |(0,3) |
|Non Perbankan Dalam Negeri |115,9 |2,7 |
|Privatisasi Neto |1,5 |0,0 |
|Penjualan Aset Restrukturisasi Perbankan |0,6 |0,0 |
|Penjualan Obligasi Negara, Neto |116,6 |2,7 |
|Dana Investasi Pemerintah |(2,8) |(0,1) |
| | | |
|Pembiayaan Luar Negeri |(17,4) |(0,4) |
|Penarikan Pinjaman Luar Negeri, bruto |44,2 |1,0 |
|Pinjaman Program |23,8 |0,6 |
|Pinjaman Proyek |20,4 |0,5 |
|Pembayaran Cicilan Pokok ULN |(61,6) |(1,4) |

Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007.

9.6 Pola Penerimaan Pemerintah

Kebijaksanaan fiskal pada umumnya (juga di Indonesia) terdiri dari kebijaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara/pemerintah. Penerimaan pemerintah Indonesia dibedakan menjadi:

1. Penerimaan dalam negeri, yang tidak lain daripada seluruh penerimaan baik yang berupa pajak ataupun penerimaan bukan pajak, dan

2. Hibah, yang merupakan bantuan pihak ketiga (yang tidak mengikat) kepada pemerintah baik yang datang dari dalam negeri maupun yang dari luar negeri. Anggaran untuk dua komponen ini dari 2002 – 2007 (dalam miliar rupiah) adalah sebagai berikut:

Data mengenai penerimaan dalam negeri dan hibah disajikan dalam bentuk yang lebih rinci pada Tabel 9.4, di mana ternyata bahwa jumlah penerimaan negara dari tahun 2002 selalu mengalami kenaikan dari Rp.298.605 miliar menjadi Rp. 694.088 miliar pada tahun 2007, atau telah menjadi dua kali lipat dalam enam tahun atau rata-rata kenaikan sebesar 50 persen. Dari jumlah ini hanya sebagian kecil (kurang dari satu persen) merupakan hibah yang ternyata mengalami kenaikan pada tiga tahun pertama untuk kemudian mengalami penurunan pada dua periode terakhir.

Tabel 9.4: Anggaran Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah, 2002-2007
| |Penerimaan dalam negeri |Hibah |Jumlah |
|Tahun | | | |
| |Miliar Rp. |Persen |Miliar Rp |Persen | |
|2002 |298.528 |0,9997 |78 |0,0003 |298.605 |
|2003 |340.929 |0,9986 |468 |0,0014 |341.396 |
|2004 |349.300 |0,9982 |634 |0,0018 |349.934 |
|2005 |532.671 |0,9862 |7.455 |0,0138 |540.126 |
|2006 |654.882 |0,9936 |4.233 |0,0064 |659.115 |
|2007 |690.265 |0,9945 |3.823 |0,0055 |694.088 |

Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007.

Penerimaan dalam negeri dibedakan menjadi: 1. Penerimaan dari perpajakan (baik pajak langsung maupun tidak langsung, baik di dalam negeri maupun pajak dari perdagangan internasional), dan

2. Penerimaan bukan pajak (PNBP), semua penerimaan negara yang bukan pajak seperti halnya uang sekolah (SPP), penerimaan dari penjualan bibit oleh departemen yang membuat pembibitan untuk rakyat, aset milik pemerintah yang dijual kepada rakyat seperti misalnya rumah dinas, mobil dinas dan sebagainya. Anggaran untuk dua komponen ini untuk 2002 – 2007 (dalam miliar rupiah) adalah seperti pada Tabel 9.5.

Tabel 9.5: Anggaran Penerimaan Dari Pajak dan Bukan Pajak, 2002-2007
| |Dari Pajak |Dari Bukan Pajak |Jumlah |
|Tahun | | | |
| |Miliar Rp. |Proporsi |Miliar Rp |Proporsi |Miliar Rp. |
|2002 |210.088 |0,7037 |88.440 |0,2963 |298.528 |
|2003 |242.048 |0,7099 |98.880 |0,2901 |340.929 |
|2004 |272.175 |0,7790 |77.125 |0,2210 |349.300 |
|2005 |351.974 |0,6608 |180.697 |0,3392 |532.671 |
|2006 |425.053 |0,6491 |229.829 |0,3509 |654.882 |
|2007 |492.011 |0,7128 |198.254 |0,2872 |690.265 |

Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007.

Dari angka-angka dalam Tabel 9.5 ternyata bahwa baik anggaran penerimaan negara dari perpajakan maupun bukan pajak telah mengalami kenaikan lebih dari dua kali lipat dalam kurun waktu enam tahun dari 2002 sampai 2007, yakni untuk penerimaan negara dari perpajakan telah menjadi 2,34 kali dari jumlah tahun 2002, sedangkan dari sumber bukan pajak telah menjadi 2,24 dari jumlah tahun 2002. Ini berarti usaha-usaha intensifikasi dan ekstensifikasi penagihan pajak dan bukan pajak telah membuahkan hasil, meskipun tidak tertutup kemungkinan perbaikan di masa akan datang.

Dari sudut jumlah penerimaan pajak telah terjadi kenaikan yang terus menerus dari tahun 2002 sejumlah Rp. 210.088 miliar menjadi Rp.492.001 miliar pada tahun 2007, sedangkan angka-angka untuk bukan pajak juga terus mengalami peningkatan dari Rp.88.440 miliar pada tahun 2002 menjadi Rp.198.254 miliar pada tahun 2007. Perbandingan di antara keduanya adalah sekitar dua pertiga untuk pajak dan sisanya sepertiga dari sumber bukan pajak.

Selanjutnya penerimaan negara dari pajak dibedakan menjadi:

1. Pajak Dalam Negeri, yang terdiri dari komponen: Pajak Penghasilan (Pph) dari Migas dan Nonmigas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan, Cukai, dan Pajak Lainnya, dan

2. Pajak dari perdagangan internasional, pajak impor dan pungutan administrasi ekspor.

Untuk periode 2002 sampai dengan 2007 anggaran penerimaan pemerintah dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional ditunjukkan oleh Tabel 9.6, di mana ternyata bahwa lebih dari sembilan puluh lima persen merupakan pajak dari dalam negeri dan sisanya kurang dari lima persen berasal dari pajak perdagangan internasional. Anggaran Pendapatan dari Perpajakan dalam Negeri untuk 2002-2007 ditunjukkan pada Tabel 9.7, di mana sekitar 50 persen dari pajak dalam negeri datang dari pajak penghasilan perorangan dan perusahaan, dari jumlah mana sebagian besar berasal dari pajak atas migas.

Tabel 9.6: Anggaran Penerimaan dari Pajak, 2002-2007
| | |Pajak Perdagangan | |
|Tahun |Pajak dalam Negeri |Internasional |Jumlah |
| |Miliar Rp. |Proporsi |Miliar Rp. |Proporsi |Miliar Rp. |
|2002 |199.512 |0,9497 |10.575 |0,0503 |210.088 |
|2003 |230.934 |0,9541 |11.114 |0,0459 |242.048 |
|2004 |260.224 |0,9561 |11.951 |0,0439 |272.175 |
|2005 |334.403 |0,9501 |17.570 |0,0499 |351.974 |
|2006 |410.226 |0,9651 |14.827 |0,0349 |425.053 |
|2007 |474.551 |0,9545 |17.460 |0,0355 |492.011 |

Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2008

Pajak pertambahan nilai juga memberikan kontribusi yang cukup besar (yakni sekitar 33 persen dari jumlah penerimaan pajak dalam negeri, kemudian diikuti oleh cukai (sekitar 12 persen). Sisanya sekitar 5 persen merupakan kontribusi dari pajak bumi dan bangunan (sekitar 3 persen) dan Bea perolehan atas tanah dan bangunan dan pajak lainnya.

Tabel 9.7: Anggaran Pendapatan dari Perpajakan dalam Negeri, 2002-2007

| |2002 |2003 |2004 |2005 |2006 |2007 |
| Pajak Dalam Negeri |199.512 |230.934 |260.224 |334.403 |410.226 |474.551 |
|- Pajak Penghasilan (Pph) |101.874 |115.016 |133.968 |180.253 |213.698 |251.748 |
|Nonmigas |84.404 |95.293 |120.835 |143.017 |175.012 |214.481 |
|Migas |17.469 |19.723 |13.133 |37.236 |36.686 |37.268 |
|- Pajak Pertambahan Nilai -Pajak Bumi dan |65.153 |77.082 |86.273 |102.671 |132.876 |152.057 |
|Bangunan -Bea Perolehan Hak Atas |6.228 |8.677 |8.031 |13.375 |18.154 |22.026 |
|Tanah &Bangunan | | | | | | |
|-Cukai |1.600 |2.229 |2.668 |3.661 |4.386 |3.966 |
|-Pajak Lainnya |23.189 |26.277 |27.671 |32.245 |38.523 |42.035 |
| |1.469 |1.654 |1.614 |2.198 |2.590 |2.720 |

Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007.

Sedangkan pajak dari perdagangan internasional adalah sebagai berikut di mana sebagian besar karena bea masuk untuk impor, sedangkan pajak ekspornya hanyalah sekedar bea administrasi ekspor seperti terlihat pada Tabel 9.8 berikut.

Tabel 9.8: Anggaran Pendapatan dari Pajak Perdagangan Internasional, 2002-2007 (miliar Rp.)
| |2002 |2003 |2004 |2005 |2006 |2007 |
| Pajak Perdagangan Internasional |10.575 |11.114 |11.951 |17.570 |14.827 |17.460 |
|Bea Masuk |10.344 |10.885 |11.636 |16.591 |13.853 |14.418 |
|Pajak Ekspor |231 |230 |315 |980 |1.244 |3.042 |

Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007.

Komponen Penerimaan negara dari Bukan Pajak beserta jumlah (dalam miliar rupiah) dapat dilihat pada Tabel 9.9 di bawah ini. Dari tabel tersebut kelihatan bahwa komponen Penerimaan Negara Bukan Pajak yang paling besar adalah dari Sumber Daya Alam, di mana Minyak Bumi mempunyai pangsa lebih dari 60 persen, kemudian diikuti oleh Gas Alam sekitar 20 persen dari total sumbangan sumber daya alam. Komponen lain dari Penerimaan Bukan Pajak, selain dari penerimaan dari SDA, adalah Bagian Laba BUMN, Surplus Bank Indonesia, dan PNBP lainnya (lihat tabel).

Tabel 9.9: Anggaran Pendapatan dari Bukan Pajak (Rp.miliar), 2002-2007
| |2002 |2003 |2004 |2005 |2006 |2007 |
|Penerimaan Bukan Pajak |88.440 |98.880 |77.125 |180.697 |229.829 |198.254 |
|-Penerimaan dari SDA |64.755 |67.739 |47.241 |144.361 |165.695 |115.053 |
|*Minyak Bumi |47.686 |48.871 |28.248 |102.196 |122.964 |78.235 |
|*Gas Alam |12.325 |12.631 |15.754 |36.364 |36.825 |29.484 |
|*SDA Lainnya |4.744 |6.238 |3.238 |5.801 |5.906 |7.334 |
|-Bagian Laba BUMN |9.760 |12.833 |11.454 |12.000 |20.800 |21.800 |
|-Surplus Bank Indonesia |- |- |- |- |- |13.669 |
|- PNBP lainnya |13.925 |18.308 |18.430 |24.336 |43.334 |47.731 |

Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007.

9.7 Pola Pengeluaran Pemerintah

Anggaran belanja negara/pemerintah terdiri dari anggaran untuk Pemerintah Pusat dan anggaran untuk Pemerintah Daerah, di mana anggaran untuk Pemerintah Pusat sekitar dua kali dari anggaran untuk Pemerintah Daerah, seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 9.10 di bawah ini. Dalam kurun waktu enam tahun Pemerintah telah mampu meningkatkan anggaran belanjanya lebih dari dua kali lipat dari sebesar Rp 322 triliun pada tahun 2002 menjadi lebih dari Rp752 triliun pada tahun 2007. Kelipatan ini juga berlaku baik untuk belanja Pemerintah Pusat maupun untuk Pemerintah Daerah.

Tabel 9.10: Anggaran Belanja Pemerintah, 2002-2007 (Miliar rupiah)
| |2002 |2003 |2004 |2005-P |2006-P |2007-P |
| | | | | | | |
|Belanja Negara |322.180 |376.505 |374.351 |565.070 |699.099 |752.373 |
|-Pemerintah Pusat |223.976 |256.191 |255.309 |411.667 |478.250 |498.172 |
|-Pemerintah Daerah |98.204 |120.314 |119.042 |153.402 |220.850 |254.201 |

Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007.

Anggaran belanja untuk Pemerintah Pusat, demikian juga keadaannya untuk Pemerintah Daerah, dibedakan menjadi untuk pengeluaran rutin (administrasi pemerintahan) dan untuk pengeluaran pembangunan. Anggaran rutin Pemerintah Pusat relatif tetap untuk 2002, 2003, dan 2004, sekitar 180an triliun rupiah kemudian melonjak tajam ke tahun 2005-P (Perubahan yang telah disetujui DPR) menjadi di atas 325 triliun rupiah dan pada anggaran 2007-P menjadi di atas 426 triliun rupiah. Perubahan dengan kecepatan yang hampir sama juga terjadi pada anggaran belanja untuk pembangunannya.

Tabel 9.11: Anggaran Belanja Pemerintah Pusat, 2002-2007 (Miliar Rp)
| |2002 |2003 |2004 |2005-P |2006-P |2007-P |
|Anggaran Belanja Pusat |223.976 |256.191 |255.309 |411.667 |478.250 |498.172 |
|-Rutin |186.651 |186.944 |184.438 |326.924 |408.470 |426.488 |
|- Pembangunan |37.325 |69.247 |70.871 |84.743 |69.780 |71.684 |

Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007.

Rincian Anggaran Belanja Rutin Pemerintah Pusat ditunjukkan pada Tabel 9.12 berikut. Hal yang perlu mendapat perhatian di sini adalah anggaran rutin untuk pembayaran bunga hutang dalam dan luar negeri. Jumlah pembayaran bunga hutang ini sekitar 90 triliun rupiah dari anggaran rutin sejumlah 186 triliun pada tahun 2002, mengalami penurunan untuk tiga tahun berturut-turut (2003, 2004, dan 2005) menjadi sekitar 60an triliun rupiah dari anggaran Rutin 2005-P sekitar 326 triliun untuk kemudian meningkat ke level semula untuk tahun 2007-P, menjadi lebih dari 83 triliun rupiah. Terjadi perubahan pembayaran bunga hutang dari untuk hutang luar negeri (makin menurun) diganti dengan untuk hutang dalam negeri (makin meningkat).

Komponen lain yang perlu mendapat perhatian dalam anggaran rutin Pemerintah Pusat adalah untuk pembayaran subsidi (BBM dan Non BBM) yang selalu mengalami peningkatan dari sekitar 44 triliun rupiah pada anggaran 2002 menjadi sekitar 120 triliun rupiah untuk anggaran 205-P dan terus berada di atas 100 triliun sampai 2007-P. Anggaran untuk pembayaran bunga hutang dan untuk subsidi menelan sebagian besar anggaran rutin. Katakanlah untuk anggaran 2002, anggaran untuk dua komponen ini lebih dari 130 triliun rupiah dari anggaran rutin yang jumlahnya hanya 186 triliun rupiah (sekitar 65 persen), dan untuk anggaran 2005-P jumlah ini mendekati 190 triliun rupiah dari anggaran rutin sebesar 326 triliun (sekitar 65 persen). Jumlah ini berada jauh di atas anggaran untuk pembayaran gaji pegawai, yang untuk anggaran 2005-P hanya berjumlah 61 triliun, dan untuk anggaran 2007-P berjumlah 98 triliun.

Tabel 9.12: Anggaran Belanja Pengeluaran Rutin (miliar rupiah)
| |2002 |2003 |2004 |2005-P |2006-P |2007-P |
| | | | | | | |
|Pengeluaran Rutin |186.651 |186.944 |184.438 |326.924 |408.470 |426.488 |
|-Belanja Pegawai |39.480 |47.662 |56.738 |61.167 |79.075 |97.983 |
|-Belanja Barang |12.777 |14.992 |17.280 |42.312 |55.992 |61.824 |
|-Pembayaran Bunga |87.667 |65.351 |65.651 |60.982 |82.495 |83.555 |
|Utang Dalam Negeri |25.406 |46.356 |41.276 |42.307 |58.155 |58.803 |
|Utang Luar Negeri |62.621 |18.995 |24.375 |18.675 |24.340 |24.752 |
|-Subsidi |43.628 |43.899 |26.362 |119.089 |107.628 |105.073 |
|BBM |31.162 |30.038 |14.527 |89.194 |80.609 |55.604 |
|Non BBM |12.466 |9.901 |10.995 |23.643 |21.367 |49.469 |
|-Pajak Ditanggung Pemrth |- |3.960 |840 |6.253 |5.651 |0 |
|-Bantuan Sosial |- |- |- |- |41.018 |52.272 |
|-Pengeluaran Rutin lainnya |3.099 |15.042 |18.407 |43.374 |42.262 |25.781 |

Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007.

Anggaran pembangunan untuk Pemerintah Pusat yang terdiri dari pembiayaan rupiah dan pembiayaan proyek (dana luar negeri) ditunjukkan pada Tabel 9.13.

Tabel 9.13: Anggaran Belanja Pengeluaran Pembangunan, 2002-2007 (miliar Rp)
| |2002 |2003 |2004 |2005-P |2006-P |2007-P |
| Pengeluaran Pembangunan |37.325 |69.247 |70.871 |84.743 |69.780 |71.684 |
|Pembiayaan Rupiah |25.608 |47.510 |50.500 |54.747 |55.258 |70.826 |
|Pembiayaan Proyek |11.717 |21.737 |20.371 |29.997 |25.475 |23.205 |

* Angka pengeluaran pembangunan, pembiayaan rupiah dan proyek untuk 2006 dan 2007 sudah sesuai dengan aslinya (kalau dijumlahkan tidak cocok).
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007.

Anggaran belanja negara untuk pembiayaan Pemerintah Daerah terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus (+ penyeimbang). Dana Perimbangan terdiri dari dana Bagi hasil, dana Alokasi umum dan dana alokasi khusus. Anggaran untuk pembiayaan Pemerintah daerah untuk 2002 – 2007-P secara rinci ditunjukkan pada Tabel 9.14.

Tabel 9.14: Anggaran Belanja untuk Pemerintah Daerah (miliar rupiah)
| |2002 |2003 |2004 |2005-P |2006-P |2007-P |
|Anggaran Belanja Daerah |98.204 |120.314 |119.042 |153.402 |220.850 |254.201 |
|Dana Perimbangan |94.657 |111.070 |112.187 |146.160 |216.798 |244.608 |
|Dana Bagi Hasil |24.884 |31.370 |26.928 |52.567 |59.564 |62.726 |
|Dana Alokasi Umum |69.159 |76.978 |82.131 |88.766 |145.664 |164.787 |
|Dana Alokasi Khusus |613 |2.723 |3.128 |4.828 |11.570 |17.094 |
|Dana Otonomi Khusus dan | | | | | | |
|Penyeimbang |3.548 |9.244 |6.855 |7.243 |4.052 |9.593 |

Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007.

Anggaran belanja negara untuk Pembiayaan Pemerintah Daerah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pembiayaan ini dibicarakan dengan rinci pada Pasal 10 sampai Pasal 42, yang pada prinsipnya menjelaskan bahwa dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Data mengenai anggaran belanja daerah untuk tahun 202 – 2007 disajikan pada Tabel 9.14, di mana dana alokasi umum menempati porsi terbesar yang diikuti oleh dana bagi hasil dan terakhir dana alokasi khusus.

8. Pengaruh APBN terhadap Jumlah Uang Beredar

Kita semuanya mengetahui bahwa kebijaksanaan moneter dalam arti luas adalah kebijaksanaan moneter dalam arti sempit (uang dan lembaga keuangan) dan kebijaksanaan APBN. Jadi, APBN itu adalah alat kebijakan moneter. Tentu saja demikian halnya, karena setiap rupiah yang diambil dari masyarakat dan masuk ke kas negara akan mempengaruhi jumlah uang beredar di masyarakat. Demikian juga halnya dengan setiap rupiah yang keluar dari pemerintah, entah itu dipergunakan untuk membayar gaji pegawai ataupun membayar subsidi atau untuk membiayai proyek pembangunan akan meningkatkan jumlah uang beredar di masyarakat. Jadi semua aktivitas pendapatan dan belanja negara akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar di masyarakat.

Apabila jumlah (realisasi) pengeluaran negara persis sama dengan jumlah (realisasi) penerimaan negara, katakanlah Rp. 1.000 triliun, maka jumlah uang yag beredar di masyarakat berkurang sebesar jumlah tersebut karena penerimaan negara dan dengan jumlah yang sama jumlah uang yang beredar di masyarakat bertambah karena pengeluaran negara. Kalau realisasi APBN ternyata defisit, sering disebut deficit Spending, satu keadaan yang sangat biasa terjadi pada masa Orde Lama, katakanlah pengeluaran negara sebesar Rp1.000 miliar, sedangkan penerimaan negara hanya Rp900 miliar, maka jumlah uang yang beredar di masyarakat bertambah sebesar belanja negara (Rp.1.000 miliar) dan berkurang sejumlah penerimaan negara Rp.900 miliar. Sisanya yang Rp.100 miliar dibiayai melalui pinjaman pada (uang muka dari) Bank Indonesia sebagai kasir negara dan melalui pinjaman jangka pendek (T bill) kepada masyarakat. Pinjaman (uang muka) dari Bank Indonesia bukanlah bersifat penarikan uang yang beredar dari masyarakat, sedangkan T bill bersifat serapan uang di masyarakat oleh pemerintah. Katakanlah kalau T bill bernilai Rp.50 miliar, maka dalam hal defisit spending seperti ini akan berakibat menambah jumlah uang yang beredar di masyarakat sejumlah Rp.1000 miliar dan berakibat mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat sejumlah penerimaan negara ditambah dengan nilai T bill, yakni sejumlah Rp.950 miliar. Akibat neto dari kebijakan fiskal seperti ini adalah uang yang beredar bertambah sebesar Rp50 miliar (sebesar uang muka dari Bank Indonesia). Keadaannya akan sama kalau yang dipergunakan oleh negara bukan uang muka dari Bank Indonesia melainkan dengan mencetak uang.

Kalau realisasi APBN bersifat surplus, penerimaan negara lebih besar dari pengeluaran negara. Hal ini sering terjadi pada realisasi APBN Indonesia pada masa Soeharto sampai sekarang dan di negara maju. Katakanlah realisasi APBN sebesar Rp.1000 triliun untuk pengeluaran dan realisasi penerimaan negara sebesar Rp 1.100 triliun. Dalam keadaan demikian ini jumlah uang beredar berkurang sebesar R1.100 triliun dan bertambah sebesar Rp.1.000 triliun, sehingga akibat bersih APBN adalah jumlah uang beredar berkurang sebesar Rp100 triliun (sejumlah surplus pada realisasi APBN).

9. Kebijakan Perpajakan dan Pengeluaran Pemerintah

Sebagaimana kita ketahui bahwa anggaran belanja pemerintah (dan anggaran untuk lembaga sosial) berbeda dengan anggaran belanja rumah tangga pribadi. Kalau dalam anggaran untuk rumah tangga pribadi pertama-tama ditentukan penerimaan rumah tangga tersebut sebagai dasar untuk menentukan anggaran pengeluarannya, maka keadaan sebaliknya berlaku untuk anggaran rumah tangga pemerintah dan lembaga sosial, di mana pertama-tama ditentukan jumlah pengeluaran yang diperlukan sebagai dasar untuk menentukan berapa besar dan dari mana saja beban belanja tersebut bersumber. Dari sejak awal, katakanlah pada jaman raja-raja dahulu, setelah menentukan (kalau dibuat anggaran) jumlah pengeluaran pemerintah, sumber pertama yang terbayang adalah dari pajak. Hanya setelah pemerintahan modern, baru terpikirkan sumber dana lain, seperti dari mencetak uang, dari pinjaman dalam negeri, dari pinjaman luar negeri dan sebagainya. Dalam tulisan ini, sebagaimana biasa dijumpai dalam literatur ekonomi makro, diumpamakan bahwa dana yang bersumber dari pajak cukup, dan hanya cukup, tidak lebih dan tidak kurang, untuk beban pengeluaran pemerintah. Dengan kata lain diumpamakan terjadi anggaran belanja seimbang. Baik pengeluaran pemerintah maupun pajak, keduanya mempunyai pengaruh terhadap penghasilan nasional.

Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Penghasilan nasional. Pengeluaran pemerintah rutin dan pembangunan dibayarkan kepada masyarakat (pegawai dan pelaksana pembangunan). Mereka menerima tambahan pendapatan. Dari tambahan pendapatan tersebut mereka cenderung untuk melakukan tambahan konsumsi dan tambahan tabungan. Kecenderungan tambahan konsumsinya disebut MPC (marginal propensity to consume) dan kecenderungan tambahan untuk menabung disebut MPS (marginal propnsity to save). MPC biasanya dinyatakan dalam proporsi terhadap penghasilan (Y), demikian juga MPS dinyatakan dalam proporsi terhadap penghasilan (Y), sehingga MPC + MPS = 1 kali besarnya penghasilan.. Tambahan konsumsi yang dilakukan oleh orang pertama tadi diterima oleh orang lain kepada siapa konsumsi tersebut dilakukan (orang ke dua). Orang ke dua ini, karena menerima tambahan pendapatan, juga cenderung melakukan tambahan konsumsi dan tambahan tabungan. Tambahan konsumsinya merupakan tambahan pendapatan bagi yang menerimanya (orang ke tiga), yang karena ada tambahan pendapatan, juga cenderung untuk melakukan tambahan konsumsi dan tambahan tabungan. Begitu selanjutnya proses berjalan sampai jumlah yang tidak terhingga. Jumlah kenaikan penghasilan masyarakat sebagai akibat dari adanya pengeluaran pemerintah adalah jumlah pengeluaran pemerintah itu dikalikan dengan faktor pengganda. Dengan mengumpamakan bahwa MPC dan MPS untuk setiap orang yang dikatakan di atas sama (orang ke 1, 2, 3,....), maka dengan memakai manipulasi aljabar dasar diperoleh faktor pengganda sebesar k = 1/MPS. Kalau setiap orang yang menerima tambahan penghasilan mempunyai kecenderungan untuk menabung sebesar 20 persen dari tambahan penghasilannya, maka k = 1/0,20 = 5.

Pengaruh Pajak terhadap Penghasilan nasional. Untuk membiayai pengeluarannya, pemerintah menarik pajak dari rakyat. Pajak ini mempunyai sifat mengurangi pendapatan dari mereka yang membayar pajak itu (orang 1). Karena pendapatannya berkurang, mereka cenderung mengurangi konsumsi (sebesar MPC kali berkurangnya penghasilan), dan mereka cenderung untuk mengurangi menabung (sebesar MPS kali berkurangnya penghasilan), yang mempunyai akibat lanjutan terhadap mereka yang terkena pengurangan penghasilan. Demikian prosesnya berjalan, sama seperti logika pada pengeluaran pemerintah, sampai pada orang yang ke tidak terhingga, jumlah penghasilan masyarakat berkurang karena ada pajak adalah sebesar pajak itu dikalikan dengan faktor pengganda. Dengan perumpamaan yang sama seperti pada pengeluaran pemerintah, faktor penggandanya dapat diperoleh dengan manipulasi aljabar dasar sebesar k = - (1/MPS – 1). Kalau setiap orang yang penghasilan berkurang sebesar tambahan pajak, mempunyai kecenderungan untuk mengurangi menabung sebesar 20 persen dari jumlah pengurangan penghasilannya, maka k untuk pajak = -( 1/0,20 – 1) = -4.

Pengganda untuk Anggaran Berimbang. Oleh karena dalam anggaran berimbang, contoh kita di atas, jumlah pengeluaran pemerintah sama dengan jumlah pajak, maka akibat dari anggaran belanja yang seimbang terhadap penghasilan nasional adalah: (Jumlah kenaikan penghasilan nasional karena pengeluaran pemerintah) dikurangi (jumlah pengurangan penghasilan nasional karena adanya pajak). Karena yang pertama adalah sebesar (1/MPS) kali jumlah pengeluaran pemerintah, dan yang disebut belakangan adalah -(1/MPS – 1), maka tambahan penghasilan neto karena anggaran seimbang adalah (1/MPS) – (1/MPS – 1) = 1 kali anggaran berimbang tersebut. Dengan kata lain faktor pengganda untuk anggaran berimbang adalah (+1).

Tabungan Pemerintah dan Pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi satu negara dapat dibiayai oleh sumber-sumber dari dalam negeri dan dari luar negeri. Sumber pembiayaan pembangunan ekonomi dari dalam negeri dapat berupa tabungan perseorangan, tabungan perusahaan, dan tabungan pemerintah, sedangkan yang bersumber dari luar negeri bisa berupa bantuan dan pinjaman luar negeri, penanaman modal langsung dari luar negeri atau penanaman modal tidak langsung dari luar negeri.

Yang dimaksud dengan tabungan pemerintah adalah semua penerimaan dari dalam negeri dikurangi dengan semua pengeluaran rutin. Namun untuk Indonesia masih dikurangi lagi dengan anggaran belanja untuk daerah yang harus dikeluarkan oleh pemerintah Pusat tiap tahun (bersifat rutin). Tabungan pemerintah untuk tahun 2002-2007 disajikan pada Tabel 9.15, yang ternyata terus mengalami peningkatan dari hanya 13,6 triliun rupiah pada tahun 2002 sampai mencapai 52,3 triliun rupiah pada tahun 2005 dan kembali mengalami penurunan menjadi hanya 25,6 triliun pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 hanya menjadi 9,6 triliun. Jadi pemerintah telah menyisakan penerimaan dalam negerinya untuk sebagian ditabung. Dalam persentase jumlah tabungan pemerintah ini berkisar dari sedikit di bawah 5 persen pada tahun 2002, terus mengalami peningkatan sampai menjadi 13 persen pada tahun 2004, lalu mengalami penurunan menjadi hanya 1,3 persen dari total penerimaan dalam negerinya. Kalau kita bandingkan jumlah tabungan pemerintah ini dengan jumlah pembiayaan rupiah dalam rencana pembangunan tahunannya, ternyata, seperti terlihat pada Tabel 9.15, jumlah tabungan pemerintah ini selalu lebih kecil. Ini berarti bahwa tiap tahun (dari 2002 sampai 2007) pemerintah harus menggali sumber-sumber pembiayaan dalam negeri untuk menalangi pembiayaan rupiah dari rencana pembangunannya, yang mungkin berupa pinjaman dari Bank Indonesia atau pinjaman jangka pendek yang biasa disebut Treasury Bill.

Tabel 9.15: Tabungan Pemerintah Indonesia, 2002- 2007 (miliar Rp)
| |2002 |2003 |2004 |2005-P |2006-P |2007-P |
|1. Penerimaan dalam negeri |298.528 |340.929 |349.300 |532.671 |654.882 |690.265 |
|2. Pengeluaran Rutin |186.651 |186.944 |184.438 |326.924 |408.470 |426.488 |
|3. Anggaran Belanja Untuk Daerah |98.204 |120.314 |119.042 |153.402 |220.850 |254.201 |
|4. = 2 + 3 |284.855 |307258 |303480 |480.326 |629.320 |680.689 |
|5. Tabungan (1 - 4) – miliar Rp. |13.673 |33.671 |45.820 |52.345 |25.562 |9.576 |
|% dari penerimaan dalam negeri |4,58% |9,88% |13,12% |9,83% |3,90% |1,39% |
|6. Pengeluaran Pembangunan |37.325 |69.247 |70.871 |84.743 |69.780 |71.684 |
|7. = 5:7 X 100% (persen) |36,63% |48,62% |64,47% |61,18% |36,63% |13,36% |
|8. Pembiayaan Rupiah |25.608 |47.510 |50.500 |54.747 |55.258 |70.826 |
|Pembiayaan Proyek |11.717 |21.737 |20.371 |29.997 |25.475 |23.205 |

Sumber: Diolah dari Tabel 9.1

9.10 Kesimpulan

Pemerintah Orde Lama terpaksa melaksanakan kebijaksanaan anggaran belanja defisit yang telah berakibat timbulnya inflasi kumulatif dan selanjutnya berakhir dengan kehancuran ekonomi. Sebagai koreksi terhadap kebijaksanaan sebelumnya, pemerintahan Orde Baru menentukan beberapa kebijaksanaan di bidang anggaran belanja dengan tujuan mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Sekarang ini ada tiga jenis anggaran belanja pemerintah sesuai dengan tingkat pemerintahan, yakni APBN, APBD Provinsi, dan APBD PROVINSII dengan prosedur penyusunan dari bawah ke atas. Anggaran belanja ditentukan berdasarkan asumsi tertentu, kemudian diajukan oleh pemerintah kepada DPR untuk diundangkan. Apabila dalam tahun berjalan terjadi perubahan keadaan perekonomian sehingga asumsi yang mendasari penyusunan anggaran tidak sesuai lagi, maka diadakan perubahan-perubahan seperlunya dan anggaran belanja perubahan tersebut harus diajukan ke DPR untuk ditetapkan sebagai anggaran belanja Perubahan. Apabila terjadi anggaran defisit maka perlu dicarikan sumber pembiayaannya, yang bisa berasal dari sumber dalam negeri (yang berupa a). hasil dari privatisasi perusahaan negara, b). penjualan aset restrukturisasi perbankan, c). penjualan obligasi negara, dan/atau d). dana investasi dari pemerintah) dan luar negeri (penarikan pinjaman luar negeri (baik berupa pinjaman program maupun pinjaman proyek) setelah dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri).

Anggaran belanja terdiri dari komponen penerimaan dan komponen pengeluaran, di mana komponen penerimaan dibedakan menjadi penerimaan dalam negeri dan hibah, sedangkan komponen pengeluaran dibedakan menjadi pengeluaran untuk pemerintah pusat dan untuk pemerintah daerah. Untuk periode 2002-2007 APBN selalu mengalami defisit (dipertahankan di bawah 2 persen dari PDB) dan ternyata baik pendapatan maupun belanja negara telah mengalami perkembangan yang lebih dari dua kali lipat. Penerimaan dalam negeri dibedakan menjadi penerimaan dari pajak (dari dalam negeri dan pajak perdagangan internasional) dan bukan pajak. Pajak dalam negeri yang memberi kontribusi terbesar adalah pajak penghasilan (khususnya dari non migas), diikuti oleh pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, dan cukai. Sedangkan sebagian besar dari pajak perdagangan internasional berasal dari pajak impor. Komponen Penerimaan Negara Bukan Pajak yang paling besar adalah dari Sumber Daya Alam (terutama minyak bumi) kemudian diikuti oleh Gas Alam, Bagian Laba BUMN, dan Surplus Bank Indonesia.

Sisi belanja dibedakan menjadi pengeluaran untuk pemerintah pusat (sekitar 2/3) dan pengeluaran untuk pemerintah daerah (sekitar 1/3), di mana pengeluaran untuk pemerintah pusat dibedakan menjadi pengeluaran rutin (sekitar 85 persen) dan pengeluaran pembangunan (sekitar 15 persen). Komponen yang paling besar dalam belanja rutin pemerintah pusat adalah untuk membayar bunga dan cicilan hutang (dalam dan luar negeri) yang pada tahun 2002 mencapai 131 triliun rupiah dari total belanja rutin sejumlah 182 triliun (atau sekitar 70 persen), dan jumlah kedua komponen ini meningkat menjadi lebih dari 188 triliun dari jumlah anggaran rutin 426 triliun pada tahun 2007 (44 persen dari pengeluaran rutin). Bagian terbesar (2/3) dari pengeluaran pembangunan dibiayai dari sumber dalam negeri, sisanya merupakan pembiayaan proyek. Pengeluaran untuk memerintah daerah terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, di mana dana alokasi umum menempati porsi terbesar yang diikuti oleh dana bagi hasil dan terakhir dana alokasi khusus untuk tahun anggaran 2004-2007.

Kebijaksanaan APBN adalah alat kebijakan moneter, yang berarti semua aktivitas pendapatan dan belanja negara akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Pengaruh neto dari APBN terhadap jumlah uang yang beredar di masyarakat adalah sebesar defisit atau surplus dari realisasi anggaran tersebut, yakni surplus realisasi anggaran bersifat mengurangi jumlah uang beredar sedangkan defisit realisasi anggaran bersifat menambah jumlah uang beredar. Alat moneter ini juga dapat menunjukkan kemampuan menabung dari pemerintah, yang ternyata telah menunjukkan peningkatan lebih dari dua kali lipat sampai tahun 2005 dari tahun 2002 kemudian menurun untuk tahun 2006 dan 2007. Tabungan pemerintah ini memberikan sumbangan terbesar untuk membiayai rencana pembangunan, kecuali dua tahun terakhir di mana sumbangannya masing-masing hanya sekitar 36 persen dan 13 persen dari jumlah biaya pembangunan.

9.11 Ringkasan

• Berbeda dengan kebijaksanaan anggaran belanja defisit pada Orde Lama, Orde Baru telah menentukan kebijaksanaan anggaran belanja yang diusahakan (a) berimbang, (b) tabungan pemerintah yang selalu meningkat, (c) selalu berusaha memperluas basis perpajakan, (d) memprioritaskan pada pengeluaran-pengeluaran produktif pembangunan dan membatasi pengeluaran-pengeluaran rutin, (e) mendorong pemanfaatan sumber-sumber dalam negeri untuk mengembangkan produksi dalam negeri.

• Dengan memakai asumsi-asumsi tertentu mengenai pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi/tahun, nilai tukar rata-rata (Rp/$), suku bunga SBI 3 bulan rata-rata, dan produksi minyak Indonesia (Juta barel/hari), maka ditentukan anggaran belanja untuk tahun berikutnya untuk kemudian diajukan ke DPR untuk diundangkan.

• Apabila asumsi-asumsi yang mendasari penyusunan anggaran belanja tidak lagi sesuai dengan keadaan perekonomian waktu itu maka disusun anggaran belanja perubahan yang juga harus mendapat persetujuan DPR.

• Komponen-komponen satu anggaran belanja terdiri dari penerimaan dan pengeluaran, di mana penerimaan dibedakan menjadi penerimaan dalam negeri dan hibah, sedangkan pengeluaran dibedakan menjadi pengeluaran pemerintah pusat dan pengeluaran untuk pemerintah daerah.

• Untuk periode 2002-2007 APBN selalu mengalami defisit dan ternyata baik pendapatan maupun belanja negara telah mengalami perkembangan yang lebih dari dua kali lipat. • Anggaran defisit dapat dibiayai melalui sumber dalam negeri ( yang berupa a). hasil dari privatisasi perusahaan negara, b). penjualan aset restrukturisasi perbankan, c). penjualan obligasi negara, dan/atau d). dana investasi dari pemerintah) dan sumber luar negeri (penarikan pinjaman luar negeri (baik berupa pinjaman program maupun pinjaman proyek) setelah dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri). • Jumlah defisit anggaran yang masih dapat diterima adalah asalkan tidak lebih dari dua persen dari PDB. • Sekitar 99 persen dari semua pendapatan negara tahun 2002-2007 merupakan penerimaan dalam negeri, sisanya berupa hibah. Penerimaan negara tahun 2002 adalah sekitar 300 triliun rupiah dan telah mendekati 700 triliun pada tahun 2007. • Penerimaan dalam negeri dibedakan menjadi dari pajak, sekitar 2/3 dan dari bukan pajak, sekitar 1/3. Jumlah penerimaan dari pajak mendekati 200 triliun pada tahun 2002 dan telah menjadi dua setengah kali lipat (sekitar 500 triliun rupiah) pada tahun 2007, sedangkan dari bukan pajak mendekati 100 triliun pada tahun 2002 dan telah menjadi dua kali lipat pada tahun 2007 (mendekati 200 triliun rupiah). • Sekitar 95 persen dari penerimaan dari pajak berasal dari pajak dalam negeri, sedangkan sisanya sekitar 5 persen dari pajak perdagangan internasional. Pajak dalam negeri telah meningkat hampir 2 ½ kali lipat dalam kurun waktu enam tahun (2002 – 2007), sedangkan pajak dari perdagangan internasional hanya meningkat kurang dari dua kali dalam kurun waktu yang sama. • Komponen Penerimaan Negara Bukan Pajak yang paling besar adalah dari Sumber Daya Alam, di mana Minyak Bumi mempunyai pangsa lebih dari 60 persen, kemudian diikuti oleh Gas Alam sekitar 20 persen dari total sumbangan sumber daya alam. Komponen lain dari Penerimaan Bukan Pajak, selain penerimaan dari SDA, adalah Bagian Laba BUMN dan Surplus Bank Indonesia. • Anggaran belanja pemerintah terdiri dari anggaran untuk Pemerintah Pusat dan anggaran untuk Pemerintah Daerah, di mana anggaran untuk Pemerintah Pusat sekitar dua kali dari anggaran untuk Pemerintah Daerah. • Dalam kurun waktu enam tahun Pemerintah telah mampu meningkatkan anggaran belanjanya lebih dari dua kali lipat dari sebesar Rp 322 triliun pada tahun 2002 menjadi lebih dari Rp752 triliun pada tahun 2007. • Anggaran rutin Pemerintah Pusat relatif tetap untuk 2002, 2003, dan 2004, sekitar 180an triliun rupiah kemudian melonjak tajam ke tahun 2005-P (Perubahan yang telah disetujui DPR) menjadi di atas 325 triliun rupiah dan pada anggaran 2007-P menjadi di atas 426 triliun rupiah. • Anggaran pembangunan terus meningkat dari sekitar 37 triliun rupiah (2002) menjadi sekitar 71 triliun rupiah (2007). • Telah terjadi pergeseran beban hutang (dan bunganya) dari hutang luar negeri menjadi hutang dalam negeri, namun ditinjau dari jumlahnya tidak terjadi perubahan yang berarti, yakni dari sekitar 88 triliun rupiah (2002) menjadi sekitar 84 triliun rupiah (2007). • Beban subsidi telah berkembang dari sekitar 44 triliun rupiah (2002) menjadi lebih dari 2 ½ kali lipat atau sekitar 105 triliun rupiah (2007), di mana subsidi untuk BBM selalu lebih besar daripada subsidi non BBM. • Anggaran pembangunan telah meningkat dari sekitar 37 triliun (2002) menjadi sekitar 85 triliun rupiah (2005) dan sedikit turun menjadi sekitar 72 triliun rupiah (2007). Pembiayaan rupiah, yang antara lain dari tabungan pemerintah, selalu mengambil bagian yang lebih besar dibandingkan dengan pembiayaan proyek. • Anggaran belanja untuk pemerintah daerah telah berkembang pesat dari sekitar 98 triliun rupiah (2002) menjadi sekitar 254 triliun rupiah (2007), dari jumlah mana bagian yang terbesar adalah untuk Dana Alokasi Umum, diikuti oleh Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. • Antara rencana dan realisasi anggaran selalu terjadi perbedaan. Yang mempengaruhi jumlah uang yang beredar adalah realisasinya, yakni sebesar defisit/surplus. APBN 2002-2007 selalu defisit, oleh karena itu dia bersifat menambah jumlah uang beredar sebesar defisit tersebut. • Baik pengeluaran pemerintah maupun pajak mempengaruhi pertumbuhan pendapatan nasional sebesar faktor pengganda (multiplier) nya masing-masing. Faktor penggandanya akan satu untuk anggaran berimbang kalau semua penerimaan berasal dari pajak. • Tabungan pemerintah telah meningkat dari sekitar 14 triliun rupiah (2002) menjadi lebih dari 52 triliun rupiah (2005), kemudian turun menjadi sekitar 26 triliun rupiah (2006) dan menjadi sekitar 10 triliun rupiah (2007). Tabungan ini merupakan sumber penting untuk membiayai pembangunan.

9.12 Konsep Penting

|Anggaran belanja defisit |Pola Penerimaan Pemerintah |
|Anggaran belanja berimbang |Penerimaan dalam negeri |
|Basis perpajakan |Hibah |
|Asumsi dalam menyusun anggaran |Penerimaan dari perpajakan |
|Struktur anggaran belanja |Pajak langsung |
|Tabungan pemerintah |Pajak tidak langsung |
|Bantuan luar negeri |Penerimaan bukan pajak |
|Rangsangan fiskal |Intensifikasi penagihan pajak |
|Proteksi |Ekstensifikasi penagihan pajak |
|Prosedur penyusunan anggaran |Pajak Dalam Negeri |
|Biaya rutin |Pajak Penghasilan (Pph) |
|Biaya pembangunan |Pajak Pertambahan Nilai (PPN) |
|Bappenas (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional) |Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) |
|Bappeda (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) |Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan |
|Pertumbuhan ekonomi |Cukai |
|Inflasi/tahun |Pajak impor |
|Lifting minyak Indonesia |Bagian Laba BUMN |
|Produk Domestik Bruto |Surplus Bank Indonesia |
|SBI |Pola Pengeluaran Pemerintah |
|Struktur APBN |Pengeluaran rutin |
|Tahun Anggaran |Pengeluaran pembangunan |
|APBN-P |Dana Perimbangan |
|Pembiayaan Defisit Anggaran |Dana Bagi hasil |
|Balance budget |Dana Alokasi umum |
|Defisit spending |Dana alokasi khusus |
|Privatisasi perusahaan negara |Alat kebijakan moneter |
|Aset restrukturisasi perbankan |MPC (marginal propensity to consume) |
|Obligasi negara |MPS (marginal propnsity to save) |
|Pembiayaan program |Faktor pengganda |
|Pembiayaan proyek |Pengganda Anggaran Berimbang |

9.13 Pertanyaan untuk Diskusi

1. Anggaplah Anda adalah seorang pegawai di salah satu fakultas ekonomi dan bertugas menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja untuk pemerintah pusat. Jelaskanlah dengan singkat tahap-tahap penyusunan APBN dari tingkat fakultas sampai APBN itu diundangkan dan dilaksanakan oleh pemerintah.

2. Pemerintah Orde Baru telah membuat telah menentukan beberapa kebijaksanaan di bidang anggaran belanja dengan tujuan mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.

a. Sebutkan dan jelaskan secara singkat kebijaksanaan tersebut.

b. Apakah kebijaksanaan tersebut masih relevan pada saat sekarang ini? Jelaskan untuk masing-masing butir kebijaksanaan tersebut!

3. Jelaskan dengan singkat komponen-komponen yang membentuk pendapatan Negara!

4. Pengeluaran Negara dibedakan menjadi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Sebut dan jelaskan sumber-sumber pembiayaan pengeluaran pembangunan!

5. Komponen pengeluaran rutin APBN Indonesia dewasa ini yang sering dianggap memprihatinkan oleh banyak kalangan karena jumlahnya cukup besar adalah pembayaran bunga dan cicilan hutang dan masalah subsidi (BBM dan non BBM). Jelaskan pandangan anda mengenai dua komponen pengeluaran rutin tersebut!

6. Sebutkan dan jelaskan secara singkat sumber-sumber pembiayaan defisit anggaran!

7. Dalam APBN dikenal istilah Dana Perimbangan. Apa yang dimaksudkan dengan istilah tersebut? Apa saja komponen-komponennya? Jelaskan secara singkat!

8. Dikatakan bahwa APBN adalah satu alat kebijaksanaan moneter. Apa maksudnya? Jelaskan secara singkat!

9. Jelaskanlah bahwa anggaran belanja yang seimbang mempunyai faktor pengganda satu!

10. Apa yang dimaksud dengan Tabungan Pemerintah. Jelaskanlah!

9.14 Daftar Bacaan

1. BI, LPI, 2007.
2. Booth, A. dan P. McCawley (penyunting). 1990. Ekonomi Orde Baru. LP3ES.
3. Hall Hill. 1996. Transformasi Ekonomi Indonesia Sejak 1966. Yogyakarta: PAU Ekonomi UGM, Bab 5.
4. Hg. Soeseno Triyanto Widodo. 1997. Ekonomi Indonesia, Fakta dan Tantangan dalam Era Globalisasi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, Bab 4.
5. Soetrisno, P.H. 1992. Kapita Selekta Ekonomi Indonesia (Suatu Studi), Edisi Kedua. Yogyakarta: Penerbit Andi, Bab 4.
6. Undang-Undang Republik Indonesia No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Similar Documents

Free Essay

Desentralisasi Fiskal Dan Pertumbuhan Ekonomi

...DESENTRALISASI FISKAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Fiscal Decentralitation and Regional Economic Growth Murdiono1 1Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, Jl. Dr Wahidin Raya No 1, Jakarta 10710, Indonesia, murdiono@depkeu.go.id Makalah diterima: 23 Februari 2015 Disetujui diterbitkan: Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Sampel yang dipilih adalah seluruh pemerintah provinsi yang menerima alokasi dana perimbangan dari tahun 2010-2013 kecuali DKI Jakarta dan Kalimantan Timur. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Stastisik dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu. Kemudian data diolah dan dianalis melalui analisis deskriptif dan pengolahan analisis regresi berganda dengan aplikasi eviews6. Hasil penelitian menunjukkan baik secara parsial maupun bersama-sama, desentralisasi fiskal (alokasi DBH dan DAU) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB). Untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan daerah, maka daerah harus berusaha mengoptimalkan DBH, mengurangi ketergantungan terhadap DAU dan meningkatkan sumber PAD. Kata Kunci: desentralisasi fiskal, kemandirian daerah, pertumbuhan ekonomi daerah. Abstract This study aim to know the effect of fiscal decentralization on regional economic growth. The selected sample is the entire provincial governments that receive equalization fund allocation from...

Words: 3959 - Pages: 16

Free Essay

Pemaparan Dan Analisa Kebijakan Fiskal Periode Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

...PEMAPARAN DAN ANALISA KEBIJAKAN FISKAL PERIODE PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Disusun sebagai Makalah Akhir Mata Kuliah Perekonomian Indonesia OLEH: AHMAD MUFTI FANNANI NPM: 1006689750 UNIVERSITAS INDONESIA DESEMBER 2012 Gambaran Tujuan Kebijakan dan Peranan Fiskal Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2009 Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara. Untuk anggaran belanja Negara sendiri terdiri dari : 1. Penerimaan atas pajak  2. Pengeluaran pemerintah (government expenditure)  3. Transfer pemerintah, yang contohnya seperti pemberian beasiswa atau bantuan-bantuan, yang balas jasanya tidak secara langsung diterima oleh pemerintah. Faktor utama dari kebijakan fiskal sendiri adalah pajak dan pengeluaran pemerintah. Yang jika tingkat dan komposisi dari kedua factor ini berubah akan mempengaruhi variabel-variabel seperti : * Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi * Pola persebaran sumber daya * Distribusi pendapatan Di Indonesia, selain tax cut (kesinambungan beban pajak) dan spending increase (kenaikan belanja pemerintah), ada lagi bentuk- bentuk lain dari kebijakan fiskal. Salah satu contohnya adalah BLT (bantuan langsung tunai), tidak sesederhana seperti yang terlihat, sebetulnya penggunaan metode BLT itu memiliki tujuan tersendiri dari pemerintah. Tentu saja tujuan akhirnya adalah untuk memperbaiki kondisi...

Words: 2076 - Pages: 9

Free Essay

Fiscal Policy

...dapat berguna dan bermanfaat. Selain itu, demi penyempurnaan makalah ini, penulis mengharapkan kritikan yang bersifat membangun. Akhir kata, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi 2, Bapak yang telah memberikan tugas makalah ini, sehingga penulis dapat mengetahui lebih jauh tentang Kebijakan Fiskal, dan kepada semua pihak yang turut membantu, penulis sampaikan terima kasih atas bantuannya. Kepada pihak – pihak yang tulisannya penulis jadikan rujukan, penulis sampaikan terima kasih dan pernyataan maaf bila kurang berkenan. Jakarta, April 2014 Penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Selama ini kita mengenal tiga sistem perekonomian yang berlaku di dunia yaitu sistem kapitalis, sistem sosialis dan sistem campuran. Salah satu dari tiga sistem tersebut diterapkan di Indonesia yaitu sistem ekonomi campuran. Sistem campuran adalah sebuah sistem perekonomian dengan adanya peran pemerintah yang ikut serta menentukan cara-cara mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat. Bentuk-bentuk campur tangan pemerintah antara lain, melaksanakan kebijakan fiskal yang merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui penerimaan dan pengeluaran pemerintah. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat menuliskan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa yang dimaksud...

Words: 4058 - Pages: 17

Free Essay

Paper

...URGENSI GRAND DESIGN DESENTRALISASI FISKAL DAN MANAJEMEN MAKROEKONOMI DI TENGAH TRANSFORMASI STRUKTURAL DAN PROSPEKNYA DI MASA DEPAN Pendahuluan: Antara Dimensi Konseptual dan Kajian Empiris Paska krisis moneter 1998 dan digulirkannya reformasi, Indonesia menerapkan desentralisasi dengan dilakukannya beberapa pemekaran dan program otonomi daerah yang memberikan kekuasaan lebih bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi lokal yang pada akhirnya diharapkan dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi secara nasional. Hal ini sejalan dengan lembaga internasional yang mengusung ide bahwa desentralisasi merupakan suatu cara atau metode reformasi politik dan ekonomi yang sejalan dengan demokratisasi. Desentralisasi merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintahan yang tingkatnya lebih tinggi kepada pemerintahan yang tingkatnya lebih rendah. Hingga saat ini, desentralisasi fiskal yang mulai menjamur sejak awal 1990an dan menjadi kecenderungan global masih menjadi perdebatan. Bagi para pendukungnya, desentralisasi dipercaya dapat mendorong akuntabilitas dan efisiensi terkait alokasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Di sisi lain, desentralisasi fiskal dapat menimbulkan masalah terkait ketidakmerataan distribusi sumber daya antar daerah dan ketidakstabilan makroekonomi yang akhirnya berujung pada merosotnya kualitas pelayanan publik. Peran pokok pemerintah yang mencakup alokasi, distribusi (atau redistribusi), serta stabilisasi memiliki...

Words: 878 - Pages: 4

Free Essay

Tiffany & Co

...I. PENDAHULUAN Tiffany & Co didirikan di New York pada tanggal 18 September 1837 oleh Charles Lewis Tiffany dan Teddy Young dan pada awalnya merupakan pusat perdagangan stationery dan barang – barang mewah yang berpusat di 727 Fifth Avenue, New York City, USA 10022. Saat ini Tiffany & Co adalah perusahaan internasional yang bergerak di bidang retail, design, manufaktur dan distributor barang – barang luxury seperti perhiasan terutama berlian tetapi kemudian memperluas produk line mereka ke arah jam tangan, china ( barang pecah belah ), kristal, silverware, dan barang mewah lainnya. Pada tahun 1979, Tiffany & Co diambil alih oleh Avon Products, Inc dengan harga sekitar $ 104 juta dalam bentuk saham yang kemudian memperluas pangsa pasar Tiffany kearah pasar menengah yang lebih besar dari sebelumnya. Strategi diversifikasi ini menyebabkan kenaikan penjualan dari $ 84 juta pada tahun 1979 menjadi $ 124 juta pada tahun 1983 dan selain itu terjadi juga kenaikan biaya operasional dari 34% pada tahun 1978 menjadi 43% pada tahun 1983. Pada bulan Agustus 1984, Avon berencana untuk menjual Tiffany, dan tawaran paling menarik datang dari management Tiffany sendiri yang setuju untuk membeli kembali saham Tiffany dan gedung pertokoan Fifth Avenue dengan harga $ 135.5 juta. Pembelian dengan LBO ( leveraged buy out ) dimana semua equity dibagi ke 3 investor group yaitu 20% dimiliki oleh management, 49.8% dimiliki oleh Investcorp, the Bahrain and London , dan 25.7% dimiliki oleh General...

Words: 1009 - Pages: 5

Free Essay

Firm Performance

...BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha semakin berkembang pesat, perkembangan dalam dunia ekonomi menuntut perusahaan untuk dapat bertahan dan memiliki kualitas kompetensi yang baik. Salah satu hal yang dapat ditempuh perusahaan agar mampu bertahan dan memiliki kualitas kompetensi yang baik yaitu dengan meningkatkan kinerja perusahaan. Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik atas efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan bagian - bagiannya, berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan (Tampubolon, 2005). Berdasarkan pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa penilaian kinerja lebih ditekankan pada bagaimana bagian bagian dalam perusahaan dalam hal ini akuntan sebagai bagian dari organisasi dapat mengerjakan sesuatu berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Karena kinerja suatu perusahaan merupakan efisiensi yang berupa modal, material, peralatan, dan keahlian yang dapat dioptimalkan untuk mengerjakan produksi barang dan jasa pada perusahaan. Dengan demikian, kinerja suatu perusahaan dapat dilihat melalui kinerja keuangan suatu perusahaan, yang dapat diartikan sebagai prospek atau masa depan, pertumbuhan dan potensi perkembangan yang baik bagi perusahaan. Informasi kinerja keuangan diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi, yang mungkin dikendalikan di masa depan dan untuk memprediksi kapasitas produksi dari sumber daya yang ada (Barlian, 2003). Informasi kinerja keuangan...

Words: 2100 - Pages: 9

Free Essay

Happiness Express

...Budgie Crashes, Dudley is a Dud In the spring of 1995, shortly before the close of Happiness Express’s 1995 fiscal year, a Wall Street investment firm projected a “precipitous” drop in the company’s earnings during fiscal 1996. The firm predicted that declining interest in the Mighty Morphin Power Rangers television program would quickly translate into falling sales of licensed merchandise featuring those characters, Joseph Sutton responded to that grim prediction by referring to another earnings forecast for Happiness Express released at approximately the same time by Donaldson, Lufkin & Jenrette (DLJ), a major investment banking firm. This latter forecast a sizeable increase in revenues and profits for Happiness Express during fiscal 1996. To support this second forecast, Sutton revealed that his firm’s backlog of toy orders in the spring of 1995 was nearly three times larger than the company’s backlog 12 month earlier. While admitting that sales of Power Rangers merchandise would likely decline in fiscal 1996, Sutton insisted that the company’s new product would more than make up for those lost sales. Bolstering Sutton’s point of view regarding his company’s future were the record operating results that Happiness Express reported in the late spring for fiscal 1995 of $7.5million was nearly double the figure reported the previous year, while its 1995 revenues rose to $60million, a 50% increase over the previous 12 months. Approximately one-half of the latter increase...

Words: 5098 - Pages: 21

Free Essay

Contoh Soal Psak 46

...CONTOH SOAL Pajak Laba sebelum pajak tahun 2008 Rp 1.500.000.000 ,-. Koreksi fiskal atas laba tersebut adalah : Beda Tetap : 1. Pendapatan Sewa Bangunan Rp 60.000.000,- 1. Beban bunga pajak  Rp 20.000.000,-. 2. Beban pemberian kenikmatan dalam bentuk natura Rp 35.000.000,-. 3. Pendapatan jasa giro Rp 10.000.000,- 4. Beban PPh Rp 5.000.000,-  Beda Temporer : 1. Penyusutan komersil Rp 10.000.000,- lebih tinggi dari penyusutan fiskal 2. Amortisasi fiskal Rp 15.000.000,- lebih tinggi dari Amortisasi komersil. Kredit Pajak : 1. PPh Pasal 22 Rp   10.000.000,- 2. PPh Pasal 23 Rp   10.000.000,- 3. PPh Pasal 24 Rp     5.000.000,- 4. PPh Pasal 25 Rp   15.000.000,- Pertanyaan : 1. Tentukan Penghasilan Kena Pajak. 2. Tentukan PPh Kurang/lebih bayar. 3. Tentukan asset atau kewajiban pajak tangguhan. 4. Buat Jurnal dan penyajiannya. Jawab : 1. Laba Sebelum Pajak                                                                  Rp  1.500.000.000,- Koreksi Beda Tetap :      -/- Pendapatan Sewa bangunan       (Rp  60.000.000,-)      -/- Pendapatan jasa giro                     (Rp  10.000.000,-)      +/+ Beban Bunga pajak                        Rp  35.000.000,- +/+ Beban Pemberian natura             Rp  10.000.000,- +/+ Beban PPh                                      Rp     5.000.000,- Total  Beda tetap                                                                       (Rp   20.000.000,-)              ...

Words: 417 - Pages: 2

Free Essay

Star Techologies

...ST- 100 selama 1989. Star manajemen juga disediakan oleh Childers dengan daftar $1 juta untuk suku cadang termasuk dalam persediaan ST- 100 yang diduga akan diperlukan oleh Star untuk Pelayanan perbaikan ST- 100s yang telah dijual sebelumnya. Childers menerima $1 juta untuk suku cadang dengan persyaratan pada nilai nominal dan gagal untuk melaksanakan prosedur apapun atau membuat pertanyaan tambahan untuk mendukung nilai. Berkenaan dengan sisa $1 juta persediaan ST- 100 yang usang, Childers sepakat berkompromi dengan Star manajemen, untuk sewenang- wenang meningkatkan cadangan sebesar $350, 000 tanpa dokumentasi dasar sebagai alas an penyesuaian. Cadangan untuk Kredit Macet Star melaporkan piutang lebih dari $5 juta pada akhir tahun fiskal 1989. Dua dari piutang Star telah beredar selama lebih dari empat tahun. piutang ini keduanya termasuk dalam litigasi saat ini dengan total mencapai $1, 062, 000 dan dihasilkan dari penjualan komputer ST- 100 sebelumnya. Sebelum...

Words: 1630 - Pages: 7

Free Essay

Risku I Ndryshimeve Fiskale

...të rëndësishme të zhvillimeve ekonomike. Por këto politika po shoqërohen gjithnjë e më shumë me problematikën e ndryshimit të shpeshtë të tyre. Nderkohë që, investimet e huaja direkte (IHD) konsiderohen të kenë luajtur një rol shumë të rëndësishëm në rindërtimin e ekonomisë së Shqipërisë gjatë tranzicionit dhe jo vetëm. Për këtë arsye, bazuar në të dhënat primare të siguruara nëpërmjet pyetësorëve dhe analizimit të tyre, mundohemi të japim përgjigje sa më të qarta në lidhje me korrelimin dhe marrëdhënien e ndryshimit të politikave fiskale me IDH. Rezultati që konkludojmë nëpërmjet këtij studimi, është korrelimi pozitiv i riskut të shpeshtësisë së ndryshimit të politikës fiskale me IDH në Shqipëri. Fjalë kyçe: ndryshim i shpeshtë fiskal, politika fiskale, investmet e huaja Klasifikimi JEL: C5, H3 Lista e figurave Figura 1. Investimet e Huaja Direkte 1992-2013 (Burimi BB) Figura 2. Lidhja e stimujve tatimore me IHD në Shqipëri Lista e tabelave Tabela 1. Rezultatet e përfituara nga Eviews për vlerësimin e modelit linear të thjeshtë. Hyrje Shqipëria konsiderohet si vend në zhvillim, si një vend që ende vuan pasojat e thella të tranzicionit në çdo fushë, përfshirë dhe atë ekonomike. Lidhur me studimin përkatës, ajo reflektohet dhe në paketat fiskale të propozuara çdo vit nga qeveritë shqiptare. Pavarësisht në qoftë se ndërrohen pushtetet politike ose jo, çdo vit propozohet një paketë e re fiskale, e cila ndryshon më rrënjësisht nga parardhësja me ndryshimin e partisë...

Words: 4699 - Pages: 19

Free Essay

Tax Planning

...Tax Planning dan Pengendalian atas PPh Pasal 21 A. KOMPENSASI KARYAWAN: TUNAI VS NATURA Karyawan yang bekerja di sebuah perusahaan dan pemberi kerja lain akan menerima imbal hasil dari jasa yang ia diberikan, berupa kompensasi. Kompensasi yang diberikan oleh pemberi kerja dapat berupa gaji, upah, honorarium, bonus, tunjangan-tunjangan seperti dana pensiun dan tanggungan biaya kesehatan, sampai pemberian fasilitas yang biasa kita kenal dengan biaya kenikmatan atau natura. Pemberi kerja tentu ingin memaksimalkan keuntungan yang mereka terima, dengan memaksimalkan biaya yang bisa mereka bebankan sebagai pengurang penghasilan, agar pajak yang mereka bayarkan semakin sedikit. Di lain pihak, pemberi kerja juga ingin memacu motivasi karyawannya agar dapat bekerja secara produktif dengan memberikan kompensasi tambahan, disamping kompensasi pokok yang mereka berikan. Dalam hal ini, pemberi kerja harus memperhitungkan dengan cermat kebijakan yang akan mereka pilih. Idealnya tentu mereka ingin agar dapat memberikan kompensasi tambahan, dan biayanya dibebankan. Maka dari itu, sebagai bagian dari tax planning, pemberi kerja dapat mempertimbangkan cara pemberian kompensasi tersebut. Natura, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai “barang yang sebenarnya, bukan dalam bentuk uang (ttg pembayaran).” Sedangkan menurut Surat Edaran Dirjan Pajak Nomor SE-03/PJ.23/1984 tentang pengertian kenikmatan dalam bentuk natura (seri PPh Pasal...

Words: 1894 - Pages: 8

Free Essay

How Was Samsung Able to Go from Copycat Brand to a Product Leader

...BAB 11 KEYNESIAN: KETEGARAN UPAH DAN HARGA (WAGE AND PRICE RIGIDITY) 1. PENDAPAT KEYNESIAN ▪ Ahli ekonomi kumpulan Keynesian merasa pesimis atau tidak yakin kepada kebolehan pasaran bebas untuk menyelaras dengan cepat dan cekap apabila berhadapan dengan kejutan. ▪ Keynesian mempercayai upah dan harga adalah rigid dan liat (wages and prices are rigid or sticky) dan tidak mudah diselaras untuk membersih pasaran (mencapai keseimbangan). ▪ Ini memberi implikasi bahawa ekonomi mungkin tidak berada dalam keadaan keseimbangan dalam jangka masa yang lama. ▪ Sebagai contoh, kemelesetan yang hebat merupakan satu keadaan ketakseimbangan dimana terdapat pengangguran yang tinggi ( penawaran buruh > permintaan buruh. ▪ Kerajaan perlu bertindak atau campur tangan untuk menghapuskan atau meminimum keadaan ekonomi dimana output rendah dan kadar pengangguran tinggi. 2. KETEGARAN UPAH BENAR (REAL-WAGE RIGIDITY) ▪ A nalisis dan dasar Keynesian bergantung kepada andaian bahawa upah dan harga tidak meyelaras dengan cepat untuk membersih pasaran. ▪ Keynesian membincangkan isu ketegaran upah kerana mereka tidak bersetuju dengan penerangan ahli ekonomi Klasik mengenai pengangguran. ▪ Mengikut prendapat Klasik, pengangguran ( semasa kemelesetan disebabkan oleh pengangguran geseran dan struktur Mengikut pendapat Keynesian , semasa kemelesetan terdapat keadaan di mana pekerja secara akif mencari pekerjaan dan majikan pula mencari pekerja. Tetapi, kajian...

Words: 2747 - Pages: 11

Free Essay

Maksi

...ANALISIS FLYPAPER EFFECT BERDASARKAN PEMETAAN INDEKS KEMAMPUAN KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI (Studi Kasus Pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur) JURNAL ILMIAH Disusun Oleh: Eka Daddy Kurnia 0910212011 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Analisis Flypaper Effect Berdasarkan Pemetaan Indeks Kemampuan Keuangan Dan Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus Pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur) Eka Daddy Kurnia, Candra Fajri Ananda Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email: freakazor@yahoo.com ABSTRACT This research aims to examine the flypaper effect phenomenon that occurs in districts and municipals of East Java based on Financial Capability Index and economic growth mapping result. Financial Capability Index and economic growth is used for mapping districts and municipals through out quadrant analysis. DAU and PAD as independent variables and Government Expenditure as the dependent variable is brought by panel data regression analysis. The empirical results of this research indicate that the flypaper phenomenon does not occur in districts and municipals located in ideal group of district and municipals with Financial Capability Index and economic growth are above average. While DAU and PAD also proved to have significant and positive impact on Government Expenditures. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenomena Flypaper Effect yang terjadi pada kabupaten dan kota di Jawa Timur berdasarkan Indeks Kemampuan...

Words: 5309 - Pages: 22

Free Essay

Economic

...PUSAT PENGAJIAN EKONOMI, KEWANGAN DAN PERBANKAN, KOLEJ PERNIAGAAN UUM SEMESTER A141 No. | Maklumat Kursus | 1. | Nama Kursus: EKONOMI GUNAAN | 2. | Kod Kursus: BEEB2033 | 3. | Nama Staf Akademik: ZALINA MOHD MOHAIDEEN | 4. | Rasional penawaran kursus ini dalam program: Kursus ini merupakan satu pendedahan kepada pelajar bukan jurusan ekonomi yang telah mengambil kursus Prinsip Ekonomi tentang cara berfikir ahli ekonomi walaupun mereka mungkin tidak menjadi ahli ekonomi profesional. | 5. | Semester/Tahun ditawarkan: 6 / 3 8 / 4 (tertakluk kepada program yang diambil oleh pelajar) | 6. | Jumlah Student Learning Time (SLT) | Bersemuka | SL | TLT | 7. | L = Lecture/SyarahanT = TutorialP = PraktikalO = Lain-lain/Others | L | T | P | O | | | 8. | | 28 | 14 | | | 77.6 | 123.6 | 9. | Nilai Kredit: 3 | 10. | Prasyarat: BEEB1013 PRINSIP EKONOMI | 11. | Objektif Kursus: Pada akhir kursus ini pelajar dijangka dapat: 1. memperoleh pemahaman menyeluruh tentang cara berfikir ahli ekonomi profesional. 2. gambaran lengkap berhubung topik dan pendekatan paling penting dalam mikroekonomi dan makroekonomi. 3. pengetahuan tentang model dan konsep yang paling relevan untuk memahami isu-isu ekonomi dalam membuat polisi awam. 4. mengaplikasi teori dan model dengan merujuk...

Words: 1489 - Pages: 6

Free Essay

Ekonomi Semasa Dan Kedudukan Kewangan Negara

...20 Jan 2015 Ucapan penuh perutusan khas Perdana Menteri tentang perkembangan ekonomi semasa dan kedudukan kewangan negara: 1. Pertama-tamanya, marilah kita mengucapkan syukur yang tidak terhingga ke hadrat Allah SWT atas limpah kurnia-Nya dapat kita berkumpul pada pagi yang berbahagia ini. Begitulah ucapan selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad SAW. 2. Dalam Majlis ini, kita berhimpun bersama-sama, sebahagian pimpinan dan para pentadbir, penjawat awam, ketua-ketua industri dan orang-orang korporat, wakil-wakil kedutaan, golongan NGO dan para sukarelawan.  Seterusnya, yang dikasihi seluruh rakyat Malaysia, sama ada yang di dalam dewan, atau yang sedang menonton juga mendengar perutusan khas ini. 3. Tujuan saya berucap, adalah untuk memberi penjelasan terkini tentang perkembangan ekonomi semasa dan kedudukan kewangan negara. Mutakhir ini, terdapat laporan-laporan, kebimbangan dan pertanyaan terutamanya berkait harga minyak dan kedudukan nilai matawang ringgit. 4. Ketahuilah bahawa, Kerajaan memang sentiasa memantau keadaan ini sejak awal. Sehubungan itu, hari ini, Kerajaan akanmengumumkan beberapa langkah proaktif, untuk membuat pengubahsuaian yang spesifik, bagi menjajar semula dasar-dasar kita, beriring dengan perubahan senario ekonomi global, yang faktor-faktornya, berada di luar kawalan kita. Ini dilakukan, untuk kita terus mencapai pertumbuhan ekonomi yang menyakinkan lagi boleh dibanggakan. 5. Dalam erti kata lain, I am here today to...

Words: 3567 - Pages: 15