Free Essay

Fundamental and Technical Analyst of Pt Indofood Sukses Makmur Tbk

In: Business and Management

Submitted By muliawan
Words 5168
Pages 21
Analisa Fundamental & Teknikal
Proyeksi Nilai Intrinsik Saham

Oleh:
Muliawan Santoso Tan/ 0711401017

Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie
2014

Bab 1
Pendahuluan

Pengertian Analisa Fundamental dan Teknikal

Bursa Efek Indonesia (BEI) terus berkembang seiring bertambahnya usia, dan keadaan ini menunjukkan bahwa efek / saham semakin banyak peminatnya. ini dilihat dari kapitalisasinya yang terus bertambah dari tahun-tahun sebelumnya. Investasi pada saham merupakan investasi pada sektor finansial yang tergolong paling high risk - high return investment. Artinya, peluang untuk memperoleh keuntungan sangat besar bahkan dapat mencapai ratusan persen perbulan namun diimbangi dengan kemungkinan kerugian yang besar apabila tidak dikelola dengan baik. Pada dasarnya, semua jenis investasi memiliki kemungkinan merugi. Besarnya potensi kerugian akan sebanding dengan besarnya potensi keuntungan yang dapat diperoleh. Dan sebaliknya semakin besarnya potensi keuntungan yang dapat diperoleh disini, maka semakin besar juga potensi kerugian yang dapat timbul. Oleh karena itu, sangat penting bagi investor untuk memprediksi arah pergerakan harga saham.
Pergerakan saham pada dasarnya dipengaruhi oleh teori ekonomi yang paling dasar, yaitu hukum permintaan dan hukum penawaran. Harga saham akan naik jika semakin banyak pihak yang ingin membeli suatu saham, sedangkan harga saham akan turun jika yang terjadi sebaliknya. Jadi sebenarnya harga saham ditentukan oleh investor yang bertransaksi di pasar modal dan harga tersebut sekaligus mewakili pendapat kebanyakan investor. Untuk mengatasi perubahan harga saham tersebut diperlukan analisis harga saham. Terdapat dua pendekatan yang sering digunakan untuk menganalisis harga saham, yaitu fundamental analisis (FA) dan teknikal analisis (TA). FA menilai saham berdasarkan kondisi fundamental perusahaan itu sendiri, karenanya, FA lebih sesuai untuk investasi jangka panjang.
Sedangkan TA menilai harga saham berdasarkan refleksi harga dimasa lalu dengan membaca sentimen, tren, dan proyeksi yang mungkin terjadi dimasa depan. Bahwa TA mengarahkan arah pergerakan harga, membuat batas-batas pergerakan dalam kondisi tertentu, serta menunjukan target arah beserta resikonya. TA lazimnya dilakukan dengan software aplikasi dan banyak mengeksploitasi grafik (chart). Karena sifat dan karakternya, TA lebih cocok untuk trading (spekulasi) dalam jangka pendek ataupun perlindungan.
Terkadang harga saham banyak ditentukan oleh faktor spekulasi dan estimasi prospek perusahaan yang berlebihan. Jika ini terjadi maka harga suatu saham biasa akan naik sangat tinggi, jauh meninggalkan nilai bukunya, ataupun sebaliknya.
Akibatnya, kapitalisasi pasar saham perusahaan itu akan menggelembung secara berlebihan dan jauh melewati prospek perusahaan yang sebenarnya dan berbagai pihak akan kesulitan memprediksi harga saham perusahaan tersebut.
Bahwa pasar modal bukan lagi dianggap sebagai investasi, melainkan lahan spekulasi bisnis yang bisa sangat menguntungkan dan juga bisa sangat merugikan investor. Beberapa analis saham menghawatirkan kenaikan index yang demikian cepat dengan mengatakan bahwa buliish yang terjadi sekarang ini hanya buble (gelembung) semata yang sewaktu waktu dapat meletus jika sudah mencapai ketinggian tertentu. Fluktuasi nilai saham perusahaan ditentukan oleh perubahan dari laba perusahaan yang tercermin dalam kinerja perusahaan. Hal tersebut menyebabkan nilai intriksi perusahaan menjadi ukuran yang sangat penting bagi investor untuk mengambil keputusan dalam membeli saham suatu perusahaan. Untuk itulah perlu melakukan valuasi saham sebelum mengambil keputusan investasi. Valuasi saham adalah mengestimasi nilai saham yang sebenarnya (intrinsik value) berdasarkan data fundamentalnya.
Perhitungan estimasi terhadap nilai intrinsik saham Indofood dapat menggunakan metode pendekatan arus kas terdiskonto (dicount cash flow) dan perbandingan data pasar (relativ valuation).
Perhitungan estimasi kembali terhadap nilai intrinsik saham perusahaan pada sektor industri yang berbeda dengan menggunakan pendekatan pendapatan yang mengaplikasikan metode arus kas terdiskonto (discounted cash flow), pendekatan perbandingan data pasar (relative valuation), dan metode CAPM (capital asset pricing model). Dipilihnya sektor industri barang konsumsi sebagai objek penelitian karena sektor industri barang konsumsi memiliki elastisitas yang lemah terhadap perubahan financial global dibandingkan industri lainnya, hal ini dapat dilihat pada krisis keuangan yang sempat melanda Indonesia namun industri ini tidak terlalu terkena imbasnya.
Pasar modal bukan lagi dianggap sebagai investasi, melainkan lahan spekulasi bisnis yang bisa sangat menguntungkan dan juga bisa sangat merugikan investor. Oleh karena itu investor dituntut lebih proaktif dalam mengendalikan investasinya, yaitu lebih aktif dalam menghitung, dengan cara membedah laporan keuangan kuartal ataupun tahunan perusahaan. Dengan menghitung rasio keuangan perusahaan, kita akan dapat menilai harga wajar sahamnya (stock valuation). Hal ini dimaksudkan agar kita mengetahui apakah harga pasar saham saat ini terlalu murah (undervalued) atau terlalu mahal (overvalued). Selain itu untuk menghindari harga mahal jika dapat membeli dengan harga yang wajar.
Langkah pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan valuasi adalah memperkirakan tingkat imbal-hasil (expected rate of return) yang ingin dicapai. Jika perkiraan tingkat imbal-hasil sudah ditetapkan, beberapa jenis intrumen investasi seperti tabungan, deposito, dan sertifikat bank indonesia akan relatif mudah divaluasi (dinilai) karena jenis investasi ini sudah menjanjikan tingkat imbal-hasil yang pasti. Sebaliknya beberapa instrumen investasi yang lain memiliki arus kas dan harga yang hanya dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya saham biasa.
Dengan demikian kita dapat melakukan valuasi dalam penentuan harga pasar instrumen investasi sudah sepadan dengan tingkat imbal-hasil yang kita harapkan.
Dalam hal valuasi terhadap saham perusahaan yang tergabung kedalam sektor industri barang konsumsi dengan menggunakan pendekatan pendapatan yang mengaplikasikan metode arus kas terdiskonto (Discounted Cash Flow), pendekatan perbandingan data pasar (Relative Valuation), dan dengan metode CAPM (Capital Asset Pricing Model).

*

Bab 2
Metode Analisis

I. Metode Fundamental

A. Valuasi Saham Biasa

Penilaian (valuation) adalah proses penentuan proses penentuan berapa harga yang wajar untuk suatu saham. Pendekatan nilai yang dipakai merupakan salah satu penentuan nilai intrinsik sekuritas, yang nilai sekuritas seharusnya berdasarkan fakta. Nilai ini adalah nilai sekarang dari arus kas yang disediakan untuk investor, didiskontokan pada tingkat pengembalian yang ditentukan sesuai dengan jumlah risk yang menyertainya. Nilai dari suatu surat berharga secara umum terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Nilai pasar, harga pasar pada saat aktiva diperdagangkan.
2. Nilai intrinsik, nilai sekuritas yang seharusnya dimiliki berdasarkan seluruh faktor penilaian.
Analisis saham bertujuan untuk menafsir nilai suatu saham dan kemudian membandingkannya dengan harga pasar saat ini (current market price). Nilai intrinsik (NI) menunjukkan present value arus kas yang diharapkan dari saham tersebut.
Pedoman yang digunakan adalah sebagai berikut:
a) NI < harga pasar saat ini: Undervalued (harga terlalu murah atau rendah)
b) NI > harga pasar saat ini: Overvalued (harga terlalu mahal atau tinggi)
c) NI = harga pasar saat ini: harganya wajar
Dalam laporan keuangan perusahaan, diketahui bahwa nilai suatu aset adalah nilai sekarang (present value) dari arus kas imbal-hasil yang diharapkan (expected cash flows). Dengan kata lain, suatu aset dapat memberikan aliran cash flows selama investor memiliki saham perusahaan tersebut. Untuk mengkonversi aliran cash flows menjadi sebuah nilai saham, investor harus mendiskontokan aliran tersebut dengan tingkat bunga yang diinginkan investor (required rate of return).

Terdapat tiga jenis analisis penilaian dalam valuasi saham biasa yaitu: 1. Dividend Discount Model (DDM)
Dividends Discount Model adalah teknik yang digunakan untuk untuk mengetahui harga wajar saham tersebut dalam kondisi Undervalued atau Overvalued, kita dapat membandingkan harga wajar yang diperoleh dengan harga saham saat ini (real market) dengan tingkat bunga yang diharapkan oleh investor.
Rumus: Po= D1(1+k)+D2(1+k)2+ D3(1+k)3+ D4(1+k)4+…+D∞(1+k)∞ Keterangan: Po = Nilai intrinsik (harga wajar) saham biasa tahun ke t D = Dividen periode ke t dari t = 1 sampai dengan ∞ (tak terhingga) k = required rate of return / CAPM

Umumnya, required rate of return saham biasa (k) lebih tinggi daripada required rate of return saham preferen (k) karena risiko atas saham biasa lebih tinggi daripada saham preferen. Dengan kata lain, saham preferen lebih diprioritaskan dibanding saham biasa.

2. Relative valuation techniques
Relative Valuation Techniques adalah sebuah pendekatan yang sering digunakan oleh praktisi sekuritas. Melalui pendekatan ini, analisis menggunakan PER dan PBV sebagai alat pembanding untuk melakukan penilaian saham tersebut. Melalui pendekatan ini juga analis berusaha untuk menghindari penilaian terhadap growth dan tingkat imbal hasil yang diharapkan, karena sering memberikan asumsi berbeda dari setiap analis.

3. Capital Asset Pricing Metod (CAPM)
Harga wajar (intrinsik value) asset finsial sama dengan nilai sekarang (presen value) arus kas dimasa mendatang yang didiskontokan dengan required rate of return atau discount rate. Tetapi menetapkan required rate of return tidaklah mudah. Kita sering kali tidak realistis menetapkannya. CAPM (Capital Asset Pricing Model) dapat digunakan untuk menentukan required rate of return dalam menilai saham biasa.
Pada metode CAPM requid rate of return atau nilai k ditentukan dengan rumus berikut,
Rumus : k=Rf+ β (Rm-Rf)

Keterangan : k = required rate of return / CAPM dalam setahun
Rf = tingkat rata-rata imbal hasil investasi bebas resiko (BI Rate/SBI), T-Bond, dll) dalam satu tahun β = koefisian beta perusahaan setahun
(Rm – Rf) = Risk Premium yang ditetapkan dalm setahun
Cara mencari Rf dan Rm dalam satu tahun dapat dilakukan dengan cara berikut :
Rf= BI Rate1+BI Rate2+…+ BI Rate1212
Rm= Stock Pricet+1- Stock Price tStock Pricet
Untuk rumus Rm di atas hanya merupakan perhitungan sederhana dalam perbandingan bulan ini dengan bulan sebelumnya. Jika ingin dilakukan perhitungan dalam satu tahun maka dapat dihitung mencapai 11 kali,mulai dari januari sampai desember, lalu dapat dihitung rata-rata return-nya.

Bab 3
Pembahasan

I. Analisis Faktor Fundamental

A. Perekonomian

Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan III-2014 mencapai Rp2.619,9 triliun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp745,6 triliun.Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan 2000 pada triwulan III-2014 dibanding triwulan II-2014 mencapai 2,96 persen (q-to-q) dan apabila dibandingkan dengan tahun yang sama 2013 mengalami pertumbuhan 5,01 persen (y-on-y). Secara kumulatif, pertumbuhan PDB Indonesia hingga triwulan III-2014 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2013 (c-to-c) tumbuh sebesar 5,11 persen.
Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi triwulan III-2014 dibandingkan triwulan III-2013 (y-on-y) didorong oleh semua sektor. Pertumbuhan tertinggi dicapai Sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang tumbuh sebesar 9,01 persen. Sementara bila dibandingkan dengan triwulan II-2014 (q-to-q) pertumbuhan tertinggi dicapai Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan sebesar 6,74 persen.
Pertumbuhan kumulatif triwulan III-2014 dibanding triwulan III-2013 (c-to-c) didukung oleh hampir semua sektor, kecuali Sektor Pertambangan dan Penggalian yang turun sebesar 0,13 persen dimana pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 9,65 persen.
Struktur PDB triwulan III-2014 didominasi oleh Sektor Industri Pengolahan; Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; dan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran masing-masing memberikan kontribusi sebesar 23,37 persen, 15,21 persen, dan 14,26 persen.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia (PDB) triwulan III terhadap triwulan sebelumnya (qto-q) didorong oleh pertumbuhan pada Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (11,12 persen); Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (2,78 persen); dan Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (1,66 persen). Sedangkan Komponen Ekspor neto mengalami pertumbuhan positif, yakni Komponen Ekspor Barang dan Jasa tumbuh 0,02 persen dan Impor Barang dan Jasa turun 2,87 persen.
Pertumbuhan PDB pengeluaran pada triwulan III-2014 dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan yang sama tahun 2013 (y-on-y) ditopang oleh pertumbuhan pada Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (5,44 persen); Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (4,37 persen); dan Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (4,02 persen). Komponen Ekspor neto juga mengalami pertumbuhan positif, yakni Komponen Ekspor Barang dan Jasa turun 0,70 persen sedangkan Komponen Impor Barang dan Jasa turun 3,63 persen.
Pertumbuhan PDB pengeluaran sampai dengan triwulan III-2014 (c-to-c) sebesar 5,11 persen. Pertumbuhan ini didorong oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (5,54 persen); Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (5,05 persen); dan Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (2,36 persen). Selanjutnya pada Komponen Ekspor neto mengalami pertumbuhan positif, yakni Komponen Ekspor Barang dan Jasa tumbuh minus 0,63 persen dan Komponen Impor Barang dan Jasa turun 3,21 persen.
Struktur perekonomian Indonesia secara spasial pada triwulan III-2014 masih didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa yang memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 58,51 persen, kemudian diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 23,63 persen, Pulau Kalimantan 8,21 persen, Pulau Sulawesi 4,97 persen, dan sisanya 4,68 persen di pulau-pulau lainnya.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 13 November 2014 memutuskan untuk menaikkan BI Rate menjadi sebesar 7,75%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,75% dan 6,00%. Kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya untuk mengendalikan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4±1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia menilai bahwa kebijakan stabilisasi ekonomi yang ditempuh selama ini mampu menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung proses penyesuaian ekonomi ke arah yang lebih seimbang. Hal ini tercermin pada defisit transaksi berjalan yang menurun dan permintaan domestik yang tetap terkelola. Namun, Bank Indonesia mewaspadai indikasi kenaikan ekspektasi inflasi terkait dengan rencana kebijakan BBM yang akan ditempuh Pemerintah. Untuk itu, Bank Indonesia akan memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung penguatan struktur perekonomian domestik. Selain itu, koordinasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah akan diintensifkan dalam mengendalikan inflasi dan defisit transaksi berjalan, agar penyesuaian ekonomi tetap terkendali dan mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi.
Di sisi global, pemulihan ekonomi dunia terus berlanjut, meskipun berjalan tidak seimbang. Pemulihan ekonomi global masih ditopang oleh perekonomian Amerika Serikat yang terus membaik. Hal itu tercermin dari indikator produksi yang meningkat dan tingkat pengangguran yang menurun. Perkembangan AS ini semakin memperkuat prakiraan terjadinya normalisasi kebijakan The Fed pada pertengahan 2015. Sementara itu, perekonomian Eropa dan Jepang mengalami perlambatan. Perekonomian Tiongkok juga mengindikasikan kecenderungan yang melambat. Dengan perkembangan tersebut, harga komoditas global masih cenderung menurun, termasuk penurunan harga minyak dunia seiring dengan meningkatnya pasokan di tengah melemahnya permintaan. Dari jalur perdagangan, perkembangan ekonomi global tersebut akan berpengaruh pada kinerja ekspor Indonesia, dengan terus membaiknya ekspor manufaktur di tengah masih tertahannya ekspor komoditas primer. Sementara dari jalur keuangan, arus masuk modal asing ke Indonesia diperkirakan masih akan terus berlangsung meskipun dengan volatilitas yang masih cukup tinggi sehubungan dengan normalisasi kebijakan the Fed. Bank Indonesia akan terus mewaspadai berbagai risiko eksternal tersebut agar tetap kondusif bagi perekonomian Indonesia.
Seiring dengan masih lemahnya permintaan global, pertumbuhan ekonomi domestik masih dalam kecenderungan melambat. Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2014 tercatat 5,01% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2014 sebesar 5,12% (yoy). Konsumsi meningkat ditopang oleh masih kuatnya konsumsi swasta dan meningkatnya belanja barang Pemerintah. Sementara itu, kegiatan investasi, khususnya investasi nonbangunan, masih lemah. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor masih mengalami kontraksi, terutama bersumber dari melemahnya ekspor komoditas primer, sementara ekspor manufaktur secara konsisten terus membaik. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi regional, dimana sumber perlambatan disebabkan oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi Sumatera sebagai wilayah pengekspor komoditas. Sementara, pertumbuhan ekonomi di wilayah KTI mengalami peningkatan sejalan dengan kembali diekspornya mineral dan pertumbuhan kawasan Jawa relatif tinggi sejalan dengan terus membaiknya ekspor manufaktur. Secara keseluruhan tahun 2014, pertumbuhan diperkirakan mendekati batas bawah kisaran 5,1-5,5%, dan akan meningkat pada kisaran 5,4-5,8% pada 2015.
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) membaik pada triwulan III 2014, terutama didukung oleh defisit transaksi berjalan yang menurun. Defisit transaksi berjalan pada triwulan III 2014 mencapai 6,836 miliar dolar AS (3,07% dari PDB), menurun dari defisit pada triwulan II 2014 sebesar 8,689 miliar dolar AS (4,07% dari PDB) dan triwulan III 2013 sebesar 8,635 miliar dolar AS (3,89% dari PDB). Perbaikan transaksi berjalan terutama didukung oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas sejalan dengan penurunan impor sebagai hasil kebijakan stabilisasi ekonomi yang ditempuh selama ini, ditengah defisit neraca migas yang masih meningkat. Perbaikan tersebut juga didukung oleh masih positifnya ekspor manufaktur, akibat berlanjutnya pemulihan AS, dan mulai pulihnya ekspor tambang pasca keluarnya izin ekspor mineral mentah. Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatat surplus yang cukup besar, terutama ditopang oleh meningkatnya arus masuk modal asing PMA sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik. Aliran masuk modal asing terus berlanjut di Oktober 2014. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa Indonesia meningkat menjadi 112,0 miliar dolar AS, setara 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, defisit transaksi berjalan diperkirakan akan terus membaik seiring dengan meningkatnya ekspor manufaktur dan mineral, serta terkendalinya impor migas.
Rupiah mengalami pelemahan disebabkan sentimen global. Pada triwulan III 2014, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 1,2% (qtq) ke level Rp11.770 per dolar AS. Tekanan terhadap rupiah dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu kekhawatiran terhadap normalisasi kebijakan The Fed, dinamika geopolitik, dan perlambatan ekonomi global. Sementara dari faktor internal, pelemahan rupiah dipengaruhi oleh perilaku investor yang menunggu pembentukan kabinet baru dan program kerja pemerintah ke depan. Tekanan terhadap rupiah juga berlanjut di bulan Oktober 2014. Rupiah secara rata-rata melemah 2,01% (mtm) ke level Rp12.142 per dolar AS. Ke depan, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya. Inflasi terjaga dan berada dalam tren yang menurun sehingga mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1%. Inflasi triwulan III 2014 tercatat 4,53% (yoy), menurun dibandingkan 6,70% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Inflasi yang tetap terjaga tersebut didukung oleh inflasi inti dan volatile food yang terkendali. Terkendalinya Inflasi inti didukung oleh penurunan harga komoditas global, permintaan yang moderat dan ekspektasi inflasi yang terjaga. Sementara itu, inflasi volatile food juga tercatat relatif rendah, seiring dengan tercukupinya pasokan pangan. Sebaliknya, inflasi administered prices meningkat terutama didorong oleh kenaikan BBM, TTL, RT, dan LPG 12 kg. Inflasi yang terkendali berlanjut pada bulan November 2014, meskipun mencatat kenaikan menjadi 6,23% (yoy). Bank Indonesia terus mencermati berbagai risiko inflasi, khususnya rencana penyesuaian harga BBM bersubsidi, yang terindikasi pada meningkatnya ekpektasi inflasi. Menghadapi hal tersebut, Bank Indonesia akan menempuh sejumlah kebijakan untuk memastikan dampak kenaikan BBM terhadap inflasi tetap terkendali dan temporer, termasuk dengan memperkuat koordinasi pengendalian inflasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Stabilitas sistem keuangan masih solid ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan modal yang kuat. Pada akhir triwulan III 2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi, sebesar 19,40%, jauh di atas ketentuan minimum 8%, sedangkan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 2,0%. Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit melambat menjadi 13,16% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di akhir triwulan II 2014 (17,2%, yoy), sejalan dengan proses penyesuaian dalam perekonomian. Meskipun melambat dibandingkan triwulan II 2014, pertumbuhan DPK pada September 2014 meningkat dibandingkan bulan sebelumnya dan tercatat sebesar 13,32% (yoy). Hal ini seiring dengan operasi keuangan pemerintah yang ekspansif. Sejalan dengan hal tersebut, kondisi likuiditas perbankan pada triwulan III 2014 relatif terjaga. Sementara itu, kinerja pasar modal juga membaik, tercermin pada IHSG yang berada dalam tren meningkat.

A. Perusahaan

Pendapatan ICBP ditopang baik oleh 7 segmen bisnis yaitu segmen Mie Instant, Dairy, Snack Food, Food Seasonings, Nutrition & Special Food, Beverages, Elimination. Dari ke tujuh segmen tersebut dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikkan kecuali segmen Dairy pada tahun ini mengalami penurunan penjualan. Jika dilihat dari segmen bisnis yang menjadi andalan utama pendapatan ICBP, yaitu sebanyak 67% dari total pendapatan disumbangkan dari segmen bisnis Mie Instant. Jika dilihat dari segi wilayah pasar, ICBP masih mengandalkan pasar lokal dalam memperoleh pemasukannya dengan menyumbang kontribusi sebesar 91,5% dibandingkan dengan pasar luar negeri yang hanya menyumbangkan kontribusi sebesar 8,5%.

Walaupun pejualan ekspor hanya menghasilan kontribusi penjualan yang sangat kecil dibandingkan dengan penjualan lokal, jika kita lihat dari segi pertumbuhan penjualan pasar lokal dibandingkan dengan pasar luar negeri, pasar lokal mengalami pertumbuhan 20% sedangkan pasar luar negeri mengalami pertumbuhan 26% dalam periode yang sama.
ICBP pun tengah berupaya terus untuk memasarkan produk mie instannya keluar negeri, mulai dari Timor-Timur, Papua Nugini, Asia Tenggara, Australia, Asia Timur, Timur Tengah, Afrika, Eropa, dan Amerika. Kita terus gencar melakukan perluasan pasar dengan melakukan R &D, marketing terhadap masing-masing negara untuk mengetahui cita rasa dan dapat memasuki pangsa pasar mie instan dari masing-masing Negara yang dijadikan target perluasan pangsa pasar mie instan oleh ICBP. Selain itu ICBP juga sudah melakukan investasi besar-besaran untuk membangun pabrik di wilayah negara-negara yang memiliki potensi penjualan yang paling besar dengan fungsi untuk menghemat biaya ekspor mie instan dari Indonesia ke negara-negara ekspor yang dituju, dengan contoh ICBP sudah membangun beberapa pabrik di Timur Tengah, Afrika, dan Eropa untuk memenuhi permintaan pasar dari masing-masing wilayah sedangkan untuk Asia Timur, Asia Tenggara, Papua Nugini, Timor-Timur, dan Australia sebagian besar masih diekspor dari Indonesia walapun sudah didirikan beberapa pabrik yang hanya mampu memproduksi mie instan dalam skala terbatas dan untuk pasar di Amerika, mie instan diekspor melalui pabrik di Eropa karena permintaannya yang masih tidak terlalu banyak.
Jika dilihat dari perkembangan laporan keuangan Income Statement tahun ke tahun, sebagai berikut:

Pendapatan perusahaan hingga kuartal tiga kurang lebih diperkirakan mencapai 29 triliun atau naik 16% dari periode yang sama di tahun sebelumnya. Tahun 2013 yang lalu, Unilever juga mampu mencatatkan pendapatan hingga 25 triliun pada kuartal ketiga, atau naik 16% dari tahun 2012 yang mencatatkan pendapatan sebesar 21 triliun. Namun, beban operasional pada 2014 ini melonjak sebesar 25% dan di tahun lalu beban naik sebesar 24%. Namun walaupun beban operasional mengalami kenaikkan, laba bersih yang dapat diperoleh ICBP tercatat 2,3 triliun atau meningkat sebesar 6% dari tahun sebelumnya dikarenakan biaya COGS perusahaan turun dari 17% menjadi sebesar 15% pada tahun ini.
Jika dilihat dari perkembangan laporan keuangan Balance Sheet tahun ke tahun, sebagai berikut:

Dari data di atas dapat dilihat bahwa Net Profit Margin dari tahun 2012 – 2014 menurun menjadi 8% walaupun data sebelumnya menunjukkan bahwa laba bersih yang diperoleh ICBP meningkat, hal tersebut disebabkan pada tahun 2013 laba bersih Indofood sempat mengalami penurunan sehingga walaupun pada tahun 2014 laba bersih mengalami peningkatan namun tidak sama dengan peningkatan penjualan dari tahun 2012 - 2014 sehingga menyebabkan Net Profit Margin perusahaan turun. Operating Margin dari tahun 2012 – 2014 menurun menjadi 10% walaupun data laba kotor yang diperoleh ICBP meningkat dikarenakan COGS pada tahun 2014 menurun, hal tersebut disebabkan biaya operasional dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang lebih tinggi dari pada peningkatan sales. ROE dari tahun 2012 – 2014 pun mengalami penurunan menjadi 16% hal tersebut disebabkan peningkatan laba bersih yang mengalami penurunan dibandingkan dengan peningkatan equity yang lebih besar, peningkatan equity tersebut disumbang paling besar oleh peningkatan Return Earning dan Non Controlling Interest.
Hingga akhir kuartal tiga tahun 2014, aset perseroan tercatat mencapai 23 triliun atau naik sebesar 12% dari tahun 2013 sebesar 21 triliun yang juga diikuti dengan pertumbuhan hutang perusahaan sebesar 17%. Pertumbuhan hutang perseroan lebih tinggi dari pada pertumbuhan equity yaitu sebesar 9% yang dapat menggambarkan bahwa perusahaan dalam melakukan kegiatan operasional dan ekspansi bisnis lebih mengandalkan dana dari hutang dari pada menggunakan dana saham.
Jika dilihat dari Market Capital saham ICBP kapitalisasi tergolong lumayan besar di Bursa Efek Indonesia. Nilai market kapitalisasinya hingga kini mencapai 68 triliun. Karena nilai market kapitalisasinya yang besar tersebut, ICBP masuk sebagai saham Blue Chip.
Kinerja perdagangan saham ICBP pun cukup memberikan keuntungan bagi pemegang sahamnya. Karena, jika dilihat dari tahun 2010, rata-rata kenaikan saham ICBP mencapai 26% tiap tahun. Kenaikkan sebesar itu wajar saja, mengingat perseroan mampu menjaga kestabilan pertumbuhannya dalam memperoleh EPS, DPS, dan Book Value per Share, Market Capital, prospek usaha ke depan yang menjanjikan, dan Deviden Payout Ratio yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun apakah peningkatan nilai saham ICBP tersebut wajar? Maka kita harus menghitung nilai intrinsiknya dengan menggunakan metode yang sudah dibahas sebelumnya yaitu Deviden Discount Model (DDM). Tetapi sebelum mencari DDM, maka harus terlebih dahulu mecari Capital Asset Pricing Model (CAPM).

C. Nilai Intrinsik Saham
Biaya modal sendiri dengan memanfaatkan data-data dalam Neraca dan Laporan Laba-Rugi. Pendekatan yang digunakan pada perhitungan ini adalah pendekatan Capital Asset Pricing Model (CAPM).
Beta (β) menunjukkan risiko sistematis, yaitu sebagai indikator volatilitas risiko perusahaan terhadap pasar. Nilai beta merupakan nilai yang membutuhkan perhitungan tersendiri, mengingat belum ada data yang tersedia dan lengkap mengenai beta untuk setiap industri.
Perhitungan beta dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan data berupa harga pasar saham ICBP selama kurun waktu tahun 2010-2014 yang diperoleh dari salah satu perusahaan sekuritas di BEI. Data harga pasar saham yang digunakan dalam perhitunga penelitian ini adalah harga bulanan atas harga penutupan saham setiap bulan mulai tahun 2010-2014. Dalam rangka perhitungan beta, data harga saham ini kemudian diolah untuk dicari nilai return, yaitu dengan mengambil angka selisih atas harga saham bulanan dan dibandingkan dengan harga saham pasar saham pada bulan sebelumnya. Berdasarkan nilai return bulanan dengan harga saham ICBP ini, dicari nilai return saham ICBP [RICBP] dengan merata-ratakan seluruh return bulanan saham ICBP pada tahun yang bersangkutan.
Data lain yang diperlukan sehubungan pencarian nilai beta adalah data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama kurun waktu yang sama, yaitu dari tahun 2010-2014. Seperti halnya dengan data harga saham ICBP, data IHSG ini kemudian diolah untuk mendapatkan nilai return, yaitu dengan mengambil angka selisih atas IHSG bulanan dibandingkan dengan IHSG pada bulan sebelumnya dan mencari nilai return IHSG [RIhsg] dengan merata-ratakan seluruh return bulanan IHSG pada tahun yang bersangkutan.
Rata-rata beta dalam pasar tertentu adalah 1,0. Perusahaan yang beresiko memiliki beta yang lebih tinggi dari 1,0 dan perusahaan yang beresiko lebih rendah memiliki beta kurang dari 1,0.
Setelah nilai beta dari masing-masing tahun diketahui maka langkah selanjutnya adalah mencari Ke. Dalam rangka mendapatkan nilai Ke diperlukan data Rf, yaitu pengembalian aktiva bebas resiko. Nilai Rf didapatkan dari data tingkat suku Bank Indonesia (BI Rate) bulanan dengan cara mengambil suku bunga rata-rata masing-masing tahun mulai dari tahun 2010-2014. Sedangkan nilai Rm merupakan harapan pengembalian atas pasar saham return IHSG rata-rata setiap tahunnya. Keterangan | 2010 | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 | BI Rate/month (Rf) | 0.54% | 0.55% | 0.48% | 0.54% | 0,63% | Market Return (Rm) | 3.37% | 1.16% | 0.90% | 1.29% | 1,39% | BETA | 0.93644 | 1.15317 | 0.38428 | 1.46266 | (0,10808) | CAPM (Ke) = Rf + β (Rm - Rf) | 38.30% | 15.10% | 7.69% | 19.69% | 6,56% |

Pertama kita akan mencari nilai CAPM per tahun, sebagai berikut :
CAPM2010=0,54%+0,936 3,37%-0,54%=38,3%
CAPM2011=0,55%+1,153 1,16%-0,55%=15,1%
CAPM2012=0,48%+0,384 0,9%-0,48%=7,69%
CAPM2013=0,54%+1,462 1,29%-0,54%=19,69%
CAPM2014=0,63%±0,108 1,39%-0,63%=6,56%

Setelah perhitungan di atas maka kita dapat mencari nilai intrinsik saham dengan metode Deviden Discount Model, sebagai berikut :
P0= 0(1+38,3%)1+ 99(1+15,01%)2+ 144(1+7,69%)3+ 158(1+19,69%)4+ 11.350(1+6,56%)5=8.529.
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa nilai harga saham ICBP sebesar 11.350 pada tahun 2014, overvalued terhadap nilai intrinsik saham yang sebesar 8.529. D. Proyeksi Nilai Saham

Dalam menghitung proyeksi nilai saham, metode PER dengan forecast average growth eps sebesar 17 % (data diambil dari markets.ft.com selama 5 tahun)
EPS= EATNo. of Share
EPS growth rata-rata 5 tahun kebelakang > 15% maka, EPS growth rata-rata 5 tahun kedepan = 15%
(Warren Buffet: 2005).
EPS growth rata-rata 5 tahun kebelakang < 15% maka, EPS growth rata-rata 5 tahun kedepan = 10%
PER= Share PriceEPS
Rasio P/E rata-rata > 20, gunakan proyeksi P/E 20
Rasio P/E rata-rata < 20, gunakan proyeksi P/E 12

PER rata-rata dari tahun 2010-2014 adalah 15+15+21+26+285=21
Maka proyeksi PER dari tahun 2010 – 2014 adalah sebesar 20.

Setelah nilai proyeksi PER diketahui maka selanjutnya dapat mencari nilai EPS Growth rata-rata dari tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut :
EPS Growth rata-rata dari tahun 2010-2014 adalah

Growth EPS2010-2011= 354-313313 x 100%=13%
Growth EPS2011-2012= 391-354354 x 100%=11%
Growth EPS2012-2013= 383-391391 x 100%=-2%
Growth EPS2013-2014= 407-383383 x 100%=6%
Nilai Growth rata-rata EPS 2010-2014: 13%+11%+-2%+6%4=7%
Maka proyeksi Growth rata-rata EPS dari tahun 2010 – 2014 adalah sebesar 10%.
Setelah nilai proyeksi PER dan rata-rata EPS Growth diketahui sehingga kita dapat menghitung Proyeksi nilai saham ICBP 5 tahun ke depan dengan cara sebagai berikut:

EPS peroiode+t=EPS growth+1 x EPS periode-t
Harga Wajar Saham=PER x EPS periode t+1

Tahun | EPS periode t-1 | EPS growth + 1 | PER | EPS periode t+1 | Harga Saham Wajar | 2015 | 407 | 1,10 | 20 | 447,7 | 8.954 | 2016 | 447,7 | 1,10 | 20 | 492,5 | 9.850 | 2017 | 492,5 | 1,10 | 20 | 541,8 | 10.836 | 2018 | 541,8 | 1,10 | 20 | 595,9 | 11.918 | 2019 | 595,9 | 1,10 | 20 | 655,5 | 13.110 |

II. Analisis Faktor Teknikal

Sebagai salah satu perusahaan F & B yang terbesar di Indonesia, merek ICBP ini telah menjadi nama rumah tangga di banyak negara berkat daya tarik pasar massal dan ketersediaan produk mudah ditemukan di banyak toko. Dengan demikian, kami percaya bahwa perusahaan merupakan sektor yang aman dalam menguasai di sektor mie instan di Indonesia pada saat ini, terutama karena inflasi sudah naik baru-baru ini. Selanjutnya, dalam hal valuasi, saham terlihat menarik dalam pandangan perusahaan yang lebih rendah PE relatif terhadap JAKCONS. Kami prediksi dengan Target Harga ICBP dari Rp13,400 adalah BUY.

Sebagai daya beli dapat berkurang karena biaya hidup yang lebih tinggi, kita berpikir bahwa ICBP merupakan salah satu saham yang paling defensif di pasar yang dapat cuaca kondisi makro yang menantang. Karakteristik defensif perusahaan dicontohkan oleh mie instan terlaris, yang memiliki harga jual yang rendah dan brand awareness yang tinggi di kalangan konsumen Indonesia. Manfaat dari demografi muda Indonesia dan kelas menengah yang sedang berkembang, segmen produk lainnya ICBP juga menawarkan beberapa potensi upside. Untuk mendukung operasinya, perusahaan juga memiliki jaringan distribusi yang luas di seluruh Indonesia.

Kami mencatat bahwa margin telah mengambil hit sejak 2013, dan sementara kelemahan mungkin telah berlarut-larut dalam 2014, kita lebih optimis 2015-16F. Dalam pandangan kami, harga komoditas harus tetap lembut ke depan, membuka jalan bagi peningkatan margin. Kami juga percaya bahwa Rupiah akan menguat di 2H15, dengan setiap kenaikan Rp100 pada rata-rata USD / IDR kurs yang mengarah ke peningkatan laba bersih sekitar 4,5%. Kami memperkirakan margin bersih 2015-16F dari 9,8% - 10,3%.

Kami telah dipastikan kesehatan ICBP P & L dan neraca dalam hal profitabilitas, solvabilitas dan likuiditas rasio. Margin diharapkan untuk meningkatkan (profitabilitas), sedangkan uang tunai yang cukup harus tetap dipertahankan ICBP dalam posisi net cash (solvabilitas). Dalam hal likuiditas, siklus konversi kas perusahaan diperkirakan akan tetap stabil, pada sedikit di bawah 40 hari, dengan perputaran modal kerja sekitar 4 hari.

Sementara PE ratio ICBP telah rata-rata berada di 31% di atas IHSG, dibandingkan dengan perusahaan sejenis, ICBP PE adalah dengan diskon (16,6%). Saat ini, ICBP diperdagangkan pada sekitar 20x 12 bulan ke depan PE, atau sekitar nya 3 tahun PE rata-rata dan dengan diskon 14% untuk rekan-rekan regionalnya. Dalam kondisi saat ini, kami percaya penilaian yang lebih tinggi dibenarkan. Kami mendapatkan kami Rp 13.400 Target Harga dari 22.9x 2015PE, setara dengan rekan-rekan regionalnya.

Similar Documents