Free Essay

Indo China

In:

Submitted By derryrul
Words 4276
Pages 18
China dengan Indonesia

2005
Hubungan dagang Indonesia-Cina memang terus meningkat, terutama setelah ditandatanganinya kerjasama Kemitraan Strategis pada tahun 2005. Kunjungan resmi pertama Perdana Menteri Jiabao ini mengukuhkan hal itu.

2010
Pemerintah Indonesia dan China menyepakati empat poin kerja sama ekonomi, yakni pembiayaan, perdagangan, investasi, serta pembangunan infrastruktur. Kesepakatan kedua negara dalam kerja sama itu dituangkan dalam nota kesepahaman yang ditandatangani perwakilan kedua negara dan disaksikan oleh Wakil Presiden Boediono di Beijing,Rabu. Empat nota kesepahaman yang ditandatangani tersebut adalah kesepakatan memperluas dan mempererat kerja sama ekonomi dan perdagangan kedua negara, kesepakatan pembiayaan bagi perdagangan dan investasi antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Bank Exim Indonesia dengan Bank Exim China. Pada kesepakatan itu ditandatangani pula kesepakatan kedua negara untuk meningkatan kerja sama pembangunan infrastruktur, serta penandatanganan pembangunan proyek PLTU Celukan Bawang, Bali Utara berkapasitas 3x1500 MW. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Indonesia Eximbank) mendapat fasilitas pendanaan sebesar 350 juta dolar AS dari Industrial & Commercial Bank of China untuk meningkatkan pembiayaan perdagangan dan investasi di dalam negeri. "Lembaga Pembiayaan Ekpor Indonesia (LPEI) mendapat fasilitas 350 juta dolar AS dari China Exim bank untuk meningkatkan pembiayaan perdagangan dan investasi," katanya. Mari mengatakan, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) bahkan sudah menandatangani kesepakatan dengan LPEI, bertujuan agar Indonesia Eximbank dapat membantu industri sepatu dan tekstil di Indonesia dalam hal pembiayaan dan investasi. Menurut dia, kalangan industri tertaik untuk mendapatkan pembiayaan tersebut mengingat LPEI berkenan mengucurkan dananya dengan bunga terjangkau disertai jaminan risiko untuk para eksportir baru. "LPEI membantu pembiayaan dengan bunga terjangkau disertai jaminan risiko untuk eksportir baru atau memiliki rekam jejak baik atau untuk hal-hal baru, misalnya kerja sama dengan China untuk pembiayaan mesin baru. Exim bank `kan intinya membiayai ekspor dari barang dia," ujarnya.
2012
http://www.tempo.co/read/news/2012/11/19/087442617/Cina-Perkuat-Kerja-Sama-Ekonomi-dengan-Indonesia

KERJASAMA EKONOMI INDONESIA – CHINA DALAM BIDANG PERDAGANGAN INTERNASIONAL (STUDI KASUS CAFTA : CHINA-ASEAN FREE TRADE AREA)
Oleh : Mohmad Iqbal Hubungan antara Indonesia dan China adalah satu hal yang amat penting, baik bagi Indonesia maupun untuk China sendiri. Hubungan Bilateral Indonesia-China yang pernah membeku sepanjang pemerintahan Orde Baru, kini makin membaik, dan bahkan China merupakan salah satu mitra yang penting bagi Indonesia. Secara geopolitik, posisi Indonesia sangat strategis di kawasan Asia Pasifik dan Selat Malaka. Sedangkan secara ekonomi, Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan sumberdaya alam dan mineral, baik di darat maupun di laut. Kekayaan alam Indonesia yang sangat luar biasa ini jelas sangat menggoda negara-negara industri yang sedang maju saat ini seperti China untuk menguasainya, langsung ataupun tidak langsung. Disamping itu, dengan jumlah penduduk lebih dari 243 juta jiwa, Indonesia adalah pasar potensial bagi produk-produk negara-negara industri. Sedangkan China sendiri adalah dulunya merupakan negara berkembang yang dimana pemerintahnya masih menerapkan sistem tertutup dan belum terbuka dengan negara lainnya, akan tetapi kini sudah berubah menjadi negara maju yang perekonomiannya terus berkembang pesat bahkan sudah mengalahkan perkembangan negara-negara diu kawasan Eropa, dan China sekarang adalah negara yang sangat terbuka dengan investasi asing semenjak liberalisasi ekonomi yang dibawa pada tahun 1979 oleh Den Xioping. Dengan menggunakan sistem open door policy atau membuka secara luas investasi asing yang akan masuk ke China, membuat negara ini semakin disegani dalam pertumbuhan ekonominya dan investor asing yang masuk ke China juga semakin banyak, ini dikarenakan iklim investasi di China sangat mendukung, dan para investor pun dipermudah birokrasinya oleh pemerintah setempat. Kemudian juga pertumbuhan ekonmi China tidak pernah lepas dari angka dua digit, menjadi alasan utama investor asing berbondong-bondong menginvestasikan properti atau sahamnya di China. Cadangan devisa China pada saat ini juga sudah mencapai 3 miliar USD mengalahkan Amerika Serikat, sehingga wajar dilihat dari faktanya yang ada pada saat ini bahwa China sekarang ini sudah menjadi superpowerbaru yang bisa menyaingi kekuatan dari Amerika Serikat terutama dalam hal ekonominya. Hubungan bilateral antara China dan Indonesia terutama dalam bidang ekonomi saat ini terus meningkat. Hal ini tercermin dari meningkatnya nilai perdagangan kedua negara, yang pada tahun 2008 mencapai US$ 31 miliar. Dalam lima tahun ke depan, Presiden Republik Indonesia (RI) Bapak Susilo B. Yudhoyono memperkirakan nilai perdagangan Indonesia-China akan mencapai US$ 50 miliar[1]. Peningkatan hubungan bilateral tersebut, diungkapkan oleh Dubes China, tidak terlepas dari terjalinnya Free Trade Asean-China. Selain itu, China menganggap Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi sangat besar. Namun untuk merealisasikan potensi itu diperlukan penghapusan beberapa hambatan, baik dari pihak China maupun dari pihak Indonesia. Indonesia berharap lambannya realisasi dana pinjaman China agar bisa cepat terealisasikan sehingga bisa dioptimalkan dengan baik oleh pemerintah Indonesia. Sebaliknya, dunia usaha China yang ingin berinvestasi di Indonesia juga memerlukan jaminan dari pemerintah RI untuk menghadapi risiko perubahan kebijakan pemerintah daerah[2]. Tampilnya Cina sebagai kekuatan besar di dunia, dianggap bisa membantu Indonesia mengimbangi pengaruh Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang di kawasan Asia Pasifik. Bagi Indonesia yang menginginkan kondisi stabil di kawasan, bermitra dengan China menjadi sesuatu yang tak terelakan sekaligus langkah strategis bagi kepentingan nasional.
Salah satu cara untuk mempererat hubungan satu negara dengan negara lainnya dalah dengan melakukan perdagangan internasional. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin dan tercipta suatu hubungan ekonomi yang saling mempengaruhi suatu negara dengan negara lain serta lalu lintas barang dan jasa akan membentuk perdagangan antar bangsa. Perdagangan internasional pada saat ini secara tidak langsung mendorong terjadinya globalisasi, hal ini ditandai dengan semakin berkembangnya sistem inovasi teknologi informasi, perdagangan, reformasi politik, transnasionalisasi sistem keuangan, dan investasi. Dan ini bisa menjadi modal yang penting bagi suatu negara untuk menarik investor masuk ke dalam negerinya untuk menanam investasi di negarnya. Apalagi didukung dengan situasi politik yang kondusif dan lingkungan bisnis yang kompetitif di dalam negara tersebut, maka bukan tidak mungkin perkembangan ekonomi negara tersebut akan tumbuh semakin cepat. Seperti halnya hubungan antara Indonesia dan China, hubungan ini sangat lekat dengan adanya perdagangan internasional, dan salah satu perdagangan diantara kedua negara ini yang masih baru dan juga masih berjalan sampai saat ini adalah adanya perdagangan bebas CAFTA (China Asean Free Trade Area). Sejak CAFTA diterapkan, jumlah perusahaan China yang menanamkan investasi di Indonesia juga bertambah. Hingga akhir 2010 terdapat lebih dari seribu perusahaan China yang tercatat di Indonesia, dengan investasi langsung mencapai 2,9 miliar dollar AS atau naik 31,7 persen dari tahun sebelumnya[3]. Dan juga produk-produk China yang masuk ke China juga menjadi sangat banyak dan bahkan membanjiri pasar lokal Indonesia. Dengan harganya yang relatif murah dan juga dari segi kualitas juga tidak kalah berbeda dengan barang-barang bermerek lainnya, membuat produk China diserbu oleh konsumen Indonesia yang rata-rata dalam memilih suatu produk dilihat dari harganya yang terjangkau terlebih dahulu.
Berbagai produk nasional yang terancam akan membanjirnya produk China antara lain dalam bidang : tekstil dan produk tekstil, alas kaki, elektronika, ban, furnitur, industri permesinan, mainan anak-anak, serta otomotif[4]. Dan akan masih banyak lagi produk-produk dari China yang akan membanjiri pasar Indonesia juga pemerintah tidak segera mengantisipasinya, dikarenakan Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial yang berada di kawasan Asia Tenggara, masyarakat Indonesia sudah terbiasa menjadi masyarakat yang konsumtif, yang hanya memikirkan untuk memilih barang semurah mungkin untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sedangkan bagi Indonesia sendiri, Indonesia hanya bisa mengirim bahan-bahan mentah seperti hasil bumi untuk dijadikan komuditas ekspor ke China dalam rangka CAFTA ini. Dimana harganya pun masih relatif murah sehingga pendapatan untuk negara juga tidak terlaru besar. Untuk ekspor ke China sendiri yang paling dominan adalah ekspor biji kakao. Indonesia memang dikenal sebagai penghasil biji kakao yang baik dan juga berkualitas tinggi, tidak heran kalau sector inilah yang menjadi andalan Indonesia untuk ekspor ke China. Akan tetapi ekspor ini bukan tanpa halangan, karena banyak negara yang menjadi pesaing dalam ekspor produk ini, seperti misalnya Italia dan juga Malaysia. Indonesia sendiri kini berada dalam urutan kelima dalam pemasok biji kakao ke negara China dengan nilai USD 25,12 juta (9,63 %) pada tahun 2009[5]. Dengan banyaknya saingan yang ada maka, ini perlu dijadikan perhatian yang serius bagi pemerintah Indonesia yang dimana Indonesia sebagai negara berkembang harus bisa untuk mengolah atau memilih ekspor dengan pendapatan yang cukup besar, jangan hanya bisa mengekspor barang mentah saja, atau hasil bumi saja, paling tidak Indonesia harus sudah bisa mengekspor barang setengah jadi bahkan barang yang sudah jadi, sehingga pendapatan untuk negara juga semakin bertambah besar. Karena selama ini, ekspor Indonesia didominasi produk mentah dan bahan baku seperti biji kakao, kemudian minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak mentah. Sementara itu, impor dari China sudah berbentuk barang setengah jadi dan barang yang sudah jadi terutama dalam bidang tekhnologi. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unika Atma Jaya, A Prasetyantoko menambahkan, ada beberapa penyelamatan jangka pendek terkait pemberlakuan CAFTA itu, yakni perlindungan produk dalam negeri (safeguard), program antidumping maupun kewajiban mencantumkan produk sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Menurut dia, CAFTA dalam jangka menengah memberi kesempatan untuk memacu daya saing perekonomian domestik. Dalam jangka menengah, perlu memanfaatkan peluang dengan mengidentifikasi sektor yang komplemen terhadap produk China, mendorong peluang non perdagangan seperti investasi langsung untuk kapasitas produksi dan memperbaiki logistik[6]. Pemerintah tampaknya tidak perlu renegosiasi perjanjian perdagangan ASEAN-China, karena lebih menyulitkan dan membutuhkan proses lama. Karena proses negosisasi ini sendiri bukan hanya Indonesia saja yang terlibat, akan tetapi Negara-negara ASEAN juga harus ikut terlibat, karena perdagan bebas ini melingkupi keseluruhan negara-negara Asia Tenggara. Menurut Anggito Abimanyu seorang pengamat ekonomi Perjanjian CAFTA yang disepakati menteri perdagangan ASEAN-China, ada tiga. Pertama, CAFTA tetap dilanjutkan dan tidak ada rencana notifikasi karena kerugian akibat kecurangan perdagangan (unfair trade). Kedua, bila suatu negara mengalami defisit, negara surplus harus mendorong impor. Ketiga, pembentukan tim pengkajian terhadap perdagangan bilateral[7]. Bila memang ada kerugian akibat perdagangan bebas, maka membutuhkan biaya mahal dan proses panjang untuk membuktikan hal tersebut. Selain itu, kesepakatan bukan hanya dengan China tapi juga dengan negara ASEAN.

Perkembangan Kerjasama Bilateral Ekonomi Indonesia Dan China Dari Tahun (1967 -2006) dalam lingkup pengaruh ACFTA di Kawasan ASEAN
INDAH RETNONINGSIH
( 206000180 )

A. Latar Belakang Hubungan Bilateral Ekonomi Indonesia dan China (1967-2006 ).

Indonesia dan China telah melakukan hubungan diplomatis semenjak tanggal 13 April 1950. Akan tetapi, hubungan diplomatis bilateral kedua negara tersebut sempat terhenti pada tahun 1967, setelah merebaknya isu kudeta komunisme di Indonesia. Pada bulan Desember 1989, atau selang waktu dekade setelah adanya perbaikan hubungan bilateral diantara Indonesia dan China, Indonesia dan china sepakat untuk membahas berbagai hal mengenai normalisasi hubungan bilateral kedua negara.
Selanjutnya, mantan Menteri Luar Negeri Indonesia, Ali Alatas, mengadakan kunjungan ke China tahun 1990, dan setelah kunjungan tersebut, kedua belah pihak Negara, Indonesia dan China, menandatangani Kesepakatan Penyelesaian Kewajiban Hutang Indonesia ke China, yakni, Agreement on the Settlement of Indonesia’s Debt Obligation to china, dan Komunike Pengadaan kembali Hubungan Diplomatis antara RRC dan Republik Indonesia ( RI ), ( Comminique on the Resumption of Diplomatic Relation between people’s Republic of China and the Republic of Indonesia ).
Meskipun demikian hubungan China dan Indonesia masih mengalami kerenggangan, bahkan hingga tahun-tahun terakhir sebelum pemerintahan Soeharto, mengundurkan diri dari kursi jabatan pemerintahan Republik Indonesia. Keadaan ini, dikarenakan adanya faktor timbulnya rasa curiga dari pohak militer Indonesia, terhadap maksud-maksud tertentu yang dimiliki oleh China ( Haacke 2005 : 136 ). Oleh karena faktor itulah, Indonesia pernah memberikan dukungannya secara penuh, kepada keterlibatan Amerika Serikat di ARF, dan memberikan dukungan komitmenya dalam berbagai kesepakatan-kesepakatan dengn pihak Australia ( Leifer 1999 ). Akan tetapi, ibukota Jakarta, seperti halnya dengan negara-negara Maritim Asia Tenggara lainnya, dilihat oleh Beijing sangat penting, dilihat dari segi Politik, Ekonomi, dan wilayah yang Strategis. Bagi para pembuat kebijakan di Beijing, Jakarta tidak hanya memiliki faktor kepemimpinan dalam ASEAN, tetapi, dikarenakan perdagangan China yang semakin meningkat dengan dunia, memilki posisi geografis yang sangat strategis, yang merupakan elemen penting bagi kepentingan ekonomi China.
Hubungan anatara kedua negara semakin membaik, selama masa krisis ekonomi, khususnya setelah adanya kunjungan mantan Presiden Abdurrahman Wahid, ke China pada bulan Desember 1999. Pada waktu itu, kedua pihak sepakat bahwa Indonesia dan China harus meningkatkan kontak antar anggota masyarakat, yang digunakan untuk memperbaiki hubungan di antara kedua negara Indonesia dan China.
Indonesia sebenarnya menandatangani kesepakatan perdagangan Bilateral dengan China pertama kali pada tahun 1953, dengan nilai awal perdagangan mencapai kisaran AS$ 7,4 juta, dan secara konsisten meningkat hingga AS$ 129 juta pada jangka waktu lima tahun itu, ( Hudiono 2006 ). Setelah bertahun-tahun terhentinya hubungan diplomatis antara kedua negara, hubungan Ekonomi Indonesia dan China mulai tumbuh kembali, khusunya setelah penandatangann nota kesepahaman, (MoU) Memorandum of Understanding , untuk pembentukan hubungan perdagangan anatar kedua negara oleh kamar dagang dan Industri Indonesia ( KADIN ) dan Dewan Promosi Perdagangan International China ( CCPIT ) China Council for the Promotion of Intrenational Trade.
Meskipun demikian, setelah adanya masa normalisasi saja perdagangan antara kedua negara mulai meningkat secara tajam, meskipun dalam masa volume yang relatif kecil. Satu kajian yang dilakukan oleh ilmuwan Indonesia, Atje dan Gaduh ( 1999: 9 ), mengenai hubungan Ekonomi Indonesia dan China, menujukkan bahwa antara awal tahun 1990-an hingga puncak krisis ekonomi, ekspor minyak dan gas ( migas ), dan non-migas Indonesia ke China meningkat dan sekitar AS$ 580 juta menjadi AS$ 1.320 juta, sedangkan impor dan China ke Indonesia meningkat dari AS$ 800 juta pada tahun 1991 menjadi AS$ 1.270 juta pada tahun 1997.
Hubungan ekonomi antara Indonesia dan China juga semakin membaik bersamaan dengan milenium baru. China khususnya, mampu menjadi salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik ( BPS ), anatara tahun 2003 hingga 2004, atau masa setelah pelaksanaan tahap awal dari ACFTA, atau EHP, pada bulan Januari 2004 dan tidak lama setelah itu, ekspor Indonesia ke China meningkat sebanyak 232, 20 persen, sedangkan impornya dari China meningkat hanya sebesar 38,67 persen saja.
Secara keseluruhan total volume perdagangan antara Indonesia dan China pada tahun 2004, terhitung menjadi AS$ 13,47 milyar, atau peningkatan sebesar 31,8 persen dari tahun sebelumnya, dan hampir sama dengan volume perdagangan Indonesia dan AS, yang terhitung mencapai AS$ 13,5 milyar (People’s Daily Online 2005). Sementara itu, dari sisi pandang China, Indonesia kini masuk pada peringkat ke-17, sebagai negara penerima ekspor negara itu, dengan nilai sebesar AS$ 3,59 milyar, atau peningkatan sekitar 1,01 persen dari total ekspor China ke seluruh dunia. Umumnya perdagangan bilateral semakin bertambah dengan cepat hingga mencapai AS$ 10 milyar, termasuk perdagangan melalui Hong Kong, sedangkan penanaman modal China di Indonesia kini mencapai total komulatif sebesar AS$ 282 milyar.
Indonesia dan China melihat hubungan satu dengan lainnya sebagai mitra ekonomi yang potensial ( Atje dan Gaduh 1999: 8-9 ). Dari kacamata para pembuat kebijakan Indonesia, populasi penduduk China yang mencapai 1,2 milyar jiwa merupakan kesempatan ekonomi yang perlu digali. Selain itu, para pembuat kebijakan dan pelaku ekonomi Indonesia juga semakin prihatin dengan masuknya China ke dalam WTO, pada bulan November 2001, khususnya mengenai peningkatan daya saing China di pasar dunia yang dapat menjadi pesaing bagi ekspor Indonesia.
Meskipun ada peningkatan angka perdagangan, perdagangan Indonesia dan China masih relatif kecil. Hal ini tidak hanya dikarenakan kedua negara merupakan negara berkembang dan memilki tingkat pembangunan yang hampir, ekonomi Indonesia dan China juga tidak memiliki komplementaritas tetapi cenderung bersaing. Para pemimpin China juga memiliki pandangan yang serupa terhadap Indonesia. Populasi Indonesia tidak hanya menjadi faktor pendorong bagi ekspor China, sumber daya alam yang melimpah di negara ini juga dapat memberikan amunisi tambahan bagi China untuk mencapai tujuannya, yakni menjadi kekuatan dunia melalui jalan damai ( Wang Jiang Yu 2005: 53 ).

A. Perkembangan Bilateral Ekonomi Indonesia dan China di Tahun 2006
Berbagai usaha lainnya untuk memperkuat hubungan ekonomi antara Indonesia dan China juga terjadi ketika presiden China, Hu Jintao, mengunjungi Jakarta pada bulan April 2005. Pada waktu itu, Presiden Hu dan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, sepakat untuk mengeluarkan satu pernyataan bersama mengenai pembentukan Kemitraan Strategis antara Republik Rakyat China dan Republik Indonesia ( Establishing Strategic Partneship between the people Republic of China and the Republic of Indonesia ). Kemitraan Strategis ini berisi satu kesepakatan dari kedua pihak untuk bekerjasama dalam bidang penelitian dan pengembangan teknologi persenjataan. Sealin itu, pada waktu itu China juga memberikan hadiah kepada Indonesia dengan memberikan kesepakatan pinjaman dana AS$ 100 juta dalam bentuk Kredit Pembeli dan Dukungan pengajaran bahasa China. Setelah di tandatangani kesepakatan ini, Presiden Hu, menyatakan bahwa kemitraan strategis ini menunjukkan, bahwa hubungan sino dan Indonesia mulai memasuki tahap pembangunan baru ( International herald Tribune 2005 ). Pada tanggal 27 sampai 30 Juli 2006, presiden Yudhoyono mengadakan kunjungan china. Dalam kunjungannya tersebut, presiden yudhoyono ditemani wakil presidennya, Jusuf kalla, dan ditemani oleh sekelompok pengusaha sukses, dan sekleompok individu mewakili KADIN. Komunitas pengusaha besar Indonesia, sangat antusias menanggapi prosepek diberlakuaknnya kerjasama ekonomi yang lebih dekat dengan negara China.
Seperti dikutip dalam People’s Daily Online tahun 2005, KADIN menunjukkan optimisme bahwa perdagangan Indonesia dengan China diharapkan dapat meningkat dari $15 milyar pada tahun 2005 lalu menjadi $20 milyar pada tahun 2008. Artikel yang sama juga mengutip pernyataan dari Duta Besar China dan Indonesia, Lan Lijun, bahwa perdagangan anatar kedua negara mulai menunjukka peningkatan dengan nilai rata - rata per tahun 18 persen. Setibanya dari konferensi di China, Presiden Yudhoyono, dan beberapa kelompok bisnisnya, berhasil meraup kesepakatan-kesepakatan perdagangan dan penanaman modal sebesar $ 20 milyar, menurut data majalah Forbes tahun 2005. Meskipun kebanyakan pelaku ekonomi yang terlibat dalam kesepakatan– kesepakatan ini meliputi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti perusahaan-perusahaan dari sektor baja, gas, distribusi, telekomunikasi, dll. Akan tetapi berbagai masalah dalam negeri, seperti korupsi, masih akan menjadi ganjalan terrhadap pelaksanaan kesepakatan-kesepakatan bilateral tersebut.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kedua piihak, atau ASEAN, khususnya Indonesia dan China, yang kedua negara ini mengalami pasang naik turun, dan adanya perubahan politik di timgkat Internasional, menjadikan China mengubah orientasi Kebijakan Luar Negerinya guna mengedepankan ambisi negar itu, untuk menjadi kekuatan ekonomi baru. Jalan yang ditempuh oleh China adalah dengan mengefektifkan kerjasama dengan negara-negara Asia Tenggara melalui ASEAN, selain masuk menjadi anggota WTO, pada bulan Nopember 2001. Hubungann diplomatik Indonesia dan China mulai membaik kembali setelah kunjungan mantan presiden Abdulrrahman Wahib ke China. Inisiatif tersebut kemudia diteruskan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun demikian, membaiknya hubungan diplomatis antara Indonesia dan China tidak sera merta memberikan peluang pasar yang besar bagi Indonesia. Kemampuan akses pasar para pelaku usaha Indonesia ke China, masih patut dipertanyakan, khusunya dikarenakan besarmya berbagai persoalan domestik yang tidak kunjung selesai.
B. Indentifikasi Masalah

1. Bagaimana proses pembangunan kerjasama bilateral Indonesia dan China, dalam hal pengembangan teknologi dan ekonomi pada era tahun 2000?
2. Bagaimana keadaan pasar ekonomi Indonesia, selama 60 tahun ( 1950 – 2010 ), setelah China masuk sebagai ACFTA?

Jawaban
Keadaan perdagangan luar negeri dan kerjasama ekonomi kedua negara China dan Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Setelah pemulihan hubungan diplomatik kedua negara telah sepakat menandatangani kesepakatan militer angkatan udara,melalui mekanisme Perjanjian Perlindungan Investasi. Selain itu juga, kedua negara China dan Indonesia telah menandatangani nota untuk mengadakan kerjasama di bidang pertambangan, kehutanan, pariwisata, perikanan, transportasi, pertanian dan keuangan, dll.
Pada tahun 1990, kedua negara membentuk komite bersama untuk ekonomi perdagangan dan kerjasama teknologi. Dan sampai beberapa tahun kedepan, telah mengadakan lima kali pertemuan untuk membahas kerjasama tersebut. Pada bulan Maret 2002, sebuah forum energi , yang membahas tentang bilateral teknlogi dibuat, dan mengadakan pertemuan pertama kali pada bulan September tahun 2002.
Volume perdagangan bilateral kedua negara ini, telah mengalami peningkatan sangat cepat karena kedua negara, telah sepakat melanjutkan hubungan diplomatik, dengan donor sebanyak $ US 1180000000 di tahun 1990 menjadi $7,464 miliar pada tahun 2000.
Pada tahun 2001, volume perdagangan bilateral, sedikit mempunya hambatan, indeks keuntungan hanya mencapai prosentase Rp 6725000000, akibat mengalami perlambatan ekonomi global. Dan pada tahun pertama di 2002, hasil kerjasama teknologi ini, telah menyumbangkan USD 3,6 milyar, atau meningkat sebesar 5,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Dan pada akhirnya, menjadikan Cina sebagai mitra perdagangan ke-5 dari Indonesia sementara Indonesia, menjadi mitra perdagangan di urutan 17 oleh Cina. Pada bulan Mei 2000, Menteri Luar Negeri Tang Jiaxuan telah mengadakan kunjungan ke Menteri Luar Negeri Indonesia Alwi Shihab menandatangani pernyataan bersama mengenai arah pembangunan hubungan bilateral di masa depan dan sebuah nota kesepahaman tentang menempatkan sebuah komite bersama mengenai hal hubungan kerjasama bilateral.
China telah berjanji, untuk mengadakan kerjasama yang efektif dengan pihak Indonesia, dengan tujuan untuk mendorong kemitraan strategis bilateral kedua negara tersebut. Kesepakatan ini, dari pihak Cina, difasilitator oleh Wu Bangguo dan penasihat politik, Jia Qinglin. Hal tersebut dikemukakan dalam pertemuan terpisah dengan Taufik Kiemas, yang saat itu, beliau menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia.
Sebagai sebuah kesepakatan momentum pengembangan hubungan bilateral, Tiongkok-Indonesia, Wu mengatakan negara telah menikmati dan saling meningkatkan kepercayaan politik, yakni baik bersifar kerja sama yang bermanfaat di berbagai sektor, dan koordinasi yang erat dalam organisasi-organisasi regional dan internasional.
Indonesia dan Cina, merupakan dua negara yang memiliki kepentingan politik di kawasan Asia-Pasifik, kedua negara ini telah menikmati kepentingan bersama yang luas dan saling menguntungkan. Wu menjelaskan, bahwa ia berharap kedua belah pihak akan meningkatkan pertukaran parlemen dan kerja sama untuk mempererat isi dari perjanjian hubungan bilateral.
Jia Qinglin, ketua Nasional Permusyawaratan Politik Rakyat Cina's Konferensi ( CPPCC), mengatakan bahwa Kami siap bekerja sama dengan Indonesia untuk memperluas kerjasama di bidang ekonomi, baik dalam bidang perdagangan , budaya, yang semua itu ditunjukkan untuk memajukan kemitraan strategis kami, dan mencatatnya, bahwa hal ini akan menguntungkan kedua bangsa dan membantu regional dan perdamaian dunia dan pembangunan kedua negara.
Jia berharap, CPPCC, sebagai badan penasehat atas politik, dan MPR Indonesia akan mempertahankan pertukaran bilateral ini dan mau saling mempelajari satu sama lain untuk membantu mempromosikan hubungan antara kedua negara.Indonesia memilki hubungan regional yang bersahabat dan kerja sama dengan pihak Cina, dia berharap bahwa kedua negara akan meningkatkan kerjasama yang pragmatis di dalam pembangunan infrastruktur dan eksploitasi sumber daya alam.
Dia mengatakan, bahwa pihak MPR, sebagai perwakilan sudah siap untuk memperkuat pertukaran dan kerjasama dengan NPC dan CPPCC , untuk memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekononomi yang kompherensif .
Selama 60 tahun hubungan bilateral China dan Indonesia, kedua negara ini telah mengalami pasang surut hubungan bilateral yang dibangun dari dekade tahun 1990’an. Banyaknya perubahan kebijakan yang telah dilakukan oleh China, membuat integrasi china di kawasan asia, menjadi integarsi yang kuat, yang bersaing dengan komoditi ekonomi dari negara-negara ASEAN. Untuk itu, integarsi ini telah menimbulkan tantangan yang kuat bagi negara Indonesia sendiri, yang salah satunya menjadi negara anggota ASEAN.
Tantangan itu dapat terjadi karena intensitas hubungan meningkat, atau adanya perubahan di kawasana yang bersifat fundamental dan cepat. Hubungan dan kerjasama ekonomi telah menangani peningkatan. Perdagangan bilateral sudah melebihi 30 miliar dolar Amerika Serikat, dan akan mengalami peningkatan terus , terutama setelah kawasan Perdagangan bebas ASEAN – Cina ( ACFTA ), berlaku pada awal tahun 2010. Di Indonesia memang banyak yang dipertanyakan mengenai pelaksanaan ACFTA, tetapi pada akhirnya dengan bantuan Pemerintah dan Perusahaan besar, UKM, dapat diharapkan dapat bersaing dengan Indonesia dan China.
Dalam hubungan kerjasama di Asia Timur dan Asia Pasifik perlu secara terus menerus dilakukan tukar menukar pandangan dan kebijakan demi kepentingan kerjasama kawasan yang bersangkutan, misalnya dalam soal dualisme antara ASEAN Plus Three (APT) DAN East Asia Summit (EAS), jelas harus diambil putusan bersama agar bisa mendorong kerja sama regional secara efektif di kawasan. Dalam hubungan ini sebaiknya APT diarahkan untuk kerja sama fungsional karena forum ini lebih kecil dan efektif serta telah 10 tahun lebih kerja sama, tetapi tetap dibuka untuk anggota EAS, yang merupakan forum dialog, tentang masalah-masalah strategis melalui KTT dan tidak akan mempunyai lembaga-lembaga di bawahnya, yakni pihak Amerika Serikat dan Rusia dapat diundang pula ke dalamnya. Akhirnya di bidang budaya, malalui pendidikan dan ilmu pengetahuan, jangan sampai terabaikan karena penting menyelami nilai-nilai dan karakter bangsa, yang diperlukan apa bila kerja sama dan hubungan menjadi semakin erat. Ilmu pengetahuan dean pendidikan merupakan alat-alat dan sarana-sarana yang penting untuk masa depan yang akan melakukan kerja sama ini. Indonesia dan China sama-sama saling membutuhkan kerjasama ini.
Kesimpulan
Kerja sama bilateral Indonesia dan China merupakan suatu hubungan diplomatik yang bersifat idealis dan kompetitif. Banyaknya hal yang menguntungkan dari kerjasama ini, akan menciptakan suatu hubungan bilateral yang dinamis, bersama dengan persaingan produk Cina yang menjamur di pasaran Indonesia, membuat komditi pasar Indonesia pun, harus segera dapat menyeimbangkan pendapatan distribusi penyebaran produk China, yang telah menduduki pasaran tingkat atas pada sistem distribusian.Namun dibalik persaingan ekonomi, di kedua negara ini, yakni Indonesia dan China, kedua negara ini begitu banyak membangun diplomasi di bidang lain, selain di bidang ekonomi, Indonesia dan China terlibat dalam G-20, dan termasuk dalam ASEAN plus 3, dan Organisasi perdagangan WTO. Ini membuktikan, bahwa Indonesia dan China masih memiliki hubungan yang berkesinambungan dalam hal kerjasama politik, yang dimana hubungan ini masih sangat diperlukan untuk saling mendukung dalam upaya meningkatkan dukungan intensitas kepercayaan internasional.
Banyaknya produk China yang menjamur di pasaran Indonesia, dikarenakan, keahlian para pengusaha dari China, yang mampu membaca situasi pasar Indonesia, yang kurang mengembangkan industri kecilnya, yang dinilai berpotensi menjadi salah satu pengembangan hegemoni baru, untuk menghasilkan komoditi yang cukup bagus bagi pasaran ekspor di luar negeri. Hal ini menjadi sebuah problema tersedendiri yang telah dimanfaatkan China, untuk membidik pasaran Indonesia, yang dinilai oleh China, Indonesia masih mengalami pendapatan ekonomi masyarakatnya. Sehingga sebuah pencitraan konsumsi pasar baru, diciptakan oleh China, untuk mencari keuntungan tersendiri dari efek keadaan Indonesia yang rata-rata penduduknya memiliki income per kapita yang kecil, dalam statistik perekonomiannya.Diluar dari permasalahan persaingan bisnis ekonomi, Indonesia dam China, harus dapat saling memahami, untuk lebih jauh mengadakan pendekatan ke arah bidang yang lain. Indonesia dapat mempelajari dari sistem hukum China, mengenai pemberantasan Korupsi, yang dilaksanakan Pemerintah China dengan tegas. China telah berhasil menyelesaikan dengan tegas, mengenai ekspansi korupsi, dengan menggunakan sistem hukum yang cukup berat, bagi para pelaku Korupsi di negeri China tersebut. Indonesia harus lebih bersikap dewasa dalam mengelola lebih jauh mengenai hubungan diplomasi yang kondusif dengan China. Selain AFTA China yang masuk ke dalam regionalisme ASEAN, Indonesia harus dapat dengan cermat membidik celah, untuk menyeimbangkan sektor ekonominya, agat tidak terjadi konjungtivitas terlalu jauh dengan China.

Similar Documents

Free Essay

Ikea China (Indo)

...Tugas Mata Kuliah Manajemen Pemasaran Strategik A Standardised approack to world? IKEA in China Oleh : Jordan Indratama – 1106034194 MAGISTER MANAJEMEN Fakultas Ekonomi – Universitas Indonesia 2011/2012 A Standardised approack to world? IKEA in China IKEA merupakan perusahaan penyediaan perabotan rumah tangga yang sudah membuka cabangnya sebanyak 216 cabang pada 24 negara. IKEA adalah perusahaan perabotan rumah tangga yang berasal dari Swedia sejak tahun 1943 dan perkembangan bisnisnya sudah sangat sukses di benua Eropa dan Amerika. Sejak tahun 1998 barulah IKEA melakukan ekspansi bisnisnya di Cina yang mereka anggap merupakan salah satu peluang bisnis terbesar di benua asia. Di Cina sendiri IKEA pada tahun 2006 membuka gerainya sebanyak 3 cabang dan di tahun 2012 kini sudah melakukan ekspansi berikutnya hingga 10 cabang. Perkembangan IKEA di Cina dibandingkan negara lain termasuk lambat dan juga pada tahun 2004 hingga 2005 menghasilkan pertumbuhan sales hingga 50 persen akan tetapi dengan turnover yang ada bisa dibilang belom menghasilkan profit. Namun IKEA menganggap pertumbuhan di Cina masih terbilang sukses karena telah berhasil melakukan standardisasi di setiap negara yang diekspansi. Meski IKEA menganggap pertumbuhannya di Cina sukses, IKEA tetap mempelajari standardisasi yang mereka lakukan jika ingin terus berkembang untuk menyaingi pasaran bisnis yang ada di Cina. Sesuai dengan teori yang diterapkan Dawson dan Mukoyama yang mengatakan...

Words: 680 - Pages: 3

Premium Essay

Indo China Relations

...NAVAL POSTGRADUATE SCHOOL MONTEREY, CALIFORNIA THESIS THE CHINA-INDIA-PAKISTAN WATER CRISIS: PROSPECTS FOR INTERSTATE CONFLICT by James F. Brennan September 2008 Thesis Co-Advisors: Alice Lyman Miller Feroz Khan Approved for public release, distribution is unlimited THIS PAGE INTENTIONALLY LEFT BLANK REPORT DOCUMENTATION PAGE Form Approved OMB No. 0704-0188 Public reporting burden for this collection of information is estimated to average 1 hour per response, including the time for reviewing instruction, searching existing data sources, gathering and maintaining the data needed, and completing and reviewing the collection of information. Send comments regarding this burden estimate or any other aspect of this collection of information, including suggestions for reducing this burden, to Washington headquarters Services, Directorate for Information Operations and Reports, 1215 Jefferson Davis Highway, Suite 1204, Arlington, VA 22202-4302, and to the Office of Management and Budget, Paperwork Reduction Project (0704-0188) Washington DC 20503. 1. AGENCY USE ONLY (Leave blank) 2. REPORT DATE 3. REPORT TYPE AND DATES COVERED September 2008 Master’s Thesis 4. TITLE AND SUBTITLE: The China-India-Pakistan Water Crisis: Prospects for 5. FUNDING NUMBERS Interstate Conflict 6. AUTHOR(S) James F. Brennan, Lieutenant, United States Navy 7. PERFORMING ORGANIZATION NAME(S) AND ADDRESS(ES) Naval Postgraduate School Monterey, CA 93943-5000 9. SPONSORING /MONITORING AGENCY...

Words: 18200 - Pages: 73

Free Essay

Fraternity

...000 – Computer science, information, and general works • 000 Generalities • 001 Knowledge • 002 The book • 003 Systems • 004 Data processing and Computer science • 005 Computer programming, programs, data • 006 Special computer methods • 007 Not assigned or no longer used • 008 Not assigned or no longer used • 009 Not assigned or no longer used • 010 Bibliography • 011 Bibliographies • 012 Bibliographies of individuals • 013 Bibliographies of works by specific classes of authors • 014 Bibliographies of anonymous and pseudonymous works • 015 Bibliographies of works from specific places • 016 Bibliographies of works from specific subjects • 017 General subject catalogs • 018 Catalogs arranged by author & date • 019 Dictionary catalogs • 020 Library & information sciences • 021 Library relationships • 022 Administration of the physical plant • 023 Personnel administration • 024 Not assigned or no longer used • 025 Library operations • 026 Libraries for specific subjects • 027 General libraries • 028 Reading, use of other information media • 029 Not assigned or no longer used • 030 General encyclopedic works • 031 General encyclopedic works -- American • 032 General encyclopedic works in English • 033 General encyclopedic works in other Germanic languages • 034 General encyclopedic works in French, Provencal...

Words: 6903 - Pages: 28

Free Essay

Romancing Mauritius

...Rediscovered in the 16th century (though Arab and Malay sailors are known to have visited the island as early as the 10th century) by the Portuguese, Mauritius was uninhabited until 1598 when first the Dutch, then French and finally the British colonised the tiny island before it became independent in 1968. Even though the British rule lasted a relatively longer period, the French roots are more evident in the Mauritian lifestyle and people still prefer to speak Creole and French over the official English language. Right from the time when you set foot at the SSR International Airport at Plaisance, chances are that if you say you are from India, the locals, who proudly refer to the island as 'Little India'-a moniker attributed to former Prime Minister Indira Gandhi, will give you a warmer welcome. Not surprising since over 68 per cent of Mauritians are of Indian origin whose forefathers migrated to Mauritius as indentured labourers during the British rule. Though India is seventh among top 10 nations in the Mauritius tourism pie, it contributes only a fraction to the market dominated by Europe till now. However, the Mauritian Tourism minister Nando Bodha plans to change that. He recently announced plans to attract over 100,000 Indian tourists within the next five years, more than doubling the number from the existing 49,779 (as per February 25, 2011 data). Says the minister, "Being initially frequented by honeymooners only, today we have different segment of travellers...

Words: 944 - Pages: 4

Premium Essay

• Assess France's Attempts to Restore Its Colonial Rule in Indo-China Between 1945-1954

...Decolonisation in Indo-China Assessment “You can kill ten of my men for every one I kill of yours. But even at these odds, you will lose and I will win.” – Ho Chi Minh • Assess France’s attempts to restore its colonial rule in Indo-China between 1945-1954. Between 1945 and 1954 France’s attempts to restore its colonial rule in Indo-China, through both negotiation and military conflict, were largely unsuccessful. This lack of success on the part of a major European power in putting down the resistance of a (relatively) small guerilla force of rebels within its own colony is a cause for much debate. There are many opinions as to where France’s biggest short comings fell or what their biggest mistake was. Some argue it was their treatment of the Vietnamese villagers, while others believe the environment posed an insurmountable barrier for the French. Still others argue that France’s biggest short coming was its lack of adaptability or its limited understanding of Vietnamese society. It is undeniable that these factors could all be explanations to the problems France faced in its attempts to restore its colonial rule in Indo-China, however, it was the combination of all these factors (and more) within the volatile environment which was world politics at the time which resulted in France’s ultimate lack of success. One thing which was certainly a contributing factor to France’s lack of success was that the French underestimated the resistance they were faced with...

Words: 1744 - Pages: 7

Free Essay

Cross Cultural Communication

...cultures around the world, countries that are spoken in this project are China, Ireland, and Argentina. Cross Cultural Communication | Country | Preferred communication style | Non-verbal communication practices | Business communication norms | Strategies to increase cross-cultural communication | China | In China, there are several languages and dialects, the most important are Mandarin and Cantonese, most of business people speak at least some English (Katz, 2008).Chinese is a family of closely related but mutually unintelligible languages. These languages are known variously as f¨¡ngy¨¢n (regional languages), dialects of Chinese or varieties of Chinese. In all over 1.2 billion people speak one or more varieties of Chinese. All varieties of Chinese belong to the Sino-Tibetan family of languages and each one has its own dialects and sub-dialects, which are more or less mutually intelligible (Kwintessential Ltd, 2010 ). | The Chinese converse while standing around three feet apart, gestures are usually very subtle, it is advisable to restrict the body language; non verbal communication is very important, touching , crossing legs should be avoid, and hand gestures while speaking can distract the audience, eye contact should be infrequent but is important while meeting for the first time (Katz, 2008). | The Chinese don't like doing business with companies they don't know. Before arriving in China send materials that describe the company, its history, and literature about...

Words: 1087 - Pages: 5

Free Essay

The Death and Ressurcection of the Welsh Language

...Welsh is the oldest language in Britain starting back nearly 4,000 years. Most European languages including Welsh evolved from a language now referred to as Indo-European. The Indo-European language developed into nine different language groups, one of which was Celtic. From that, Celtic developed into its own family of languages, which included Welsh. With the emergence of the English empire, most people in Britain looked down on the Welsh residences, referred to them as ruckus rowdies, and definitely put them in a lower class than the citizens of Britain. The British started to influence the country, and made English the official language of the country. It got to the point that school children who only spoke Welsh were made to wear signs around their neck with the letters W N on them. This was to instruct teachers that these children were only to be spoken to in English and not Welsh. Welsh Not is what the letters stood for. (BBC, 2011) In the mid 1800’s, around 80 percent of people living in Wales were Welsh speakers. Very few of the residents spoke almost no English at all. As of 2001, according to the Census, 20.8% of people in Wales can speak Welsh. This is saying that only 580,000 in a country of only 3 million people aged three and above speak the language. Welsh was mainly only spoken in the smaller towns in the West and North West of Wales. When the language started disappearing amongst their citizens the government recognized that...

Words: 777 - Pages: 4

Premium Essay

How Did The Yuezhi Build Too Much Power

...Who knew that such a flourishing civilization could go from being simple tradesmen in China, to being run out of the country, to starting their own empire, and finally being lead to their own demise. Sometimes too much power is a bad thing, and eventually has the opposite effect on a group of people. The Yuezhi were an Indo-European civilization of about 400,000 that originally resided along the border of China. They were peaceful people and generally tried to avoid conflict. The Yuezhi were mainly known for their trade and for the founding of the Kushan Empire. The Yuezhi were first mentioned in 1st century BC by Guan Rhong, which suggests this is around the time the civilization began. They started out living in the north-western border of China, which gave them access to the jade in the mountains in Gansu. They took this jade and supplied it to the Chinese rulers. Along with the jade, the Yuezhi started providing these same rulers with war horses. A trust was established, and the Yuezhi eventually became the middlemen between China and...

Words: 992 - Pages: 4

Premium Essay

Effect of Chinese Dumping in Indian Markets

...threatened by cheap Chinese imports deal with the threat? Introduction It is never less than a challenge to attempt to understand the cultural factors which influence a nation’s conduct in the international arena. When that nation is China and the subject of introspection is its relations with India, such an endeavour can at best be fraught with far too many variables. The two have had the longest uninterrupted existence as nations. Their combined size and population makes them the largest geographical and human resource mass on the planet. India and China have had cultural, religious and trade links going back centuries in history. They also came into being as nation states almost simultaneously in this century, They also share a past of colonial and imperialist subjugation from which freedom had to be won with a major struggle, Paradoxically enough, the two countries fought a war with each other over disputed frontiers. That conflict episode, the continuing border dispute between the two countries and China’s rapid growth in military power, not unsurprisingly create anxieties about the future relationship. China’s aggressive foreign policy postures also do not encourage a benign view of it. There are enough strategic thinkers in India who reckon China to be the major future threat to India. In my presentation, I am going to focus on the trade aspect of this threat to India from the Chinese products that...

Words: 3110 - Pages: 13

Free Essay

Knjnjokn

...NOTES ON PERSONAL LANGUAGE LEARNING EXPERIENCE John Whelpton The reminiscences and reflections collected here cover almost six decades of language learning, from childhood in Nottingham, where I was born in 1950, through study at Oxford (1968-72), teaching English in Nepal (1972-74), working as a civil servant in London (1975-81), graduate studies and teacher training in London, Nepal, India and Manchester (1981-87) to the last twenty-two years when I have been teaching English in Hong Kong but paying regular return visits to the UK and to Nepal. I began the compilation early in 1997, when I was teaching only part-time and occupied mainly with an intensive course in Cantonese and with work for an M.A. in Applied Linguistics. At the suggestion of my course director, Professor David Nunan, I had decided that my M.A.dissertation would be a diary study of my efforts with Cantonese and I needed a summary of my previous language learning experience as part of the exercise as well as for incorporation, in condensed form, in the eventual dissertation (completed in September 1998). I included any language which I had been formally taught for any length of time and also any others which I had worked at on my own over long periods, but not those which I occasionally looked at just out of linguistic interest or to learn a few phrases for short holiday trips. Earlier drafts were circulated to friends and colleagues...

Words: 16202 - Pages: 65

Premium Essay

Business

...nglish is a member of the Indo-European family of languages. This broad family includes most of the European languages spoken today. The Indo-European family includes several major branches: Latin and the modern Romance languages; The Germanic languages; The Indo-Iranian languages, including Hindi and Sanskrit; The Slavic languages; The Baltic languages of Latvian and Lithuanian (but not Estonian); The Celtic languages; and Greek. The influence of the original Indo-European language, designated proto-Indo-European, can be seen today, even though no written record of it exists. The word for father, for example, is vater in German, pater in Latin, and pitr in Sanskrit. These words are all cognates, similar words in different languages that share the same root. Of these branches of the Indo-European family, two are, for our purposes of studying the development of English, of paramount importance, the Germanic and the Romance (called that because the Romance languages derive from Latin, the language of ancient Rome, not because of any bodice-ripping literary genre). English is in the Germanic group of languages. This group began as a common language in the Elbe river region about 3,000 years ago. Around the second century BC, this Common Germanic language split into three distinct sub-groups: East Germanic was spoken by peoples who migrated back to southeastern Europe. No East Germanic language is spoken today, and the only written East Germanic language that survives...

Words: 264 - Pages: 2

Premium Essay

History of English Language

...English is a West Germanic language that originated from the Anglo-Frisian dialects brought to Britain by Germanic invaders and/or settlers from various parts of what is now northwest Germany and the Netherlands. Initially, Old English was a diverse group of dialects, reflecting the varied origins of the Anglo-Saxon kingdoms of Britain. One of these dialects, Late West Saxon, eventually became predominant. The English language underwent extensive change in the Middle Ages. Written Old English of AD 1000 is similar in vocabulary and grammar to other old Germanic languages such as Old High German and Old Norse, and completely unintelligible to modern speakers, while the modern language is already largely recognisable in written Middle English of AD 1400. The transformation was caused by two further waves of invasion: the first by speakers of the Scandinavian branch of the Germanic language family, who conquered and colonized parts of Britain in the 8th and 9th centuries; the second by the Normans in the 11th century, who spoke Old Norman and ultimately developed an English variety of this called Anglo-Norman. A large proportion of the modern English vocabulary comes directly from Anglo-Norman. Close contact with the Scandinavians resulted in a significant grammatical simplification and lexical enrichment of the Anglo-Frisian core of English. However, these changes had not reached South West England by the 9th century AD, where Old English was developed into a full-fledged literary...

Words: 340 - Pages: 2

Free Essay

Why You Should Learn Spanish Before You Learn French?

...reading a Latin American websites, you may find that you could gain a sense of how other people think and fee if you know Spanish. As a matter of fact, both of the languages belong to the Latin group of languages. Hence, they show some similarities too. On the one hand, French is spoken by the country of France in the continent of Europe. On the other hand, Spanish is spoken in the country of Spain in the continent of Europe. However, French and Spanish are two languages that show enormous differences between them when it comes to the pronunciation of their words, word formation and the like. It is important to know that both French and Spanish belong to the family of languages called the Indo-European family of languages. The Indo-European family of languages is otherwise called as Indo-Germanic family of languages. Since, both French and Spanish belong to the same family they show a lot of similarities too among them apart...

Words: 1469 - Pages: 6

Free Essay

Armi

...a missile defense system and a nuclear triad. India's arsenal includes nuclear weapons with a triad of delivery mechanisms. In 2010, India was the world's leading arms importeraccounting for 9% of global imports and ranked among the top ten in arms export. Israel, Russia and the United States are the primary suppliers to India's armed forces. The country’s capital expenditure for defense equipment may reach US$112 billion between 2010 and 2016. Since 1962, the IAF has maintained close military relations with Russia, including cooperative development on programs such as the Fifth Generation Fighter Aircraft (FGFA) and the Multirole Transport Aircraft (MTA). As of 2011, the major military operations of the Indian armed forces have included the Indo-Pakistani wars of 1947, 1965 and 1971, the Sino-Indian War, the 1987...

Words: 7677 - Pages: 31

Free Essay

Formation of English Literary Language

...Саратовский Государственный Университет им Н.Г.Чернышевского Literary Language Formation of English Literary Language Выполнила студентка 411 группы Журкина Дарья Саратов, 2012 1. Literary Language  Literary language is a developed form of a national language, with norms fixed in writing to varying extents; the language of all manifestations of culture that are expressed in words. The concept of a “developed form” is historically variable (in different ages and with different peoples). In the age of feudalism many peoples of the world used foreign languages as their written literary languages. The Iranian and Turkish peoples used classical Arabic, the Japanese and Koreans used classical Chinese, the Germanic and West Slavic peoples used Latin, and the people in the Baltic region and the Czechs used German. The popular languages supplanted the foreign language in many functional spheres of communication during the 14th and 15th centuries in some states and in the 16th and 17th centuries in others. The literary language is always the result of collective creative activity. The notion that the norms of a literary language are “fixed” is somewhat relative (despite all the importance and stability of the norm, it changes in time). It is not possible to imagine a national culture that is rich and developed without a rich and developed literary language. This is why the problem of the literary language is very important for society. Linguists do not agree about the...

Words: 2366 - Pages: 10