Free Essay

Landasan Hukum Pt

In:

Submitted By sylviandr
Words 9560
Pages 39
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847:23), sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat baik secara nasional maupun internasional; b. bahwa disamping bentuk badan hukum Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang, hingga saat ini masih terdapat badan hukum lain dalam bentuk Maskapai Andil Indonesia sebagaimana diatur dalam Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische Maatschappij op Aandeelen, Staatsblad 1939 : 569 jo. 717); c. bahwa dalam rangka menciptakan kesatuan hukum, untuk memenuhi kebutuhan hukum baru yang dapat lebih memacu pembangunan nasional, serta untuk menjamin kepastian dan penegakan hukum, dualisme pengaturan sebagaimana dimaksud dalam huruf b perlu ditiadakan dengan mengadakan pembaharuan peraturan tentang Perseroan Terbatas; d. bahwa pembaharuan pengaturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam huruf c, harus merupakan pengejawantahan asas kekeluargaan menurut dasardasar demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d dipandang perlu membentuk Undang-undang tentang Perseroan Terbatas. Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERSEROAN TERBATAS BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 2. Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris.

3.

4.

5. 6.

7.

Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris. Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan. Perseroan Terbuka adalah perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau perseroan yang melakukan penawaran umum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Menteri adalah Menteri Kehakiman Republik Indonesia.

Pasal 2 Kegiatan perseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan. Pasal 3 Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku apabila: a. persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi; c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

(1)

(2)

Pasal 4 Terhadap perseroan berlaku Undang-undang ini, Anggaran Dasar perseroan, dan peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal 5 Perseroan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. Pasal 6 Perseroan didirikan untuk jangka waktu yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. BAB II PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR, PENDAFTARAN, DAN PENGUMUMAN Bagian Pertama Pendirian

(1) (2) (3)

(4)

(5)

(6) (7)

Pasal 7 Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Dalam hal setelah perseroan disahkan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, maka dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain. Dalam hal setelah lampau jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), pemegang saham tetap kurang dari 2(dua) orang, maka pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan tersebut. Ketentuan yang mewajibkan perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan dalam ayat (3), serta ayat (4) tidak berlaku bagi perseroan yang merupakan Badan Usaha Milik Negara. Perseroan memperoleh status badan hukum setelah Akta Pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disahkan oleh Menteri. Dalam pembuatan Akta Pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa. Pasal 8 Akta Pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain, sekurang-kurangnya: a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri; b. susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan anggota Direksi dan Komisaris yang pertama kali diangkat; dan c. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal atau nilai yang diperjanjikan dari saham yang telah ditempatkan dan disetor pada saat pendirian. Akta Pendirian tidak boleh memuat: a. ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan ketentuan tentang pemberian keuntungan pribadi kepada pendiri atau pihak lain. b. Pasal 9 Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) para pendiri bersama-sama atau kuasanya, mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan Akta Pendirian perseroan. Pengesahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah permohonan diterima. Dalam hal permohonan ditolak, penolakan tersebut harus diberitahukan kepada pemohon secara tertulis beserta alasannya dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Pasal 10 Perbuatan hukum yang berkaitan dengan susunan dan penyertaan modal serta susunan saham perseroan, yang dilakukan oleh pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam Akta Pendirian. Naskah asli atau salinan resmi akta otentik mengenai perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diletakkan pada Akta Pendirian.

(1)

(2)

(1)

(2) (3)

(1)

(2)

(3)

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi, maka perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban bagi perseroan. Pasal 11 Perbuatan hukum yang dilakukan para pendiri untuk kepentingan perseroan sebelum perseroan disahkan, mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum apabila: a. perseroan secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang dibuat oleh pendiri atau orang lain yang ditugaskan pendiri dengan pihak ketiga. b. Perseroan secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian yang dibuat pendiri atau orang lain yang ditugaskan pendiri, walaupun perjanjian tidak dilakukan atas nama perseroan; atau c. perseroan mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang dilakukan atas nama perseroan. Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diterima, tidak diambil alih, atau tidak dikukuhkan oleh perseroan, maka masing-masing pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul. Bagian Kedua Anggaran Dasar

(1)

(2)

Pasal 12 Anggaran Dasar memuat sekurang-kurangnya: a. nama dan tempat kedudukan perseroan; b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. jangka waktu berdirinya perseroan; d. besarnya jumlah modal dasar, modal yang ditempatkan, dan modal yang disetor; e. jumlah saham, jumlah klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham; f. susunan, jumlah, dan nama anggota Direksi dan Komisaris; g. penetapan tempat dan tata cara penyelesaian RUPS; tata cara pemilihan, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan h. Komisaris; i. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen; dan ketentuan-ketentuan lain menurut Undang-undang ini. j. Pasal 13 Perseroan tidak boleh menggunakan nama yang: a. telah dipakai secara sah oleh perseroan lain atau mirip dengan nama perseroan lain; atau b. bertentangan dengan ketertiban umum, dan atau kesusilaan. Nama perseroan harus didahului dengan perkataan "Perseroan Terbatas" atau disingkat "PT". Dalam hal Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pada akhir nama perseroan ditambah singkatan kata "Tbk". Ketentuan mengenai pemakaian nama perseroan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(1)

(2) (3) (4)

(1) (2)

Pasal 14 Perubahan Anggaran Dasar ditetapkan oleh RUPS. Usul adanya perubahan Anggaran Dasar dicantumkan dalam surat panggilan atau pengumuman untuk mengadakan RUPS. Pasal 15 Perubahan tertentu Anggaran Dasar harus mendapat persetujuan Menteri dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan serta diumumkan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini. Perubahan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. nama perseroan; b. maksud dan tujuan perseroan; c. kegiatan usaha perseroan; d. jangka waktu berdirinya perseroan, apabila Anggaran Dasar menetapkan jangka waktu tertentu; e. besarnya modal dasar; f. pengurangan modal ditempatkan dan disetor; atau g. status Perseroan Tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya. Perubahan Anggaran Dasar selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) cukup dilaporkan kepada Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan RUPS, dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

(1)

(2)

(3)

Pasal 16 Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. Pasal 17 Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) mulai berlaku sejak tanggal persetujuan diberikan. Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) mulai berlaku sejak tanggal pendaftaran.

(1) (2)

Pasal 18 Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat perseroan dinyatakan pailit kecuali dengan persetujuan kurator. Pasal 19 Permohonan persetujuan atas perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) ditolak apabila: a. bertentangan dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan Anggaran Dasar; b. isi perubahan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan; atau ada sanggahan dari kreditor atas keputusan RUPS mengenai pengurangan modal. c. Pasal 20

Tata Cara pengajuan permohonan, pemberian persetujuan, dan penolakan atas perubahan Anggaran Dasar dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. Bagian Ketiga Pendaftaran dan Pengumuman Pasal 21 Direksi perseroan wajib mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan: a. Akta Pendirian beserta surat pengesahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6); b. akta perubahan Anggaran Dasar beserta surat persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2); atau c. akta perubahan Anggaran Dasar beserta laporan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3). Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pengesahan atau persetujuan diberikan atau setelah tanggal penerimaan laporan. Pasal 22 Perseroan yang telah didaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Permohonan pengumuman perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan Direksi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pendaftaran. Tata cara pengajuan permohonan pengumuman dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(1)

(2)

(1) (2) (3)

Pasal 23 Selama pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 belum dilakukan, maka Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan. BAB III MODAL DAN SAHAM Bagian Pertama Modal Pasal 24 Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikeluarkan atas nama dan atau atas tunjuk. Pasal 25 Modal dasar perseroan paling sedikit Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Undang-undang atau peraturan pelaksanaan yang mengatur bidang usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal dasar perseroan yang berbeda dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(1) (2)

(1) (2)

(3)

Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan penentuan besarnya modal dasar Perseroan Terbuka beserta perubahannya, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 26 Pada saat pendirian perseroan, paling sedikit 25 % (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 harus telah ditempatkan. Setiap penempatan modal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus telah disetor paling sedikit 50 % (lima puluh persen) dari nilai nominal setiap saham yang dikeluarkan. Seluruh saham yang telah dikeluarkan harus disetor penuh pada saat pengesahan perseroan dengan bukti penyetoran yang sah. Pengeluaran saham lebih lanjut setiap kali harus disetor penuh. Pasal 27 Penyetoran atas saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan atau dalam bentuk lainnya. Dalam hal penyetoran saham dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penilaian harga ditetapkan oleh ahli yang tidak terikat pada perseroan. Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian. Bagi Perseroan Terbuka setiap pengeluaran saham harus telah disetor penuh dengan tunai. Pasal 28 Pemegang saham yang mempunyai tagihan terhadap perseroan tidak dapat menggunakan hak tagihannya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga sahamnya. Bentuk-bentuk tagihan tertentu selain tagihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dapat dikompensasikan sebagai setoran saham, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 29 Perseroan dilarang mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri. Larangan pemilikan saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi anak perusahaan terhadap saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaannya. Bagian Kedua Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan Pasal 30 Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan: a. dibayar dari laba bersih sepanjang tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini; dan b. jumlah nilai nominal seluruh saham yang dimiliki perseroan bersama dengan yang dimiliki oleh anak perusahaan dan gadai saham yang dipegang, tidak melebihi 10 % (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan.

(1) (2) (3) (4)

(1) (2) (3) (4)

(1)

(2)

(1) (2)

(1)

(2)

(3)

Perolehan saham, baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ayat (1) batal demi hukum dan pembayaran yang telah diterima oleh pemegang saham harus dikembalikan kepada perseroan. Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas semua kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat batal demi hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Pasal 31 Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) atau pengalihannya lebih lanjut hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS. Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara tersebut. Pasal 32 RUPS dapat menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 kepada organ lain untuk waktu paling lama 5 (lima) tahun. Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setiap kali dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 5 (lima) tahun. Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS. Pasal 33 Saham yang dibeli kembali oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah korum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan dalam Undangundang ini dan atau Anggaran Dasar. Saham induk perusahaan yang dibeli oleh anak perusahaannya juga tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah korum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan dalam Undangundang ini dan atau Anggaran Dasar. Bagian Ketiga Penambahan Modal Pasal 34 Penambahan modal perseroan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS. RUPS dapat menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Komisaris untuk waktu paling lama 5 (lima) tahun. Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS.

(1) (2)

(1) (2) (3)

(1)

(2)

(1) (2) (3)

Pasal 35 Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, korum, dan jumlah suara untuk perubahan Anggaran Dasar sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar. Pasal 36

(1)

(2)

(3)

Dalam hal Anggaran Dasar tidak menentukan lain, seluruh saham yang dikeluarkan dalam penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama. Dalam hal pemegang saham tidak menggunakan hak untuk membeli saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak penawaran, perseroan menawarkan kepada karyawan mendahului penawaran kepada orang lain untuk membeli jumlah tertentu atas saham tersebut. Ketentuan mengenai saham yang ditawarkan kepada karyawan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Pengurangan Modal Pasal 37 Pengurangan modal perseroan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35. Direksi wajib memberitahukan secara tertulis keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada semua kreditor dan mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia serta 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan. Pasal 38 Dalam waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), kreditor dapat mengajukan keberatan secara tertulis disertai alasannya kepada perseroan atas keputusan pengurangan modal dengan tembusan kepada Menteri. dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterima, perseroan wajib memberikan jawaban atas keberatan yang diajukan disertai alasannya. Dalam hal perseroan menolak keberatan atau tidak memberikan penyelesaian yang disepakati kreditor, maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak jawaban perseroan diterima kreditor dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan. Pasal 39 Pengurangan modal berlaku setelah perubahan Anggaran Dasar mendapat persetujuan Menteri. Persetujuan menteri atas perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberikan apabila: a. tidak terdapat keberatan tertulis dari kreditor dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat(1); b. telah dicapai penyelesaian atas keberatan yang diajukan kreditor; atau c. gugatan kreditor telah mendapat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

(1) (2)

(1)

(2)

(3)

(1) (2)

Pasal 40 Perubahan Anggaran Dasar disertai persetujuan Menteri tentang pengurangan modal harus didaftarkan dan diumumkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 dan Pasal 22.

(1) (2)

Pasal 41 Pengurangan modal harus dilakukan atas setiap saham atau atas semua saham dari klasifikasi saham yang sama secara seimbang. Dalam hal terdapat lebih dari satu klasifikasi saham, keputusan pengurangan modal hanya dapat diambil sepanjang sesuai dengan keputusan yang telah terlebih dahulu diambil dalam rapat pemegang saham dari klasifikasi tersebut yang halnya dirugikan oleh keputusan pengurangan modal. Bagian Kelima Saham Pasal 42 Nilai nominal saham harus dicantumkan dalam mata uang Republik Indonesia. Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan. Saham atas tunjuk hanya dapat dikeluarkan apabila nilai nominal saham atau nilai yang diperjanjikan disetor penuh. Pasal 43 Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan Daftar Pemegang Saham, yang sekurangkurangnya memuat: a. nama dan alamat pemegang saham; b. jumlah, nomor, dan tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham dan apabila dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham, tiap-tiap klasifikasi saham tersebut; c. jumlah yang disetor atas setiap saham; d. nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham dan tanggal perolehan hak gadai tersebut; dan e. keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2). Selain Daftar Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), perseroan wajib mengadakan dan menyimpan Daftar Khusus yang memuat keterangan mengenai kepemilikan saham anggota Direksi dan Komisaris beserta keluarganya pada perseroan tersebut dan atau pada perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh. Dalam hal perseroan mengeluarkan saham atas tunjuk, maka dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dicatat tanggal, jumlah, dan nomor saham atas tunjuk yang dikeluarkan. Dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dicatat pula setiap perubahan kepemilikan saham. Dalam Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) disediakan di tempat kedudukan perseroan agar dapat dilihat oleh para pemegang saham.

(1) (2) (3)

(1)

(2)

(3)

(4) (5)

Pasal 44 Kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya. Pasal 45 Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi.

(1)

(2)

Dalam hal 1 (satu) saham dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) orang, maka hak yang timbul dari saham tersebut hanya dapat digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang wakil bersama. Pasal 46 Anggaran Dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih. Setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, maka Anggaran Dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi sebagai saham biasa. Selain klasifikasi saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih: a. Dengan hak suara khusus, bersyarat, terbatas, atau tanpa hak suara; b. yang setelah jangka waktu tertentu dapat ditarik kembali atau dapat ditukar dengan klasifikasi saham lain; c. yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima pembagian dividen secara kumulatif atau non kumulatif; dan atau d. yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen dan sisa kekayaan perseroan dalam likuidasi. Pasal 47 Anggaran Dasar dapat menentukan pecahan nilai nominal saham. Pemegang pecahan nilai nominal saham tidak diberikan hak suara perseorangan, kecuali pemegang pecahan nilai nominal saham baik sendiri atau bersama pemegang pecahan nilai nominal saham lainnya yang sejenis memiliki nilai nominal sebesar 1 (satu) nominal saham dari klasifikasi tersebut.

(1) (2) (3) (4)

(1) (2)

Pasal 48 Dalam Anggaran Dasar perseroan ditentukan cara pemindahan hak atas saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 49 Pemindahan hak atas saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak. Akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan. Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham atas nama, tanggal dan hari pemindahan hak tersebut dalam Daftar Pemegang Saham atau Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2). Pemindahan hak atas saham atas tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat saham. Bentuk dan tata cara pemindahan hak atas saham atas nama dan saham atas tunjuk yang diperdagangkan di pasar modal diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

(1) (2) (3)

(4) (5)

Pasal 50 Dalam Anggaran Dasar dapat diatur ketentuan pembatasan pemindahan hak atas saham yaitu: a. keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lainnya; dan atau

b.

keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan. Pasal 51 Dalam hal Anggaran Dasar mengharuskan pemegang saham menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lain yang tidak dipilihnya sendiri, perseroan wajib menjamin bahwa semua saham yang ditawarkan dibeli dengan harga yang wajar dan dibayar tunai dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penawaran dilakukan. Dalam hal perseroan tidak dapat menjamin terlaksananya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemegang saham dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada karyawan mendahului penawaran kepada orang lain. Setiap pemegang saham yang diharuskan menawarkan sahamnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berhak menarik kembali penawaran tersebut setelah lampaunya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Penawaran saham terlebih dahulu kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lainnya hanya dapat dilakukan satu kali. Ketentuan mengenai penawaran dan penjualan saham kepada karyawan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 52 Pemberian persetujuan atau penolakan pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan organ perseroan harus diberikan secara tertulis dalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak organ perseroan menerima permintaan pemindahan hak tersebut. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lampau dan organ perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis, maka organ perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut. Dalam hal pemindahan hak atas saham atas nama disetujui oleh organ perseroan, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dan dilakukan dalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak persetujuan diberikan. Dalam hal pemindahan hak atas saham ditolak, maka organ perseroan harus menunjuk calon pembeli lain sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1). Dalam hal pemindahan hak atas saham ditolak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak disertai penunjukan, maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Pasal 53 Saham atas tunjuk dapat digadaikan. Saham atas nama dapat digadaikan sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. Gadai saham harus dicatat dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43. Hak suara atas saham yang digadaikan tetap ada pada pemegang saham. Pasal 54 Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya. Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri, apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi atau Komisaris.

(1)

(2)

(3)

(4) (5)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(1) (2) (3) (4)

(1) (2)

(3)

Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan. Pasal 55 Setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar, apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa: a. perubahan Anggaran Dasar; b. penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan; atau c. penggabungan, peleburan, atau pengambil alihan perseroan. Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), maka perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak lain. BAB IV LAPORAN TAHUNAN DAN PENGGUNAAN LABA Bagian Pertama Laporan Tahunan

(1)

(2)

Pasal 56 Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku perseroan ditutup, Direksi menyusun laporan tahunan untuk diajukan kepada RUPS, yang memuat sekurang-kurangnya: a. perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut; b. neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalam satu grup, di samping neraca dari masing-masing perseroan tersebut; c. laporan mengenai keadaan dan jalannya perseroan serta hasil yang telah dicapai; d. kegiatan utama perseroan dan perubahan selama tahun buku; rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan perseroan; e. f. nama anggota Direksi dan Komisaris; dan g. gaji dan tunjangan lain bagi anggota Direksi dan Komisaris. Pasal 57 Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Komisaris. Dalam hal ada anggota Direksi atau Komisaris tidak menandatangani laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disebutkan alasannya secara tertulis. Pasal 58 Perhitungan tahunan dibuat sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Dalam hal Standar Akuntansi Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya harus diberikan penjelasan serta alasannya.

(1) (2)

(1) (2)

(1)

(2) (3) (4)

Pasal 59 Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan perseroan kepada akuntan publik untuk diperiksa apabila: a. bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat; perseroan mengeluarkan surat pengakuan utang; atau b. c. perseroan merupakan Perseroan Terbuka. Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dipenuhi, perhitungan tahunan tidak boleh disahkan oleh RUPS. Laporan atas hasil pemeriksaan akuntan publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi. Perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setelah mendapat pengesahan RUPS diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian. Pasal 60 Persetujuan laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan dilakukan oleh RUPS. Keputusan atas persetujuan laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diambil sesuai dengan ketentuan dalam Undangundang ini dan atau Anggaran Dasar. Dalam hal dokumen perhitungan tahunan yang disediakan ternyata tidak benar dan atau menyesatkan, anggota Direksi dan Komisaris secara tanggung renteng bertanggungjawab terhadap pihak yang dirugikan. Anggota Direksi dan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya. Bagian Kedua Penggunaan Laba Pasal 61 Setiap tahun buku, perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan. Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari modal yang ditempatkan. Cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain. Ketentuan mengenai penyisihan laba bersih untuk cadangan dan penggunaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 62 Penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) diputuskan oleh RUPS. Dalam hal RUPS tidak menentukan lain, seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen. Setelah 5 (lima) tahun, dividen yang tidak diambil dimasukkan ke dalam cadangan yang diperuntukkan untuk itu.

(1) (2)

(3)

(4)

(1) (2)

(3)

(4)

(1) (2)

(3)

(4)

Pengambilan dividen sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Anggaran Dasar. BAB V RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM Pasal 63 RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar. RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan atau Komisaris. Pasal 64 RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. Tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terletak di wilayah Negara Republik Indonesia. Pasal 65 RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya. RUPS tahunan diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku. Dalam RUPS tahunan harus diajukan semua dokumen perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56. RUPS lainnya dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan. Pasal 66 Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya. Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat juga dilakukan atas permintaan 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan. Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan kepada Direksi atau Komisaris dengan surat tercatat disertai alasannya. RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). Pasal 67 Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan dapat memberikan izin kepada pemohon untuk: a. melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan, atas permohonan pemegang saham apabila Direksi atau Komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan; atau b. melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya, atas permohonan pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), apabila Direksi atau Komisaris setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permintaan tidak melakukan pemanggilan RUPS lainnya.

(1) (2)

(1) (2)

(1) (2) (3) (4)

(1) (2)

(3) (4)

(1)

(2)

(3) (4)

Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menetapkan bentuk, isi, dan jangka waktu pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan Undang-undang ini atau Anggaran Dasar. Dalam hal RUPS diselenggarakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintahkan Direksi dan atau Komisaris untuk hadir. Penetapan Ketua Pengadilan Negeri mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir. Pasal 68 Untuk menyelenggarakan RUPS Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham. Dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar, pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh Komisaris. Pasal 69 Pemanggilan RUPS dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum RUPS diadakan. Pemanggilan RUPS dilakukan dengan surat tercatat. Pemanggilan RUPS untuk Perseroan Terbuka dilakukan dalam 2 (dua) surat kabar harian. Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor perseroan mulai hari dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan hari RUPS diadakan. Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) kepada pemegang saham secara cuma-cuma. Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), keputusan tetap sah apabila RUPS dihadiri oleh seluruh pemegang saham yang mewakili saham dengan hak suara yang sah dan disetujui dengan suara bulat. Pasal 70 Bagi Perseroan Terbuka, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dalam 2 (dua) surat kabar harian. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS. Pasal 71 Pemegang saham dengan hak suara yang sah, baik sendiri maupun dengan kuasa tertulis berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya. Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Komisaris, dan karyawan perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 72 Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara kecuali Anggaran Dasar menentukan lain. Saham perseroan yang dimiliki oleh perseroan itu sendiri tidak mempunyai hak suara.

(1) (2)

(1) (2) (3) (4)

(5) (6)

(1)

(2)

(1) (2)

(1) (2)

(3)

Saham induk perusahaan yang dimiliki oleh anak perusahaannya juga tidak mempunyai hak suara. Pasal 73 RUPS dapat dilangsungkan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, kecuali Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar menentukan lain. Dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, diadakan pemanggilan RUPS kedua. Pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua diselenggarakan. RUPS kedua diselenggarakan paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari dari RUPS pertama. RUPS kedua sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) sah dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah. Dalam hal korum RUPS kedua sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak tercapai, atas permohonan perseroan korum ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Pasal 74 Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah, kecuali Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan harus diambil berdasarkan suara yang lebih besar dari suara terbanyak biasa. Pasal 75 Keputusan RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara tersebut. Dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, maka dalam RUPS kedua keputusan sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh suara terbanyak dari jumlah suara tersebut.

(1)

(2) (3) (4) (5)

(6)

(1) (2)

(1)

(2)

Pasal 76 Dalam hal penggabungan, peleburan, pengambil alihan, kepailitan dan pembubaran perseroan, keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut. Pasal 77 Setiap penyelenggaraan RUPS wajib dibuat risalah dan dibubuhi tanda tangan ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS. Pasal 78

(1) (2)

Dalam Anggaran Dasar perseroan dapat ditentukan bahwa keputusan RUPS dapat diambil dengan cara lain dari rapat. Dalam hal Anggaran Dasar mengatur ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), keputusan dapat diambil apabila semua pemegang saham dengan hak suara yang sah telah menyetujui secara tertulis baik mengenai cara maupun keputusan yang diambil. BAB VI DIREKSI DAN KOMISARIS Bagian Pertama Direksi Pasal 79 Kepengurusan perseroan dilakukan oleh Direksi. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi. Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan. Pasal 80 Anggota Direksi diangkat oleh RUPS. Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama anggota Direksi dalam Akta Pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b. Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali. Anggaran Dasar mengatur tata cara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian anggota Direksi tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan. Pasal 81 Peraturan tentang pembagian tugas dan wewenang setiap anggota Direksi serta besar dan jenis penghasilan Direksi ditetapkan oleh RUPS. Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan bahwa kewenangan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Komisaris atas nama RUPS.

(1) (2)

(3)

(1) (2)

(3) (4)

(1) (2)

Pasal 82 Direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pasal 83 Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, maka yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota Direksi kecuali ditentukan lain dalam Undangundang ini dan atau Anggaran Dasar.

(1)

(2)

Anggaran Dasar dapat menentukan pembatasan wewenang anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 84

(1)

(2) (3)

Anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila: a. terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan. Dalam Anggaran Dasar ditetapkan yang berhak mewakili perseroan apabila terdapat keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Dalam hal Anggaran Dasar tidak menetapkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), RUPS mengangkat 1 (satu) orang pemegang saham atau lebih untuk mewakili perseroan. Pasal 85 Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Setiap anggota Direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan. Pasal 86 Direksi wajib: a. membuat dan memelihara Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi; dan b. menyelenggarakan pembukuan perseroan. Daftar Pemegang Saham, risalah dan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disimpan di tempat kedudukan perseroan. Atas Permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dan mendapatkan salinan Daftar Pemegang Saham, risalah dan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(1) (2)

(3)

(1)

(2) (3)

Pasal 87 Anggota Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain. Pasal 88 Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh merugikan pihak ketiga yang beritikad baik. Keputusan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang

(1) (2) (3)

(4)

mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak perbuatan hukum tersebut dilakukan.

Pasal 89 Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan perseroan atau lebih atau orang lain untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu. Pasal 90 Direksi hanya dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri agar perseroan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan RUPS. Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian itu. Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggungjawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut. Pasal 91 Anggota Direksi dapat sewaktu-waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya. Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. Dengan keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka kedudukannya sebagai anggota Direksi berakhir. Pasal 92 Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh RUPS atau Komisaris dengan menyebutkan alasannya. Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada Direksi yang bersangkutan. Anggota Direksi yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berwenang melakukan tugasnya. Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus diadakan RUPS. Dalam RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) anggota Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian sementara tersebut atau memberhentikan anggota Direksi yang bersangkutan. Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari tidak diadakan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), pemberhentian sementara tersebut batal.

(1) (2)

(3)

(1) (2)

(3)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Pasal 93 Dalam Anggaran Dasar diatur ketentuan mengenai pengisian sementara jabatan Direksi yang kosong atau dalam hal Direksi diberhentikan untuk sementara atau berhalangan.

Bagian Kedua Komisaris Pasal 94 Perseroan memiliki Komisaris yang wewenang dan kewajibannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang Komisaris. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) orang Komisaris, mereka merupakan sebuah majelis. Pasal 95 (1) (2) Komisaris diangkat oleh RUPS. Untuk pertama kali pengangkatan Komisaris dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama Komisaris dalam Akta Pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b. Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali. Anggaran Dasar mengatur tata cara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian Komisaris tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan.

(1) (2)

(3)

(3) (4)

Pasal 96 Yang dapat diangkat menjadi Komisaris adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan. Pasal 97 Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada Direksi. Pasal 98 Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.

(1) (2)

Pasal 99 Komisaris wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain. Pasal 100 Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.

(1)

(2) (3)

Berdasarkan Anggaran Dasar atau keputusan RUPS, Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Bagi Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga. Pasal 101 Anggota Komisaris dapat diberhentikan atau diberhentikan sementara oleh RUPS. Ketentuan mengenai pemberhentian dan pemberhentian sementara anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan ayat (7) berlaku pula terhadap Komisaris. BAB VII PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN Pasal 102 Satu perseroan atau lebih dapat menggabungkan diri menjadi satu dengan perseroan yang telah ada atau meleburkan diri dengan perseroan lain dan membentuk perseroan baru. Rencana penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Rancangan Penggabungan atau Peleburan yang disusun bersama oleh Direksi dari perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan, yang memuat sekurang-kurangnya: a. nama perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan; b. alasan serta penjelasan masing-masing Direksi perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan dan persyaratan penggabungan atau peleburan; c. tata cara konversi saham dari masing-masing perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan terhadap saham perseroan hasil penggabungan atau peleburan; d. rancangan perubahan Anggaran Dasar perseroan hasil penggabungan apabila ada, atau rancangan Akta Pendirian perseroan baru hasil peleburan; e. neraca, perhitungan laba rugi yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari semua perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan; dan f. hal-hal lain yang perlu diketahui oleh pemegang saham masing-masing perseroan. Penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila Rancangan Penggabungan atau Peleburan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disetujui oleh RUPS masing-masing perseroan. Pasal 103 Pengambil alihan perseroan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan. Pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan melalui pengambilalihan seluruh atau sebagian besar saham yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh perseroan, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Rencana pengambilalihan dituangkan dalam Rancangan Pengambilalihan yang disusun oleh Direksi perseroan yang akan mengambil alih dan yang akan diambil alih, yang memuat sekurang-kurangnya:

(1) (2)

(1)

(2)

(3)

(1) (2)

(3)

(4)

(5)

nama perseroan yang mengambil alih dan yang diambil alih; dan alasan serta penjelasan Direksi perseroan masing-masing mengenai persyaratan serta tata cara pengambilalihan saham perseroan yang diambil alih. b. Pengambilalihan dilakukan dengan persetujuan RUPS perseroan yang diambil alih dan persetujuan Anggota atau Badan Pengurus dari badan hukum yang bukan perseroan yang mengambil alih. Dalam hal pengambilalihan dilakukan orang perseorangan, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Rencana pengambilalihan dituangkan dalam Rancangan Pengambilalihan yang disusun oleh Direksi perseroan yang akan diambil alih dan orang perseorangan yang akan mengambil alih, yang memuat sekurang-kurangnya: 1) nama perseroan yang akan diambil alih dan orang perseorangan yang akan mengambil alih; dan 2) alasan serta penjelasan Direksi perseroan yang akan diambil alih mengenai persyaratan dan tata cara pengambilalihan saham. b. Pengambilalihan dilakukan dengan persetujuan RUPS perseroan yang akan diambil alih atas Rancangan yang diajukan Direksi perseroan yang akan diambil alih dan orang perseorangan yang akan mengambil alih. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak membatasi badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan lain langsung dari pemegang saham. Pasal 104 Perbuatan hukum penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan harus memperhatikan: a. kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas dan karyawan perseroan; dan b. kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar. Pasal 105 Keputusan RUPS mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 74 ayat (1) dan Pasal 76. Direksi wajib mengumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian mengenai rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS. Pasal 106 Rancangan Penggabungan perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS dilampirkan pada permohonan perubahan Anggaran Dasar perseroan untuk mendapatkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1). Rancangan Penggabungan perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS baik yang tidak disertai perubahan Anggaran Dasar maupun yang disertai perubahan Anggaran Dasar dilaporkan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3). Rancangan Peleburan perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS dilampirkan pada permohonan pengesahan Akta Pendirian perseroan hasil peleburan untuk mendapat pengesahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6). Rancangan Pengambilalihan perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS dilaporkan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3).

1) 2)

(1)

(2)

(1) (2)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 berlaku pula bagi penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan. Pasal 107 Dalam hal terjadi penggabungan atau peleburan, maka perseroan yang menggabungkan diri atau meleburkan diri menjadi bubar. Pembubaran perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi. Dalam hal pembubaran perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak didahului dengan likuidasi, maka: a. aktiva dan pasiva perseroan yang digabungkan atau yang meleburkan diri, beralih karena hukum kepada perseroan hasil penggabungan atau peleburan; dan b. pemegang saham perseroan yang digabungkan atau yang meleburkan diri menjadi pemegang saham perseroan hasil penggabungan atau peleburan. Pasal 108 Direksi perseroan hasil penggabungan atau peleburan wajib mengumumkan hasil penggabungan atau peleburan tersebut dalam 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penggabungan, atau peleburan selesai dilakukan. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula terhadap Direksi perseroan yang melakukan pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1).

(1) (2) (3)

(1)

(2)

Pasal 109 Ketentuan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. BAB VIII PEMERIKSAAN TERHADAP PERSEROAN Pasal 110 Pemeriksaan terhadap perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa: a. perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga; atau b. anggota Direksi atau Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dilakukan oleh: a. pemegang saham atas nama diri sendiri atau atas nama perseroan apabila mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah; b. pihak lain yang dalam Anggaran Dasar perseroan atau perjanjian dengan perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; atau c. Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.

(1)

(2)

(3)

(1) (2) (3)

(4)

(5) (6) (7)

Pasal 111 Ketua Pengadilan Negeri berhak menolak atau mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110. Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menolak permohonan apabila permohonan tersebut tidak didasarkan atas alasan yang wajar. Dalam hal permohonan dikabulkan, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan bagi pemeriksaan dan pengangkatan paling banyak 3 (tiga) orang ahli untuk melakukan pemeriksaan. Setiap anggota Direksi, Komisaris, karyawan perseroan, dan akuntan publik yang telah ditunjuk oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) tidak dapat diangkat sebagai ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). Pemeriksa berhak memeriksa semua dokumen dan kekayaan perseroan yang dianggap perlu untuk diketahui. Direksi, Komisaris, dan semua karyawan perseroan wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan. Pemeriksa dilarang mengumumkan hasil pemeriksaan kepada pihak lain. Pasal 112 Laporan hasil pemeriksaan disampaikan oleh pemeriksa kepada Ketua Pengadilan Negeri. Ketua Pengadilan Negeri memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan hanya kepada pemohon dan perseroan yang bersangkutan. Pasal 113 Dalam hal permohonan untuk melakukan pemeriksaan dikabulkan, maka ketua Pengadilan Negeri menentukan jumlah maksimum biaya pemeriksaan. Biaya sebagaimana dimaksud dibayar oleh perseroan. Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan perseroan dapat menetapkan penggantian seluruh atau sebagian biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kepada pemohon, anggota Direksi, dan atau Komisaris. BAB IX PEMBUBARAN PERSEROAN DAN LIKUIDASI Pasal 114

(1) (2)

(1) (2) (3)

Perseroan bubar karena: a. keputusan RUPS; b. jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir; c. penetapan Pengadilan. Pasal 115 Direksi dapat mengajukan usul pembubaran perseroan kepada RUPS. Keputusan RUPS tentang pembubaran perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) dan Pasal 76. Perseroan bubar pada saat yang ditetapkan dalam keputusan RUPS. Pembubaran perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diikuti dengan likuidasi oleh likuidator.

(1) (2) (3) (4)

(1)

(2)

(3)

(4) (5)

Pasal 116 Dalam hal perseroan bubar karena jangka waktu berdirinya berakhir sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar, Menteri atas permohonan Direksi dapat memperpanjang jangka waktu tersebut. Permohonan memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui paling sedikit oleh 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut. Permohonan memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan permohonan persetujuan perubahan Anggaran Dasar, diajukan kepada Menteri paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya perseroan berakhir. Keputusan Menteri atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitakan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permohonan diterima. Dalam hal jangka waktu berdirinya perseroan berakhir dan RUPS memutuskan tidak memperpanjang jangka waktu tersebut, maka proses likuidasinya dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Bab ini. Pasal 117 Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan atas: a. permohonan kejaksaan berdasarkan alasan kuat perseroan melanggar kepentingan umum; b. permohonan 1 (satu) orang pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah; c. permohonan kreditor berdasarkan alasan: 1) perseroan tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau 2) harta kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi seluruh utangnya setelah pernyataan pailit dicabut; atau d. permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam Akta Pendirian perseroan. Dalam penetapan pengadilan ditetapkan pula penunjukan likuidator. Pasal 118 Dalam hal perseroan bubar, likuidator dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari wajib: a. mendaftarkan dalam daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; b. mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia; c. mengumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian; dan d. memberitahukan kepada Menteri. Selama pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c belum dilakukan, bubarnya perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga. Dalam hak likuidator lalai mendaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka likuidator secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga. Dalam pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disebutkan nama dan alamat likuidator.

(1)

(2)

(1)

(2) (3)

(4)

(1) (2)

(3)

Pasal 119 Dalam hal perseroan bubar, maka perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi. Tindakan pemberesan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: pencatatan dan pengumpulan kekayaan perseroan; a. b. penentuan tata cara pembagian kekayaan; c. pembayaran kepada para kreditor; d. pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; dan e. tindakan-tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan. Dalam hal perseroan sedang dalam proses likuidasi, maka pada surat keluar dicantumkan kata-kata "dalam likuidasi" di belakang nama perseroan. Pasal 120 Likuidator dari perseroan yang telah bubar wajib memberitahukan kepada semua kreditornya dengan surat tercatat mengenai bubarnya perseroan. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat: a. nama dan alamat likuidator; b. tata cara pengajuan tagihan; dan c. jangka waktu mengajukan tagihan yang tidak boleh lebih dari 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak surat pemberitahuan diterima. Kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b dan huruf c, dan kemudian ditolak, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan. Pasal 121 Kreditor yang tidak mengajukan tagihannya sesuai dengan ketentuan Pasal 120 ayat (2) huruf c, dapat mengajukan tagihannya melalui Pengadilan Negeri dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak bubarnya perseroan didaftarkan dan diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118. Tagihan yang diajukan kreditor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap sisa kekayaan perseroan yang belum dibagikan kepada pemegang saham. Pasal 122 Dalam hal tidak ditunjuk likuidator, maka Direksi bertindak selaku likuidator. Ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tanggung jawab, dan pengawasan terhadap Direksi berlaku pula bagi likuidator.

(1) (2)

(3)

(1)

(2)

(1) (2)

Pasal 123 Atas permohonan 1 (satu) orang atau lebih yang berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan, Ketua Pengadilan Negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama karena yang bersangkutan tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya atau dalam hal utang perseroan melebihi kekayaan perseroan. Pasal 124

(1) (2) (3)

Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atas likuidasi yang dilakukan. Sisa kekayaan hasil likuidasi diperuntukkan bagi para pemegang saham. Likuidator wajib mendaftarkan dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi sesuai dengan ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 serta mengumumkannya dalam 2 (dua) surat kabar harian. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 125 Akta Pendirian perseroan yang telah disahkan atau Anggaran Dasar yang perubahannya telah disetujui sebelum Undang-undang ini berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini. Akta Pendirian perseroan yang belum disahkan atau Anggaran Dasar yang perubahannya belum disetujui oleh Menteri pada saat berlakunya Undang-undang ini, wajib disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini. Dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-undang ini mulai berlaku, semua perseroan yang didirikan dan telah disahkan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847:23), harus telah disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini. Pasal 126 Dalam waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-undang ini, badan hukum yang didirikan berdasarkan Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische Maatschappij op aandeelen, staatsblad 1939:569 jo 717), wajib mengajukan permohonan pengesahan atas Akta Pendirian dan Anggaran Dasarnya kepada Menteri. Terhadap badan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang Anggaran Dasarnya telah memperoleh pengesahan Menteri, berlaku ketentuan Undang-undang ini. BAB XI KETENTUAN LAIN-LAIN

(1)

(2)

(3)

(1)

(2)

Pasal 127 Bagi perseroan yang melakukan kegiatan tertentu di bidang pasar modal berlaku ketentuan Undang-undang ini, sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 128 Dengan berlakunya Undang-undang ini, Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847: 23) yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas berikut segala perubahannya, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971, dinyatakan tidak berlaku. Segala peraturan pelaksanaan dari Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847: 23) yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas berikut

(1)

(2)

(3)

segala perubahannya, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini. Terhitung 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-undang ini, Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische Maatschappij op Aandeelen, Staatsblad 1939: 569 jo 717) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 129 Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 7 Maret 1995 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Ttd. SOEHARTO Diundangkan Di Jakarta Pada Tanggal 7 Maret 1995 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA Ttd. MOERDIONO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 13

Similar Documents

Free Essay

Kartel Minyak Goreng

...memiliki berbagai macam produk turunan juga telah perkembangan industri-industri yang terkait dengan kelapa sawit dan turunannya termasuk diantaranya adalah industri minyak goreng sawit (selanjutnya disebut ”Minyak Goreng”). Namun demikian, struktur pasar industri minyak goreng yang oligopoli telah mendorong perilaku beberapa pelaku usaha produsen minyak goreng untuk menentukan harga sehingga pergerakan harganya tidak responsive dengan pergerakan harga CPO padahal CPO merupakan bahan baku utama dari minyak goreng. Dugaan perilaku persaingan yang tidak sehat (unfair competition) dalam industri minyak goreng timbul seiring dengan munculnya dugaan praktek Kartel yang di lakukan para produsen minyak goreng di Indonesia. Definisi dan Landasan Hukum Kartel Kartel adalah suatu kerjasama dari...

Words: 1541 - Pages: 7

Free Essay

Test

...LINGKUNGAN BISNIS DAN HUKUM KOMERSIAL MAKALAH PEMBAHASAN PERBANDINGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA PT BANK MANDIRI (PERSERO) TBK DAN PT BANK DKI Disusun oleh: Fajrian Fadhli (NPM: 1206198573) PwC 12 PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA OKTOBER 2012 DAFTAR ISI PENDAHULUAN 3 LANDASAN TEORI 5 Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) 5 Undang-undang Terkait CSR 8 Parameter dan Key Performance Indicator CSR 8 LATAR BELAKANG PERUSAHAAN 10 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk 10 PT Bank DKI 16 PEMBAHASAN 23 Triple Bottom Lines dan Sustainable Development 23 Paramater dan Key Performance Indicator CSR 23 KESIMPULAN 26 PENDAHULUAN Tanggungjawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate social responsibility (selanjutnya disingkat ”CSR”) dalam sejarahnya bermula sejak Revolusi Industri terutama di Eropa dan Amerika Serikat yang berdampak terhadap perubahan besar di dunia bisnis. Pada saat itu, perusahaan-perusahaan besar dihadapkan dengan kritik dan keputusan untuk melindungi para pekerja, konsumen dan masyarakat luas, di luar tanggungjawab untuk menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya untuk para pemilik (shareholders) dan mematuhi perundang-undangan. Dalam hal ini, pelaku bisnis diharapkan untuk lebih proaktif untuk berpartisipasi secara sukarela dalam penyelesaian masalah-masalah sosial dalam rangka perbaikan tatanan dalam masyarakat dan lingkungan...

Words: 5318 - Pages: 22

Free Essay

Lala

...BAB II LANDASAN TEORI II.1 Good Corporate Governance (GCG) II.1.1 Sejarah GCG Sejarah lahirnya GCG muncul atas reaksi para pemegang saham di Amerika Serikat pada tahun 1980-an yang terancam kepentingannya (Budiati, 2012). Dimana pada saat itu di Amerika terjadi gejolak ekonomi yang luar biasa yang mengakibatkan banyak perusahaan yang melakukan restrukturisasi dengan menjalankan segala cara untuk merebut kendali atas perusahaan lain. Tindakan ini menimbulkan protes keras dari masyarakat atau publik. Publik menilai bahwa manajemen dalam mengelola perusahaan mengabaikan kepentingan-kepentingan para pemegang saham sebagai pemilik modal perusahaan. Merger dan akuisi pada saat itu banyak merugikan para pemegang saham akibat kesalahan manajemen dalam pengambilan keputusan. Untuk menjamin dan mengamankan hak-hak para pemegang saham, muncul konsep pemberdayaan Komisaris sebagai salah satu wacana penegakan GCG. Komisaris Independen adalah Anggota Dewan Komisaris yang tidak memiliki hubungan dengan Direksi, Anggota Dewan Komisaris lainnya dan Pemegang Saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Di Indonesia, konsep GCG mulai dikenal sejak krisis ekonomi tahun 1997 krisis yang berkepanjangan yang dinilai karena tidak dikelolanya perusahaan–perusahaan secara bertanggungjawab, serta mengabaikan regulasi...

Words: 6012 - Pages: 25

Free Essay

Strategis Bank Muamalat

...EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2013 1. Latar Belakang 1.1 Perbankan Syariah Di Indonesia Perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain menyediakan jasa perbankan/keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah. Perkembangan sistem keuangan syariah sebenarnya telah dimulai sebelum pemerintah secara formal meletakkan dasar-dasar hukum operasionalnya. Dengan demikian, legalisasi kegiatan perbankan syariah melalui UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dalam UU No. 10 Tahun 1998 serta UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia merupakan jawaban atas permintaan yang nyata dari masyarakat. Setelah dikeluarkannya ketentuan perundang-undangan tersebut, sistem perbankan syariah sejak tahun 1998 telah menunjukkan perkembangan yang cukup pesat, yaitu sekitar 74 persen pertumbuhan aset per tahun. 1.2 Profil Bank Muamalat Indonesia PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat...

Words: 995 - Pages: 4

Free Essay

Ga Tau

...Marketing-The Call for More Social Responsibility 5. The Growth of Not-for-Profit Marketing Untuk membentuk era pemasaran yang baru yang sesuai dengan harapan dan keinginan maka kita harus bisa memahami faktor-faktor yang ada didalamnya serta dapat mengambil suatu tindakan untuk mengatasi permasalahan yang ada yang dapat mengganggu aktivitas dari marketing tersebut. 1.2. Rumusan Masalah 1. Hal-hal apa saja yang memperngaruhi pembentukan atau perubahan pemasaran yang baru? 2. Apa kelebihan dan kekurangan dari perubahan pemasaran ? 1.3. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi perubahan pemasaran yang baru. 2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari perubahan pemasaran tersebut. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Definisi pemasaran Pengertian /Definisi Pemasaran - Pemasaran adalah salah satu kegiatan...

Words: 3824 - Pages: 16

Free Essay

Analisis Kasus Sumber Daya Manusia Pada Nike, Inc Di Indonesia

...Lembur, dan Pesangon) Oleh: Novina Eka S. P056111291.47 Dosen: Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 OSDM – Studi Kasus NIKE - novinaekas DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi ........................................................................................................... 2 BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 3 I.1 Latar Belakang ............................................................................ 3 I.2 Tujuan Penulisan ......................................................................... 4 BAB II. LANDASAN TEORI ...................................................................... 5 II.1 Manajemen Sumber Daya Manusia ........................................... 5 II.2 Profil Perusahaan Nike, Inc ....................................................... 7 BAB III. PEMBAHASAN ............................................................................ 12 III.1 Penjabaran Kasus .................................................................... 12 III.2 Pembahasan ............................................................................. 15 III.3 Manajemen Sumber Daya Manusia ........................................ 19 BAB IV. PENUTUP ...................................................................................... 22 V.1 Kesimpulan...

Words: 5352 - Pages: 22

Free Essay

Exam Ob

...Pengertian Strategi Definisi strategi adalah cara untuk mencapai tujuan jangka panjang. Strategi bisnis bisa berupa perluasan geografis, diversifikasi, akusisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, rasionalisasi karyawan, divestasi, likuidasi dan joint venture (David, p.15, 2004). Pengertian strategi adalah Rencana yang disatukan, luas dan berintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategis perusahaan dengan tantangan lingkungan, yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dari perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi (Glueck dan Jauch, p.9, 1989). Pengertian strategi secara umum dan khusus sebagai berikut: 1. Pengertian Umum Strategi adalah proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. 2. Pengertian khusus Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan. Perumusan Strategi Perumusan strategi merupakan proses penyusunan langkah-langkah...

Words: 2830 - Pages: 12

Free Essay

Tinjauan Atas Analisis Prosedur

...TINJAUAN ATAS ANALISIS PROSEDUR PEMBERIAN SERTA PENCATATAN AKUNTANSI KREDIT PENSIUN PADA PT. BANK JABAR BANTEN KCP. IPDN JATINANGOR KAB. SUMEDANG LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh Ujian Diploma III Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama Disusun Oleh : Nama : L. Vina Maya Martiana NPM : 0308059 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA Terakreditasi (Accredited) SK. Ketua Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Nomor : 017/BAN-PT/Ak-VII/Dpl-III/X/2008 BANDUNG 2013 LEMBAR PENGESAHAN TINJAUAN ATAS ANALISIS PROSEDUR PEMBERIAN SERTA PENCATATAN AKUNTANSI KREDIT PENSIUN PADA PT. BANK JABAR BANTEN KCP. IPDN JATINANGOR KAB. SUMEDANG LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh Ujian Diploma III Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama Disusun Oleh : Nama : L. Vina Maya Martiana NPM : 0308059 Menyetujui, Pembimbing (Intan Oviantari, S.E., M.S. Ak., Ak) NIP 1110201063 Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi (Dr. H. Islahuzzaman,S.E.,M.Si.,Ak) NIP 11105840 Ketua Program Studi Akuntansi D-3 (Rima Rachmawati, S.E., M.Si., Ak.) NIP 1110201069 “Tuhan tidak menurunkan takdir begitu saja. Tuhan memberikan takdir sesuai dengan apa yang kita lakukan. Jika kita maju dan berusaha, Tuhan akan memberikan takdir kesuksesan. Jika kita lengah dan malas, Maka Tuhan akan memberikan takdir kegagalan.” “Orang yang gagal selalu mencari jalan untuk...

Words: 14147 - Pages: 57

Free Essay

Balance Score Card

...PROGRAM PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TRISAKTI TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN Analisis Balance Scorecard pada Rumah Sakit Mayapada (PT. Sejahtera Raya Anugrah) Tahun 2010-2011 Diajukan Oleh : KELOMPOK 1: FENDRY MAPPARIZA NOVITA ELITA WIRANTI RADOT PANJAITAN RINTO NOVIANTORO SETIADI NURYONO AGUS SAEFUDIN WILLIAM ANDREW IBRAHIM PAKPAHAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT–SYARAT GUNA EVALUASI PEMBELAJARAN 2012 Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Konsep Balanced Scorecard selanjutnya akan disingkat BSC. BSC adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan. Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi...

Words: 2767 - Pages: 12

Free Essay

Jika

...Daftar Isi Halaman Judul i Kata Pengantar ii Daftar Isi iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penulisan 3 1.4 Manfaat Penulisan 3 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Narkoba 4 2.2 Tiga Sifat Jahat Narkoba 6 2.3 Dampak yang timbul akibat penyalahgunaan narkoba 6 BAB III METODE PENULISAN 3.1 Jenis Penulisan 9 3.2 Teknik dan Prosedur Penulisan 10 3.3 Jenis Data dan Analisis 10 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Generasi Muda dan Narkoba 11 4.2 Upaya Penyelamatan Generasi Muda dari Narkoba 11 4.3 Upaya Penanggulangan dan Pencegahan dari Narkoba 13 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 18 5.2 Saran 18 Daftar Pustaka 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu hal yang sejak dulu menjadi permasalahan dalam masyarakat dan membutuhkan perhatian khusus adalah penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Pada awalnya penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang terbatas pada dunia kedokteran namun belakangan terjadi penyimpangan fungsi dan penggunaannya tidak lagi terbatas pada dunia kedokteran. Penggunaan berbagai macam jenis obat dan zat adiktif atau yang biasa disebut narkoba dewasa ini cukup meningkat terutama di kalangan generasi muda. Morfin dan obat-obat sejenis yang semula dipergunakan sebagai obat penawar rasa sakit, sejak lama sudah mulai disalahgunakan. Orang-orang sehat pun tidak sedikit yang mengkonsumsi obat-obatan...

Words: 3695 - Pages: 15

Free Essay

Analisis Potensi Risiko

...i ANALISIS PREDIKSI POTENSI RISIKO FRAUDULENT FINANCIAL STATEMENT MELALUI FRAUD SCORE MODEL (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur y ang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Disusun oleh : VIVA YUSTITIA RINI NIM. C2C008146 FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012 i ii PERSETUJUAN SKRIPSI Nama Penyusun Nomor Induk Mahasiswa Fakultas/Jurusan : Viva Yustitia Rini : C2C008078 : Ekonomika dan Bisnis / Akuntansi Judul Skripsi : ANALISIS PREDIKSI POTENSI RISIKO FRAUDULENT FINANCIAL STATEMENT MELALUI FRAUD SCORE MODEL (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 20082010) Dosen Pembimbing : Drs. H. Tarmizi Achmad, MBA, Ph.D, Akt. Semarang, 5 Juni 2012 Dosen pembimbing, (Drs. H. Tarmizi Achmad, MBA, Ph.D, Akt.) NIP . 19550418 198603 1001 ii iii PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN Nama Penyusun Nomor Induk Mahasiswa Fakultas/Jurusan : Viva Yustitia Rini : C2C008146 : Ekonomika dan Bisnis /Akuntansi Judul Usulan Skripsi : ANALISIS PREDIKSI POTENSI RISIKO FRAUDULENT FINANCIAL STATEMENT MELALUI FRAUD SCORE MODEL (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010) Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal 20 Juni 2012 Tim Penguji : 1. Drs...

Words: 10403 - Pages: 42

Free Essay

Marketing

...Sejarah Singkat PT. Bank Central Asia PT. Bank Central Asia, berawal dari NV Semarang Knitting Factory, yang didirikan pada tanggal 10 Agustus 1955, dengan akte notaris no. 38. Bagian perusahaan tekstil yang telah surplus dimasukkan dalam NV Central Bank Asia pada tanggal 13 Februari 1957. Resmi didirikan/beroperasi awal pusat perniagaan Jl. Asemka Jakarta pada 21 Februari 1957, yang akhirnya diberi nama PT Bank Central Asia pada tanggal 18 Maret 1960. Sejak pertengahan tahun 1970-an, PT. Bank Central Asia mulai berkembang pesat, pada tahun inilah dapat dikatakan merupakan era cepat landas PT. Bank Central Asia. Tahun 1974 misalya, Bank Central Asia bersama-sama lembaga keuangan terkemuka dari Jepang, Inggris, dan Hongkong mulai menjalin kerja sama mendirikan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang dinamakan PT. Multi National Finance Coorporation ( Multicor). PT. Bank Central Asia menjado pemegang saham terbesar di Multicor yaitu sebesar 51% dari total saham. Dengan kerja sama yang dilakukan oleh Bank Central Asia dan disertai pengelolaan yang profesional, sumber dana dan jangkauan PT. Bank Central Asia menjadi luas dengan aset yang cukup besar yaitu Rp 12,8 Milyar pada tahun 1977. PT. Bank Central Asia mulai menunjukkan sebagai bank yang menguasai pasar perbankan. Dari hanya 2 cabang di tahun 1972, maka PT. Bank Central Asia terus merebak ke berbagai propinsi atau daerah-daerah yang belum banyak dijangkau bank lain. Tahun 1977 status bank devisa diperoleh PT. Bank Central...

Words: 7721 - Pages: 31

Free Essay

Old Town Marketing Plan

...BERBAGAI KELEMAHAN DAN KELEBIHAN KODE ETIK SEBAGAI PANDUAN MORAL PEKERJA MEDIA Oleh : Rekno Sulandjari Abstract Most professions – and fields with pretensions to professionalism – have a code of ethics. Indeed, one of the hallmarks of aproffessions as distinct from an occupation or a trade is that it has an ethical code, often with teeth to enforce it. Some of these codes are primarily for the benefit of practitioners in the professions. Its focus on such things as economics and control over entrance to the fields and its practise. Codes may also be public relations exercise, intended to make customers or the general public look more favorable on the professions. Finally, codes can also form a useful set of guidelines for practitioners, with the best interest of the public – the professions’s customers – at heart. Key words: occupation, trade and guidelines BAB I PENDAHULUAN Semua prtofesi-dan cabang pekerjaan yang menginginkan profesionalisme – memiliki kode etik. Beberapa kode ini utamanya memberikan keuntungan bagi individu sebagai anggota masyarakat dan beraktivitas di bidang pekerjaan tertentu juga bagi praktisi yang profesional di bidangnya, yang memberikan sebuah bentuk aturan yang gunanya memandu para praktisi yang banyak menghubungkan dengan publik. Bagi beberapa orang, aturan-aturan formal sangat diperlukan sebagai tanda bagi profesi yang diakui keberadaannya, bagi yang lain aturan-aturan bernilai membatasi hubungan yang saling menaklukkan atau...

Words: 6465 - Pages: 26

Free Essay

Mengenali Kontibusi Ibnu Khaldun Terhadap Pemikiran Ekonomi

...Amwaluna, Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah. Vol. 1. No. 1. Januari 2009. Hal. 61-75 Mengenali Kontribusi Ibnu Khaldun terhadap Pemikiran Ekonomi Adi Susilo Jahja ABFII Perbanas, Jakarta Abstrak Para pemikir Barat umumnya kurang mengenal kontribusi pemikir muslim terhadap ilmu pengetahuan. Mereka menyebutkan adanya Great Gap pemikiran ekonomi sepanjang 500 tahun yaitu antara berakhirnya kekuasaan Roma hingga kebangkitan Eropa Barat. Namun akhirnya pandangan tersebut dikoreksi. Ibnu Khaldun, pemikir yang hidup pada abad ke 14 merupakan orang yang telah mengemukakan sejumlah gagasan jauh sebelum orang Barat menyatakannya. Kontribusi terpenting dari pemikiran Ibnu Khaldun adalah penggunaan konsep ekonomi bersama-sama dengan disiplin ilmu lain seperti sosiologi, politik, norma-norma dan keyakinan untuk membangun model yang selaras dan lengkap dalam rangka menjelaskan jatuh bangunnya suatu peradaban. Makalah ini bermaksud menelusuri sumbangan pemikiran Ibnu Khaldun dalam pemikiran ekonomi modern melalui studi kepustakaan. Melalui tulisan ini diharapkan dapat dikenali pemikiran Ibnu Khaldun yang memiliki relevansi hingga saat ini. PENDAHULUAN Mengaitkan pemikiran ulama Islam dengan pemikiran ekonomi Barat modern merupakan hal yang penting untuk mendapatkan interpretasi yang lebih baik terhadap teks hasil pemikiran para ulama, menelusuri hubungan antara pemikiran para ulama Islam dengan para pemikir Barat dalam rangka meningkatkan pemahaman hubungan antara Islam...

Words: 5403 - Pages: 22

Free Essay

360degree Feedback

...BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sangatlah memungkinkan bagi suatu perusahaan untuk dapat lebih meningkatkan sumber daya manusianya serta pemanfaatan sumber daya manusia untuk mendapatkan hasil dari pencapaian suatu tujuan. Pencapaian tujuan ini tidak selalu dapat berjalan dengan lancar. Karena itu pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kegiatan usaha, disamping memberikan hasil yang positif, juga dapat menimbulkan hasil yang merugikan. Dengan adanya pembagian kerja secara spesialisasi misalnya, akan memungkinkan terjadinya peningkatan hasil, baik kualitas maupun kuantitas. Kinerja kerja pegawai dalam bekerja dapat menurun. Hal ini disebabkan oleh kebosanan, kurangnya kesadaran arti pentingnya memahami manusia, serta adanya kecenderungan menganggap manusia sebagai mesin. Hal-hal mengenai sumber daya manusia seperti inilah yang memerlukan perhatian dan pemikiran yang sungguh-sungguh, agar diperoleh suatu cara yang terbaik dalam mengatasinya. Setiap perusahaan, baik perusahaan negara maupun perusahaan swasta, perusahaan besar maupun perusahaan kecil, akan selalu berusaha agar para karyawan yang dipekerjakan pada perusahaan tersebut memiliki kepuasan kerja yang tinggi. Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti lingkungan tempat karyawan tersebut bekerja, rekan kerja yang mendukung serta kenyamanan yang diberikan perusahaan kepada karyawannya. Dengan demikian...

Words: 17308 - Pages: 70