Free Essay

Peningkatan Kualitas Hidup Lewat Ruang Hijau

In: Philosophy and Psychology

Submitted By joancarmelo
Words 4182
Pages 17
“Peningkatan Kualitas Hidup dengan ‘Ruang Hijau’”
Y. Carmelo

Abstrak: Manusia adalah mahluk spasial. Ia membutuhkan ruang untuk hidup, bertumbuh dan berkembang. Situasi, kondisi dan bentuk ruang ternyata mempunyai pengaruh yang vital dalam status hidup manusia. Ruang merupakan salah satu dimensi yang menentukan kualitas hidup manusia. Ketika sebuah ruang tidak diciptakan dan dilihat dalam hubungannya dengan manusia, ia hanyalah sebuah tempat fungsional. Di sini, keberadaan ‘ruang hijau’ dapat menjadi usaha untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Ruang dilihat dalam konteksnya sebagai ruang kemanusiaan (humanis) eksistensial. Oleh karena itu, dengan berbagai argumentasi filosofis ekologis, ruang ini sepantasnya diusahakan bersama dalam sebuah masyarakat kota.

Kata-kata kunci: Filsafat ekologi, eco-cosmology, ruang terbuka hijau (RTH), , green openspace, arsitektur modern, kualitas hidup, mahluk spasial, existensial space, eco-mind, ecological-person.

“The quality of life is nurtured by existensial spaces, as well as social and sacred spaces”. [Henryk Skolimowski]

Peta Arsitektural Tata-kota Melihat susunan tata kota jaman ini, seolah-olah mengalami kemajuan yang luar biasa pesat. Gedung-gedung pencakar langit (skycrapers), tower-tower dan aneka bangunan indah dibangun dalam sekejap. Pembangunan gedung-gedung ini tentu didukung oleh kecanggihan alat dan perkembangan ilmu di bidang arsitektural dan teknologi. Tak heran jika rasanya kian hari, kota yang ditinggali semakin padat. Rasanya kian hari, semakin sedikit ruang kosong tersisa. Bagi manusia modern, setiap ruang kosong adalah peluang modal yang harus segera dimanfaatkan. Bagi pelaku ‘pasar’ modern, setiap ruang adalah pertemuan antara penjual dan pembeli. Ruang tanpa sadar menemukan konsep dirinya hanya sebagai wadah kosong yang harus siap untuk diisi kapan saja oleh siapa saja yang mampu “membeli”nya. Kegairahan “modernisme” semakin hari memang tampak semakin brutal sampai-sampai pemerintah kota kewalahan untuk mengontrol laju pembangunan. Gedung-gedung bertingkat menjamur dimana-mana. Keadaan ini ternyata punya dampak yang signifikan. Sebutlah kota Jakarta, pembangunan yang tak terkendali mengacaukan arsitektural tata kota yang ideal. Dampaknya tidak hanya berhenti pada jumlah kepadatan penduduk yang berubah drastis, melainkan secara mendasar pada hubungan antar manusia dan juga bersama dengan alam. Atas dasar keprihatinan akan kualitas hidup manusia yang semakin merosot dari waktu ke waktu ini, Henryk Skolimowky mengungkapkan gagasannya. Ia berpendapat bahwa salah satu jalan untuk meningkatkan kualitas hidup adalah dengan mengembalikan tata ruang dan arsitektural pada tujuannya yang luhur, yakni demi “kehidupan” itu sendiri. Konteks jaman juga harus dipahami secara lebih cermat. Dalam paper ini, penulis mencoba mengadopsi ide filosofis Skolimowski tentang ruang, dan gaya arsitektural yang ekologis pada satu fenomena konkret masyarakat urban perkotaan. Henryk Skolimowski dengan bagus memaparkan ide tentang gaya arsitektural yang “hormat” pada lingkungan, manusia dan juga kehidupan. Argumentasi filosofisnya ditulis secara tajam melihat perkembangan gaya arsitektur klasik hingga modern gedung-gedung pencakar langit dan tower-tower yang “perkasa”. Akan tetapi, tak perlulah mendongakkan kepala dan melihat ujung-ujung menara perkasa itu, bahkan dari sisi keberadaan “ruang”-nya saja, belum ada kesadaran ekologis yang cukup baik dari masyarakat perkotaan, atau secara khusus pemerintah kota. Oleh karena ruang dan arsitektur adalah sebuah kajian yang secara fisik dapat diamati, baiklah jika dalam pemahaman ini, diangkat sebuah kasus yang mungkin juga menjadi tantangan bagi kota-kota besar di jagad ini, yakni berkurangnya “ruang terbuka” (open space) atau secara lebih spesifik lagi, hilangnya “ruang hijau terbuka” (RTH). Di Jakarta misalnya, Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta mengkritik bahwa indeks kualitas lingkungan hidup Jakarta lebih rendah dibanding daerah lain. WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) menerangkan bahwa ruang terbuka hijau (RTH) di ibukota Jakarta diproyeksikan semakin menyusut menjadi hanya sekitar 7,5% dari luas wilayah, seiring dengan pembangunan proyek-proyek infrastruktur dan bangunan komersial. Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional, Walhi Mukri Friatna mengatakan saat ini Jakarta, dengan total luas 661,52 km2, hanya memiliki 9% ruang terbuka hijau (RTH). Padahal sesuai UU No. 26/2007 tentang Tata Ruang, luas RTH minimal 30% dari total luas wilayah. Sementara itu, berdasarkan Peraturan Daerah No. 6/1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta, RTH di ibukota minimal mencapai 13% dari total luas wilayah. "Tetapi dengan adanya pembangunan infrastruktur jalan maupun gedung, justru 9% RTH itu terus mengalami penurunan. Diperkirakan turun menjadi 7,5%-7,8%," papar Mukri kepada Bisnis di Jakarta, kemarin. Melihat data-data yang diungkap WALHI di atas, dalam kasus lenyapnya ruang hijau ini, pemerintah memang “kecolongan” ruang. Pemerintah Kota Jakarta mengklaim bahwa saat ini luas ruang hijau terbuka di Jakarta mencapai 9,6 persen dari luas wilayah DKI sebesar 65.000 km persegi. Jadi, untuk 1 persen ruang terbuka hijau, bukanlah pekerjaan mudah karena berarti harus membebaskan lahan sebesar 650 hektar. Bisa dimengerti, usaha untuk menebus ruang kembali selain memerlukan kecermatan melihat ruang hijau, negosiasi dengan masyarakat, juga membutuhkan anggaran dana yang besar. Memang agak terlambat, karena pemerintah sendiri tidak konsisten dalam menegakkan hukum. Pemerintah bisa bersikap tegas pada pedagang kaki lima yang dianggap memperburuk wajah kota, tetapi tidak pada korporasi yang mengambil lahan RTH. Tidak sedikit RTH yang kemudian dijadikan bisnis properti, rumah, pusat pembelanjaan, ruko dan hotel. Hal ini menunjukkan bagaimana pemerintah cenderung berpihak pada kepentingan modal, tetapi bukan pada rakyat kecil. Ruang Terbuka Hijau sebagai paru-paru kota jelas memiliki peran ekologis dan sosial yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat kota. Hilangnya ruang hijau membawa dampak yang negatif bagi kesehatan lingkungan, sosial dan keberlangsungan masa depan masyarakat. Beberapa dampak yang langsung dapat dirasakan antara lain, meningkatnya suhu dan polusi udara. Gunadi Widjaja, seorang Fengshui Consultant dalam diskusi “Gaya hidup – Total Wellness” mengatakan, “Fenomena ini (hilangnya RTH) membuat sirkulasi udara perkotaan tidak lancar dan berdampak pada kesehatan penduduknya seperti masalah pernafasan dan stres. Jika masalah itu sudah menimpa penduduk bagaimana ingin menciptakan ekonomi pembangunan yang kuat dan generasi penerus yang tangguh. Ketua Kelompok Studi Arsitektur Lanskap Indonesia Nirwono Yoga mengatakan, Jakarta harus menuju ruang terbuka hijau (RTH) 30%. Hal itu penting karena alasannya Jakarta mempunyai 4 masalah pokok: Seperti banjir, macet, kebakaran dan penggusuran.
"Jika tidak ada perubahan maka wilayah banjirnya akan bertambah lebih luas lagi. 2014 bisa mencapi 80%. Karena tanah di Jakarta mengalami penurunan atau amblas 4-10 cm per tahun, seperti di daerah utara. Kondisi Jakarta terakhir faktanya sekarang ini 40% daerah di bawah permukaan laut atau permukaan tanah semakin turun dengan banyaknya penambahan gedung dengan tidak adanya serapan air," jelas Yoga. Dampak lingkungan dari lenyapnya ruang hijau terbuka yang dipaparkan di atas merupakan dampak yang kelihatan dan bisa dirasakan, akan tetapi kerap tidak disadari bahwa secara tidak langsung hal ini juga berpengaruh pada kebudayaan dan interaksi sosial masyarakat, berdampak pada “kualitas hidup” manusia. Persoalan pelik dalam rangka mempertahankan dan mengusahakan ruang hijau, pada jaman ini bukanlah tantangan kota Jakarta saja, tetapi juga setiap kota yang berdiri di tengah arus modernitas. Dalam kerangka filsafat ekologi Henryk Skolimowski, hubungan antara manusia dan lingkungan adalah “kesalingan”. Artinya setiap manusia pada dasarnya memiliki tanggung jawab ekologis dalam keberadaan hidupnya di tengah alam. Oleh karena itu, kasus hilangnya ruang hijau, meski dipandang sebagai suatu pengalaman partikular, perlu dilihat secara komprehensif. Pada akhirnya, keberadaan ruang hijau juga seyogyanya diusahakan oleh setiap manusia ekologis (ecological person), meski secara institusional, pemerintah kota memiliki tanggung jawab untuk mengatur sistem dan undang-undang di dalamnya.

Mengapa Ruang hijau perlu diperjuangkan? Pertama-tama perlu disadari bahwa pada kodratnya, manusia adalah animal spasial. Oleh karena itu, “ruang” itu sendiri pada dasarnya merupakan kebutuhan eksistensial bagi manusia. Manusia adalah mahluk “ruang”. Spasialitas (ruang) menjadi dimensi konstitutif tak terpisahkan dari kehidupan dengan segala budayanya. Dengan kata lain, keberadaan ruang dibutuhkan manusia untuk bisa mengaktualisasikan dirinya, berekspresi dan mencapai pemenuhan dirinya hingga terbentuknya suatu kebudayaan. Skolimowsky lewat beberapa contoh dalam tulisannya menunjukkan betapa subtil dan kompleks-nya properti dalam ‘ruang’ dimana kita berada berpengaruh pada cara hidup manusia. Status hidup manusia pertama-tama didefinisikan oleh “bentuk akhir“ (the ends) dari ruang dimana kita meletakkan segala aspirasi dan melekatkan identitas. Lain kata, hidup manusia dengan identitas dirinya dibentuk juga oleh “ruang” (yang dalam prosesnya dibentuk juga oleh dirinya sendiri). Hal ini menonjol dalam bidang arsitektural dan penataan ruang. Arsitektur adalah sebuah ilmu bangunan. Akan tetapi, bagi Skolimowsky, lebih jauh dari sekedar fisik, arsitektur merupakan sebuah cara pandang akan “ruang”. Satu kecerdasan spasial dimana seseorang mampu melihat aspek “kehidupan” di dalamnya. Ruang di sini tidak dipahami hanya dalam arti ruang geometris (geometric space) ataupun fisik (physical space), tetapi aspek lain dari ruang kemanusiaan (human space) dimana mencakup aspek sosial, psikologis, kultural maupun spiritual. Jadi, secara ontologis terkait dengan kehidupan. Masyarakat urban kontemporer saat ini telah terbuai berbagai macam kenikmatan dan kenyamanan di balik tembok suburbia yang mematikan: teknologi gadget, buaian TV dan lain sebagainya. Fenomena menyerap energi, mengkastrasi semangat, dan memicu timbulnya banyak masalah. Susunan ruang yang kacau tanpa memperhatikan aspek humanisme pada akhirnya hanya membuahkan kekerasan, membuat orang frustrasi dan depresi. Dalam konteks inilah, “ruang hijau” pantas diperjuangkan. Karena manusia adalah mahluk ber-“ruang”, maka perkembangan dan evolusi sosial juga dikaruniai lewat sejumlah kebutuhan spasial (a number of spatial needs). Setidaknya ada dua kebutuhan spasial: Pertama adalah lingkungan alam yang tak terstruktur (unstructured environment): hutan, gunung, lapangan terbuka, dimana manusia dapat bertualang, dimana pandangan visualnya tak terhalang sehingga mata dapat melihat segala kekayaan alam dengan segala bentuknya. Kedua, kelompok kebutuhan spasial akan lingkungan sosial (social environment). Hal Ini terkait dengan soal interaksi sosial sebagai konsekuensi sejarah sosial dan budaya. Ruang Terbuka Hijau (RTH - yang juga memiliki nilai sosial) dalam konteks ini dirasa memenuhi kedua kebutuhan spasial tersebut. RTH di satu sisi memberikan “kelegaan” lingkungan alam, memberi warna “hijau” dalam pandangan manusia yang tak terhalang. Di sisi yang lain RTH juga dapat menjadi “ruang” interaksi sosial dalam kaitannya dengan budaya dan masyarakat. Dalam tulisannya, Skolimowski mengangkat kisah masyarakat Indian yang polos: Black Elk Speaks. Kisah “tenda” Indian yang terus berpindah seperti halnya sarang burung ini membawa roh kebaikan untuk “menetaskan” anak-anaknya. Inilah mengapa bagi Skolimowsky, konsepsi tentang ‘ruang’ merupakan fungsi dari kebudayaan. Ruang eksistensial inilah yang menciptakan kualitas kehidupan (quality of life). Hal ini terjadi karena kualitas hidup sebagai produk interaksi manusia dengan lingkungannya tidak berdiri pada ruang geometris yang steril dalam arsitektur modern. Kualitas Hidup dapat diusahakan lewat “ruang hijau”. Apa yang dimaksud dengan kualitas hidup (quality of life)? Kualitas kehidupan bukanlah kualitas design, proses, atau produk melainkan sebuah kualitas yang dihasilkan dengan membangun lingkungan: sebuah kualitas interaksi manusia dengan lingkungannya. Masyarakat yang mencapai tahap kualitas kehidupan secara otomatis akan mengimplikasikan kualitas produk, proses dan designnya. Banyak orang selama ini menaruh fokus pada kualitas proses dengan tiga sub-kategori: kecukupan metode teknis, kebutuhan (requirements) masyarakat urban dan kriteria ekonomi. Arsitektur berkualitas adalah arsitektur yang memiliki keberanian untuk mengenali dimensi spiritual dan transendental manusia. Memadukan manusia dan alam. Tujuan sejati arsitektur tak lain adalah melanjutkan, meningkatkan, dan merayakan kehidupan, Dalam penjelasannya, Skolimowski menggunakan analogi cangkang. Sebagaimana cangkang yang melekat pada tubuh mahluk pemiliknya, ‘ruang’ pun memiliki peran yang eksistensial lebih dari sekedar fungsinya. Di dalamnya menyangkut kebutuhan manusia (human needs), kultural maupun spiritual. Tempat-tempat semacam ini pula yang membuat mereka merasa at home dalam alam semesta ini. Jadi, arsitektur semestinya melahirkan simbol-simbol yang membantu kita untuk mengintegrasikan semua level being, secara khusus pada level spiritual. Arsitektur teknologis saat ini justru sebaliknya, berdasar pada premis fragmentasi, diskoneksi, isolasi dan simplisitas, dimensi spiritual kurang, demikian juga akibatnya pada dimensi keutuhan. Arsitektur, lingkungan dan diri (the self) adalah satu. Untuk itulah perlu ada ruang-ruang sosial-“sakral” demi menjaga kekayaan dan evolusi. Dari berbagai argumentasi filsafat ekologi, dengan dasar pemahaman kodrat manusia sebagai animal spasial, demi kehidupan eksistensial manusia, Ruang Hijau (terbuka) perlu diperjuangkan bersama. Lebih dari sekedar alasan kesehatan dirinya, kemacetan, banjir atau dampak negatif lainnya, melainkan pertama-tama demi kualitas hidup manusia itu sendiri. Kualitas hidup yang mampu memberinya makna pada kehidupan, dan akhirnya pada dirinya sendiri. Dengan demikian konsep diri dan kebudayaan masyarakat mencapai kematangannya.
Tantangan Ruang Hijau Terbuka (Open Greenspaces) Memperjuangan keberadaan Ruang Hijau Terbuka bukanlah hal yang mudah. Ada banyak tantangan yang mesti diterobos. Secara praktis, tantangan itu mungkin berasal dari sistem pemerintahan dan komitmen aparat-aparatnya. Dari sudut pandang ekonomi, mungkin tantangan berasal dari anggaran dana “pembebasan tanah” dan masih banyak tantangan yang lainnya. Akan tetapi Skolimowski melihat bahwa tantangan terbesar justru berasal dari level ide pemikiran. Oleh karena itu, filsafat (ekologi) mempunyai tanggung jawab moral yang besar untuk menyelesaikannya. Aliran pemikiran yang menjadi tantangan utama jaman ini adalah modernisme dengan segala power-nya (rasional, mekanis, teknis). Status pemikiran saat ini: Ide ‘kemajuan’ modernitas vs moral (ekologis). “moral” dianggap sebagai ancaman yang menghambat kemajuan, konservatif, ketinggalan jaman. Orang modern tidak lagi melihat nilai yang hendak diperjuangkan. Ruang hijau mungkin hanya akan dilihat sebagai ‘ruang kosong’ hijau yang tak punya nilai ‘guna’ berarti. Artinya, selama ini kita telah menciptakan sebuah budaya yang secara sistematis menghancurkan kualitas. Filter tersebut secara implisit menerima yang linear, mekanistik, geometrik, logis dan memakai mode berpikir ekonomis serta menolak perencanaan yang lebih organik, intuitif, desentralisasi, ekologis, dan bentuk perbaikan kehidupan (life-enhancing form). Di sini gagasan filsafat Skolimowski mengundang individu untuk mampu melihat nilai dasar dan intrinsik, bahkan mengubah kerangka nilai. Permasalahan lain terletak pada sistem teknologi modern (dengan ciri imperatifnya: obyektifikasi, quantifikasi dan standardisasi), kita telah mereduksi keragaman aspek spasial pada aspek yang murni fisik, ruang Newtonian (Newtonian Space) yang mengenali ekstensi dan volume ruang tetapi tidak mengenali kualitas non fisik dan atribut-atributnya. Refleksi menjadi penting untuk menyadari bahwa ada aspek ruang kemanusiaan yang perlu diperkenalkan dalam bahasa arsitektur. Namanya, ruang eksistensial (existential space, disebut juga dengan sacred space) yang mencakup aspek-aspek human space: social, psikologis, spiritual dan estetis. Karakter lebih memadai dalam arsitektur yakni forma mengikuti kultur (form follows culture). Karenanya, suatu perubahan baik memperhatikan sungguh bagaimana budaya kita saat ini: cara berpikir dan bertindak kita. Dari yang linear dan pseudo-rasional kepada yang ekologis, organis dan penuh simpati (compassionate). Dengan demikian, kita menyiapkan perubahan cara pandang baru: sebuah kosmologi baru.
Filsafat Ekologi sebagai Usaha Penyelamatan “Ruang hijau” Pada tataran pemikiran metafisis, Skolimowski berpendapat bahwa kita memerlukan sebuah “kosmologi baru” sebagai counter kosmologi modern yang mekanistis. Sebagaimana kita lihat dalam tantangan RTH di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam hal penataan ruang, selama ini kultur yang ada mengikuti forma. Misalnya,bangunan yang dibuat pertama-tama melihat aspek kegunaan, mengenai aspek kultur yang memuat tradisi nilai-nilai, tidak lagi terlalu diperhatikan, yang penting sesuai fungsinya. Bagi Skolimowsky, forma seharusnya mengikuti kultur. Oleh karena itu, kultur inilah yang perlu dibangun dan dengan sendirinya forma akan mengikuti visi kultur. Dengan kata lain, pada level filosofis, perlu ada pergeseran konsep dari pemikiran (Filsafat) Kontemporer yang cenderung empiris, analitis dan positivis, pada eco-philosophy. Filsafat ekologis akan melepaskan konsepsi mekanistik dari dunia dan menggantikannya dengan karakteristik yang dapat lebih banyak mengakomodasikan masalah-masalah baru tentang sosial, etika, ekologi, epistemologi dan ontologi. Perbedaannya dengan filsafat kontemporer antara lain: Orientasi kehidupan vs justifikasi pragmatis atas hal-hal khusus, komitmen pada nilai manusia, alam dan hidup itu sendiri vs komitmen filsafat akademik pada obyektivitas, kekokohan dan fakta-fakta, Spiritualitas, kontemplasi estetik yang bersifat transfisik dan transobjektif. Suatu keadaan pikiran atau keadaan mengada (state of mind/state of being). Komprehensif vs filsafat kontemporer bersifat parsial, analitis. Misalnya saja, fenomena penggundulan pohon dalam rangka pembuatan jalan Transjakarta. Kebijaksanaan bukan penambahan informasi. Kesadaran lingkungan, sosial, kesehatan, kualitas kehidupan dan akhirnya tanggung jawab individual dan politis. Sikap politis tidak harus dengan memberikan suara, tetapi dengan cara hidup. Etika ekologi tidak bertanya “bagaimana?”, tetapi “mengapa?”. Misalnya, Mengapa kita harus bertindak dengan cara A, bukan dengan cara B, atau cara C? Pertanyaan kritis inilah yang mendasari terbentuknya nilai-nilai. Pengupayaan pembenahan nilai dilakukan Skolimowski dengan 3 struktur yaitu: nilai dasar, konsekuensi nilai dasar dan taktik-strategi spesifik untuk mengimplementasikan hal 1 dan 2. Aksi tanpa nilai adalah percuma takkan sampai pada kedalaman makna. Contoh, dengan penentuan tegas kebijakan, misalnya dengan kebijakan penanaman pohon trembesi yang berfungsi menyerap karbon dan mereduksi polusi udara. Atau contoh lain pada kebijakan untuk mengoptimalisasi taman-taman kota dengan dampak sosial yang tinggi. Hal-hal praktis semacam ini yang kemudian dapat menjadi usaha penyelamatan “ruang hijau”. Meski demikian, tentu saja untuk dapat sampai pada tindakan praktis, perlu ada perubahan cara berpikir dan konsep filosofis yang ekologis. KESIMPULAN: Eco-Philosophy – Kualitas kehidupan – Ruang Hijau Ruang Terbuka Hijau merupakan salah satu implementasi dari usaha peningkatan kualitas kehidupan dalam kerangka pikir Eco-Philosophy. Melalui filsafat, Perlu ada perubahan konsep dan cara berpikir, mengenai hal ini, sistem pendidikan juga punya peranan. Kosmologi dan tindakan manusia memiliki hubungan. Hubungan keduannya diperantarai oleh nilai dan filsafat (Kosmologi – Filsafat – Nilai-nilai – Tindakan). Jika kita dapat membaca alam raya, maka kita dapat bertindak. Sebaliknya, jika kita salah membaca alam raya, maka tindakan kita juga salah. Tindakan yang salah dapat diketahui dari ekses-ekses tindakan dan pengujian terakhir dengan jenih hidup yang ditimbulkan. Warisan kosmologi mekanis vs kosmologi baru. Eko-kosmologi: alam raya merupakan rumah (home) bagi umat manusia, manusia adalah pelayan, pemelihara dan penjaga. Eko-kosmologi memiliki 7 struktur dasar: prinsip antropik (bahwa alam raya adalah rumah bagi manusia) penghargaan pada proses kehidupan, tolak ukur kebenarannya ialah manusia itu sendiri. Proses kreatif “menjadi” terkait dengan kesadaran evolutif, hormat pada proses. Partisipasi pikiran artinya data tidak dipandang hanya sebagai data begitu saja melainkan ada tanggapan kritis dalam membacanya. Ada jalinan keteraturan, harapan, penghormatan terhadap kehidupan dan etika ekologis (tanggung jawab). Filsafat menurut Rudolf Steiner dalam Cosmology, Religion and Philosophy ialah media perantara bagi pengetahuan manusia. Filsafat bukan semata-mata urusan intelektual, tetapi keseluruhan jiwa manusia. Oleh karena itu, kosmologi menurut Steiner mesti senantiasa menunjukkan manusia sebagai bagian dari alam semesta, bukan hanya fisiknya saja yang penting tetapi juga jiwa dan roh adalah bagian dari kosmos. Bagian badan eterik (etheric body – berisi kekuatan-kekuatan yang tidak kelihatan/supersensible yang memberikan bentuk dan hidup kepada badan fisik) dapat memberikan organisasi eterik manusia. Di sinilah ego dan dimensi spiritual manusia mendapat ruang eksistensinya. Ego dikonotasikan dengan manusia yang mengetahui dirinya sendiri bebas, memilik gambaran badan dan jiwa yang utuh, terhubung dengan dunia Ilahi. Steiner mencermati bahwa kekuatan ego dalam filsafat modern telah menghilang. Itulah mengapa ideologi baru perlu diusahakan: form follows culture (bukannya forms follows function). Filsafat Ekologi Skolimowsky yang dipengaruhi kuat oleh Heiddeger, Teilhard de Chardin, Whitehead memilki 3 ciri pokok: 1. Manusia integral dengan alam. 2. Manusia integral dengan (pada) dirinya sendiri: tubuh, jiwa, roh. 3. Manusia integral secara spasial dan temporal. Di dalamnya mengandaikan proses evolusi, humanisasi, divinisasi (menghargai konteks spiritual agama). Eco-mind dengan demikian adalah pandangan yang “penuh hormat”. Sebuah realisme baru, dimana manusia dapat mengembangkan hidupnya (life enhancing). Metodologi yang digunakan bersifat partisipatif, metode yang didasarkan pada empati, memahami kehidupan yang lain, dan pemahaman akan keutuhan. Keseluruhan hidup kita adalah bentuk partisipasi, dengan melihat evolusi secara holistik, berarti kita sadar bahwa diri kita sebagai bagian dari kesatuan proses yang total. Di sini, pikiran lantas menjadi sama besarnya dengan realitas. Itulah pikiran universal (universal mind), bentuk rasionalitas baru: realitas, pengetahuan, pikiran. Ketika memahami bagian yang satu, kita juga memperhatikan yang lainnya, bukan metodologi objektif. Prinsipnya adalah antropik bukannya antroposentrik (antroposentrisme: manusia sebagai pusat), ada unsur keutaman, kebersamaan, keutuhan. Manusia mempunyai peran yang unik, penting, tetapi tidak menjadi pusat. Sedangkan, imperatif ekologis (eco-imperative) fokusnya adalah menjaga (preserve) dan mengembangkan kehidupan (enhance the living). Dalam sudut pandang ecological person, visi hidup manusia pertama-tama adalah untuk merayakan kehidupan (celebration of life). Inilah yang disebut dengan wisdom, kesadaran ekologis, memahami konteks hidup bersama dengan alam. Lawan dari manusia modern yang otonom, rasional dan bebas. Kehidupan penuh dengan keberagaman (life is diversity) dan kebijaksanaan (wisdom) ialah ketika semuanya ini terintegrasi. Dalam konteks inilah, kita perlu merayakan subyektivitas dan intuisi kita yang unik karena di sanalah tempat kebijaksanaan hidup berada. Skolimowski berkeyakinan bahwa world-view dan gaya hidup (lifestyles) terkoneksi secara erat (intimately connected). Atas dasar keyakinan ini, untuk mengubah gaya hidup, mengubah world-view dapat menjadi alternatif jalan yang bisa ditempuh. Filsafat ekologi dengan karakter world-view-nya yang khas perlahan hendak mengubah gaya hidup masyarakat untuk semakin memperhatikan ‘bumi’, manusia dan menyusun masa depan (caring for the earth, caring for people, reinventing the future). Demikian juga akhirnya dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Ruang hijau pada akhirnya, idealnya, sebisa mungkin, diusahakan juga pada setiap rumah dan keluarga. Dengan ruang hijau yang proporsional dalam tata-kota, masyarakat akan memiliki kesadaran ekologis yang lebih baik, interaksi sosial yang lebih intensif. Dengan sendirinya, kualitas hidup perlahan-lahan juga akan meningkat. Arsitektur dan penataan ruang yang baik, pada akhirnya memperhatikan banyak dimensi, baik ekonomi, teknologi, alam, religi, seni, masyarakat (society) dan kemanusiaan itu sendiri. Jika dimasukkan dalam Ruang Terbuka hijau, akan lebih optimal jika dijadikan taman kota dengan aspek sosial yang lebih luas. Dalam hal ini, pemerintah memang harus lebih cermat dan cepat dalam bertindak, agar tidak terburu direnggut oleh pihak properti dengan ‘superblok’nya. Saatnya membentuk realtitas dan mitos yang baru: Realitas Ekologis, Realitas hijau. GO GREEN!.

Pustaka Utama
Skolimowski, Henyrk, Living Philosophy: Eco-Philosophy as a Tree of Life, London: Arkana, 1992.

--------------------------------------------
[ 1 ]. Tulisan ini disusun sebagai paper akhir Ujian Akhir Semester dalam mata kuliah Eco-Philosophy. Dosen: Dr. Al. Andang L. Binawan. Secara khusus, tulisan ini memakai cara pandang Henyrk Skolimowski, Living Philosophy: Eco Philosophy as a Tree of Life, London: Arkarna, 1992. (Bab 7: “Space, Life and Modern Architecture”)
[ 2 ]. Penulis adalah mahasiswa STF Driyarkara. NIM: 018.71.10107.
[ 3 ]. “Jakarta Tambah Ruang Terbuka Hijau” diakses pada 3 Juni 2011, pk. 15.10 WIB. Sumber dari http://www.tempointeraktif.com/hg/tata_kota/2011/02/01/brk,20110201-310282,id.html
[ 4 ]. “Ruang Hijau di DKI terus Menyusut” diakses 3 Juni 2011, pk. 15.00 WIB dari http://www.walhi.or.id/id/ruang-media/walhi-di-media/berita-kebijakan-psda/851-ruang-hijau-di-dki-terus-menyusut
[ 5 ]. “Optimalisasi Taman Interaktif untuk RTH” diakses 3 Juni 2011, pk. 15.20 WIB dari http://www.inilah.com/read/detail/7297/optimalisasi-taman-interaktif-untuk-rth/
[ 6 ]. “Jakarta Masih Miskin Ruang Hijau” diakses 3 Juni 2011, pk. 15.25 WIB dari http://www.antaranews.com/berita/257567/jakarta-masih-miskin-ruang-hijau
[ 7 ]. “Ruang Hijau Jakarta ditelan Ruko dan Hotel”, diakses 3 Juni 2011, pk. 15.30 WIB dari http://www.inilah.com/read/detail/147663/ruang-hijau-jakarta-ditelan-ruko-dan-hotel
[ 8 ]. Lih. Henryk, Skolimowski, Living Philosophy: Eco-Philosophy as a Tree of Life, London: Arkana, 1992, hlm. 170-174. “The Human as a Spatial Animal”. For the human is a spatial animal. Evolutionary and social development has endowed the human organism with a number of spatial needs.
[ 9 ]. Ibid. hlm. 174. “Architecture is about life”, oleh karena itu seorang arsitek dan designer tidak seharusnya takut dengan ide kehidupan dan kriteria, dasar penilaian dari kualitas kehidupan.
[ 10 ]. Black Elk Speaks (1932) yang ditulis oleh Hawkwind berkisah tentang seorang tabib dari suku Oglala bangsa Sioux. Ia dianggap sebagai Holy Man. Ketika ia mengeluhkan akan penghancuran kaumnya, ia menunjuk bukan hanya pada pembasmian bangsa Sioux secara fisik, tetapi juga kehancuran tempat (space), ‘ruang’ yang begitu penting bagi kesejahteraan kaumnya.
[ 11 ]. “Our conception of space is a function of our culture”, hlm. 173.
[ 12 ]. “In summary, the true purpose of architecture is to continue, enhance and celebrate life”, hlm. 181.
[ 13 ]. “We have created a culture that systematically destroys quality”, hlm. 177.
[ 14 ]. “Ruang Terbuka Hijau Jakarta Masih Minim”, diakses pada 3 juni 16.05 WIB http://today.co.id/read/2011/05/13/31608/ruang_terbuka_hijau_jakarta_masih_minim, Demikian dikatakan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jakarta, Ubaidillah. Menurutnya, pembangunan koridor Transjakarta tidak perlu menebang pepohonan di areal pinggir jalan, "kita prihatin atas tindakan ini, lama kelamaan ruang terbuka hijau semakin minim bahkan hilang dari kota metropolitan ini”.
[ 15 ]. Lih. Op.cit. hlm. 39 -60. “The Characteristic of Eco-Philosophy”.
[ 16 ]. “Jakarta Tambah Ruang Terbuka Hijau”, diakses pada 3 Juni 2011, pk. 16.20 WIB. http://www.tempointeraktif.com/hg/tata_kota/2011/02/01/brk,20110201-310282,id.html, Solusi, kasih ruang hijau, dengan dampak sosial yang tinggi. (Inilah.com). Pohon Trembesi, tempo interaktif. Selain pembebasan lahan untuk RTH, target penanaman 20 ribu pohon per tahun akan terus digencarkan. Rencananya, menurut Chaterine, dinas taman akan memperbanyak menanam pohon trembesi, yang berfungsi menyerap karbon dan mereduksi polusi udara. "Pohon trembesi mampu menyerap 28,5 ton karbon dioksida setiap tahunnya,". 27 SPBU telah menjadi taman adalah langkah yang baik.
[ 17 ]. Lih. Ibid. hlm. 16-28. “The Structure of Eco-Cosmology”. 7 pilar: Antropic, evolution conceived as the process of creative becoming, the participatory mind, the implicate order, the theology of hope, the reverence of life, eco ethics (responsibility)
[ 18 ]. “And this is another name for Eco-Philosophy”, hlm. 216.
[ 19 ]. “Let us therefore celebrate our subjctivity and our intuition, for it is an enormous repository of the wisdom of life… If you have no courage of your perception and your sensitivity, how can you have the courage to live?” hlm. 190-191.
[ 20 ]. “Superblok Abaikan Ruang Hijau” diakses pada 3 Juni 2011, pk. 17.00 WIB. http://www.inilah.com/read/detail/44500/read/detail//read/detail//read/detail//read/detail//read/detail//read/detail// Superblok adalah kawasan properti vertikal yang terdiri dari berbagai macam jenis properti. Dengan demikian, superblok adalah seperti layaknya sebuah kota kecil yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas.
Kemudahan fasilitas inilah yang menjadi daya tarik bagi para calon pembeli, terutama bagi mereka yang memilih apartemen karena lelah dan jenuh dengan pembangunan infrastruktur yang lambat. Kemampuan pengembang menangkap ceruk pasar tersebut menciptakan permintaan yang cukup besar.
Pembangunan kawasan bisnis hunian terpadu ini, bagi pengembang, bukan sekadar mengeruk keuntungan semata, melainkan menjadi prestise. Akan tetapi, hal yang tidak kalah menarik adalah pembangunan superblok bisa menjadi solusi bagi warga modern.

Similar Documents

Free Essay

Lovytea

...PROPOSAL TEH OCHA PENDAHULUAN Teh Ocha adalah teh yang terbuat dari sejenis daun teh hijau sangat popular di Tiongkok, Taiwan, Hongkong, Jepang, Timur Tengah dan Asia Tenggara. Teh hijau yang di Tiongkok dinamai Hanzi atau disebut juga dalam bahasa latinnya Camellia Sinensis, dipetik dan dilakukan proses pemanasan untuk mencegah oksidasi. Teh hijau ini di Jepang disebut (ryokucha) teh ini dijual dengan harga jual bergantung kepada kualitas daun the nya, dari Jepang lah nama Teh Ocha diperkenalkan. Teh Ocha akan semakin enak rasanya jika dihasilkan di wilayah yang memiliki perbedaan cuaca tinggi, misalnya siang hari suhunya sekitar 30 derajat dan malam hari bisa belasan derajat. Perbedaan suhu yang tinggi ini biasanya ada dipegunungan. Ocha bisa memiliki warna hijau ketika sudah dibuat menjadi minuman teh karena dalam proses penanamannya, daun teh dihentikan oksidasinya. Daun teh yang mengalami oksidasi biasanya diolah menjadi teh oolong dan teh hitam oleh masyarakat Jepang. PEMBUDIDAYAAN OCHA Ocha itu sendiri dibudidayakan dengan dua cara berbeda. Pertama, kawasan perkebunan teh seluruhnya ditutup dengan terpal. Penutupan dilakukan agar Ocha tidak terkena sinar matahari, sehingga kaya akan asam amino dan rasa teh tidak terlalu sepat karena mengandung umami. Cara kedua adalah dengan membiarkan semua daerah perkebunan terkena sinar matahari langsung. Metode ini menghasilkan teh yang mengandung banyak catechin (rasa sepet). Dari perbedaan jenis pembudidayaan inilah yang...

Words: 4069 - Pages: 17

Free Essay

Green

...No. Nama Perguruan Tinggi AKADEMI AKUNTANSI PGRI JEMBER Nama Pengusul Sisda Rizqi Rindang Sari Program Kegiatan Judul Kegiatan 1 PKMK KUE TART CAENIS ( CANTIK, ENAK DAN EKONOMIS) BERBAHAN DASAR TAPE 2 AKADEMI FARMASI KEBANGSAAN Nensi MAKASSAR AKADEMI KEBIDANAN CITRA MEDIKA SURAKARTA AKADEMI KEBIDANAN GIRI SATRIA HUSADA AKADEMI KEPERAWATAN KERTA CENDIKA SIDOARJO AKADEMI KEPERAWATAN KERTA CENDIKA SIDOARJO AKADEMI KEPERAWATAN KERTA CENDIKA SIDOARJO Putri Purnamasari PKMK LILIN SEHAT AROMA KURINDU PANCAKE GARCINIA MANGOSTANA ( PANCAKE KULIT MANGGIS ) 3 PKMK 4 Latifah Sulistyowati PKMK Pemanfaatan Potensi Jambu Mete secara Terpadu dan Pengolahannya sebagai Abon Karmelin (Karamel Bromelin) : Pelunak Aneka Jenis Daging Dari Limbah Nanas Yang Ramah Lingkungan, Higienis Dan Praktis PUDING“BALECI”( KERES) MAKANAN BERSERATANTI ASAM URAT 5 Achmad PKMK Zainunddin Zulfi 6 Dian Kartika Sari PKMK 7 Radita Sandia PKMK Selonot Sehat (S2) Diit untuk Penderita Diabetes 8 AKADEMI PEREKAM Agustina MEDIK & INFO KES Wulandari CITRA MEDIKA AKADEMI PEREKAM MEDIK & INFO KES Anton Sulistya CITRA MEDIKA AKADEMI PEREKAM Eka Mariyana MEDIK & INFO KES Safitri CITRA MEDIKA AKADEMI PEREKAM MEDIK & INFO KES Ferlina Hastuti CITRA MEDIKA AKADEMI PEREKAM Nindita Rin MEDIK & INFO KES Prasetyo D CITRA MEDIKA AKADEMI PEREKAM MEDIK & INFO KES Sri Rahayu CITRA MEDIKA AKADEMI PERIKANAN YOGYAKARTA PKMK Kasubi Wingko Kaya Akan Karbohidrat...

Words: 159309 - Pages: 638

Free Essay

the Value of Carbon in Natural and Plantation Forest Based on the Structure of Its Stands (Case in Pt Berau Coal, Berau Residence, Province of East Borneo)

...WARDHANA 05/185000/KT/5640 JURUSAN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2010 HALAMAN PERSEMBAHAN Ucapan terimakasihku untuk ... [Syukur alhamdulillah] kupanjatkan kepada Allah SWT yang menguasai langit dan bumi beserta seluruh isinya, tanpa kurang sedikit pun, yang mengatur hidup dan matiku, yang membuatku berdiri dan tetap bernafas dari perjalanan panjang 22 tahun sejak aku keluar dari rahim ibuku ... izinkan aku untuk membahagiakannya bersama ayahku yaa Rabb ... [Shalawat serta salam] untuk junjunganku, nabiku, yang membawakan cahaya islam kepada dunia yang gelap di dalam bola bernama bumi ini ... Rasulullah Muhammad SAW ... semoga kelak aku dapat menjadi golongan dari umat yang engkau berikan syafaat wahai nabi.. Bapak Ibu , kalian adalah tujuanku untuk hidup di muka bumi ini , tanpa kalian hidupku hampa , disaat ada masalah hanya kalian yang bisa menenangkan aku , skripsi ini aku persembahkan untuk kalian berdua , maafkan aku jika belum bisa membawakan calon menantu yang baik dan sholihah di hari wisuda nanti. Dek Nina, adik yang menjadi teman hidupku sejak usiaku baru beranjak 5 tahun, jangan menyerah ya dik, karena hidup itu selalu ada cobaan dan rintangan, terus semangat sampai kamu bisa mengejar kakak bahkan kamu...

Words: 14804 - Pages: 60

Free Essay

Individu, Kelompok, Dan Masyarakat

...Daftar Isi Pengantar........................................................................................................................2 Otak................................................................................................................................3 Perbedaan Individu.........................................................................................................7 Kelompok.....................................................................................................................19 Komunikasi..................................................................................................................22 Masyarakat...................................................................................................................25 Kebudayaan..................................................................................................................29 Kesimpulan...................................................................................................................37 Pengantar Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Tuhan memberikan otak dan hati nurani kepada manusia agar manusia dapat berpikir dan memutuskan sendiri apa yang baik dan tidak baik. Otak manusia memiliki cara kerja yang berbeda-beda sehingga menghasilkan individu dengan karakter dan kemampuan yang berbeda-beda pula. Dengan segala keragaman dan perbedaannya, manusia yang pada hakikatnya adalah mahluk sosial membentuk kelompok...

Words: 7695 - Pages: 31