Free Essay

Agency Theory

In:

Submitted By pw13
Words 20426
Pages 82
ALASAN DIPERLUKAN TATA KELOLA YANG BAIK DAN ETIKA BISNIS

MAKALAH
ETIKA PROFESI DAN TATA KELOLA KORPORAT * Oleh
Bimo Satryo Nugrohudi ( NIM 2015250959 ) * Dimas Indra Respati ( NIM 2015250962 )

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
2015
Teori Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai:
“Agency relationship as a contract under which one or more person (the principals) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent.”
Maksud dari kutipan dalam teori keagenan Jensen dan Meckling diatas bahwa pemegang saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen disini adalah pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Oleh karena itu, maka pihak manejemen harus mempertanggung jawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham.
Dalam teori agensi, hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Namun dalam hubungan keagenan ini tak jarang terjadi perbedaan pendapat atau konflik. Konflik hubungan antara prinsipal dan agen salah satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow). Kelebihan arus kas terjadi karena adanya kejadian – kejadian yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Hal ini yang lantas disebut sebagai Agency Cost. Agency Cost ini menyebabkan perbedaan kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi yang juga menghasilkan return tinggi, sementara manajemen lebih memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah. Jensen dan Meckling mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen. Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memiliki zero agency cost dalam rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari pandangan shareholders karena adanya perbedaan kepentingan yang besar diantara mereka.
Konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Selain itu, dengan kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership), hal ini dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal perusahaan
Kemudian, masalah keagenan juga akan timbul jika pihak manajemen atau agen perusahaan tidak atau kurang memiliki saham biasa perusahaan tersebut. Dijelaskan dalam Jensen dan Meckling (1976), bahwa masalah keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu: 1. Antara pemegang saham dan manajer 2. Antara pemegang saham dan kreditor
Jika suatu perusahaan berbentuk perusahaan perorangan yang dikelola sendiri oleh pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa manajer tersebut akan mengambil setiap tindakan yang memungkinkan untuk memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam bentuk peningkatan kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi sebagai pemilik dan mereka mengurangi hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian saham perusahaan kepada pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera timbul. Keadaan ini menjadikan manajer mungkin saja tidak sedemikian gigih lagi untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham karena jatahnya atas kekayaan tersebut telah berkurang sesuai dengan pengurangan kepemilikan mereka. Atau mungkin saja manajer menetapkan gaji yang besar bagi dirinya atau menambah fasilitas eksekutif, karena sebagian di antaranya akan menjadi beban pemegang saham lainnya.
Dalam konflik antara pemegang saham dengan kreditur contohnya seperti kreditur menerima uang dalam jumlah tetap dari perusahaan (bunga hutang), sedangkan pendapatan pemegang saham bergantung pada besaran laba perusahaan. Dalam situasi ini, kreditur lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk membayar kembali utangnya, dan pemegang saham lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk memperoleh kembalian yang besar adalah melakukan investasi pada proyek - proyek yang berisiko. Apabila pelaksanaan proyek yang berisiko itu berhasil maka kreditur tidak dapat menikmati keberhasilan tersebut, tetapi apabila proyek mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugian akibat dari ketidakmampuan pemegang saham untuk memenuhi kewajibannya. Untuk mengantisipasi kemungkinan rugi, maka kreditur melakukan pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu pembatasannya adalah membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi dalam proyek baru. Konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen walaupun telah dilakukan kontrak kerja yang sah antara pihak principal dan agen, namun di sisi lain pihak agen memiliki pengetahuan yang lebih banyak mengenai perusahaan (full information) dibandingkan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak principal. Pengetahuan yang lebih banyak dimiliki oleh pihak agen dibandingkan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak principal ini membuat terbentuknya suatu asimetri information atau asymetric information.
Jensen dan Meckling menyatakan bahwa teori keagenan mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen wajib mempertanggung jawabkan semua upayanya kepada pemegang saham. Karena unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi 2 faktor, yaitu : 1. Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun prinsipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri. 2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya cenderung kecil, yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.
Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer berada didalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai perusahaan,sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah datang ke perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit.
Hal ini menyebabkan kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen dan prinsipal selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyak dibandingkan dengan prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering disebut disfunctional behavior, dimana tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baik memanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerja perusahaan.

OECD ( Organization for Economic Co-operation and Development )
Sejarah
Organization for Economic Co-operation and Development ( Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi ) merupakan sebuah organisasi internasional dengan tiga puluh negara yang menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas. Berawal pada tahun 1948 dengan nama Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi Eropa (OEEC - Organisation for European Economic Co-operation), dipimpin oleh Robert Marjolin dari Perancis, untuk membantu menjalankan Marshall Plan, untuk rekonstruksi Eropa setelah Perang Dunia II. Kemudian, keanggotaannya merambah negara-negara non-Eropa, dan tahun 1961, dibentuk kembali menjadi OECD oleh konvensi tentang organisasi untuk kerja sama dan pembangunan ekonomi.
Negara-negara anggota asli dari OECD adalah Austria, Belgia, Kanada, Denmark, Perancis, Jerman, Yunani, Islandia, Irlandia, Italia, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Portugal, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Inggris dan Amerika Serikat. Negara-negara berikut menjadi anggota kemudian melalui aksesi pada tanggal ditunjukkan akhirat: Jepang (28 April 1964), Finlandia (28 Januari 1969), Australia (7 Juni 1971), Selandia Baru (29 Mei 1973), Meksiko (18 Mei 1994), Republik Ceko (21 Desember 1995), Hongaria (7 Mei 1996), Polandia (22 November 1996), Korea (12 Desember 1996) dan Republik Slovakia (14 Desember 2000). Indonesia dan empat negara lainnya (Brasil, Republik Rakyat Tiongkok, India, dan Afrika Selatan) masuk pada tahun 2007 melalui Program Kerjasama Tingkat Lanjut (Enhanced Engagement, EE) karena melihat semakin pentingnya peran para mitra dalam ekonomi dunia.
OECD Di Indonesia
Melalui keterlibatan langsung dalam program kerja OECD, setiap mitra EE memperkaya pembahasan kebijakan antar komunitas internasional dan memastikan bahwa analisis dan standar kebijakan OECD mencerminkan luasnya kepentingan dan praktik yang dijalankan. Dengan berpartisipasi dalam survei ekonomi dan kajian obyektif OECD, Indonesia dapat memperoleh manfaat dari evaluasi mendalam terhadap kinerja ekonomi dan sosialnya berdasarkan praktik-praktik terbaik internasional (International Best Practices). Dihasilkan melalui kerjasama erat dengan pemerintah, kajian ini memfasilitasi dialog obyektif (peer dialogue) dan pembelajaran dengan negara lain dan menghasilkan rekomendasi kebijakan praktis.
Dengan berpartisipasi dalam komite, kelompok kerja dan proyek pengelolaan sumber-sumber pertumbuhan masa depan dari OECD seperti pertumbuhan berwawasan lingkungan (green growth), inovasi, dan keterpaduan kebijakan, Indonesia diundang untuk ikut dalam diskusi isu-isu kebijakan yang sedang berkembang dalam tatanan multilateral terbuka, belajar dari pengalaman kebijakan negara lain, menyampaikan pandangan dan pengetahuannya sendiri, dan pada akhirnya memberikan kontribusi pada penjabaran standar dan pedoman global yang sedang berkembang. Dengan masuk ke dalam sistem statistik OECD, Indonesia dapat membuat perbandingan dengan anggota dan mitra OECD di berbagai bidang kebijakan sehingga meningkatkan mutu kebijakan publiknya. Database (basis data) ini sering menjadi dasar dari berbagai publikasi utama OECD, seperti Gambaran ke Depan Ekonomi OECD (OECD Economic Outlook), Menuju Pertumbuhan (Going for Growth), dan Sekilas tentang Pensiun (Pensions at a Glance), yang memantau, menganalisa, dan mengukur kinerja negara dan memprakirakan kecenderungan kebijakan masa depan.
Survei Ekonomi OECD Indonesia yang dilaksanakan pada tahun 2010 merupakan yang terlengkap dan telah mengidentifikasi beberapa tantangan ekonomi utama yang dihadapi Indonesia dan menganalisa pilihan kebijakan untuk mengatasinya. Indonesia telah mencapai kemajuan yang signifikan di bidang eknonomi dan sosial selama dekade terakhir. Kedepannya, sejumlah reformasi kelembagaan dan perubahan kebijakan, beberapa diantaranya dijelaskan dengan rinci dalam survei, diperlukan guna mengatasi tantangan tercapainya target jangka menengah yang ambisius dari pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Beberapa hasil yang telah teridentifikasi dari survei ekonomi tersebut adalah: 1. Kerangka ekonomi makro meningkat. Kinerja ekonomi selama kurun waktu 2009-2010 telah sangat mengesankan dan Indonesia berhasil keluar dari krisis global dengan mulus (relatif tanpa masalah) jika dibandingkan dengan saat krisis ekonomi sebelumnya maupun dengan negara lain yang sedang berkembang. Namun, beberapa kelemahan masih memperlambat kemajuan dan Indonesia harus menjalankan agenda reformasinya untuk dapat meningkatkan pertumbuhan jangka panjangnya. 2. Penghapusan bertahap subsidi energi akan mengurangi beban sumber daya fiskal. Pemerintah harus menepati komitmennya untuk menghapus subsidi terhadap bahan bakar fosil pada tahun 2014 dan juga mengurangi subsidi listrik. Sosialisasi secara luas tentang manfaat penghapusan subsidi serta peralihannya kepada skema bantuan tunai langsung yang tepat sasaran akan dapat membantu mengatasi hambatan reformasi. 3. Peningkatan investasi di bidang infrastruktur akan mengatasi hambatan terhadap potensi pertumbuhan yang lebih cepat. Dalam tahap pembangunan ekonomi di Indonesia sekarang ini, penyediaan dana investasi untuk pembangunan infrastruktur akan memberikan manfaat yang besar. Survei menguraikan secara singkat sejumlah tindakan yang dapat dilakukan untuk memperkuat kerangka peraturan dan menghadapi tantangan dalam menarik investasi swasta. 4. Jaring pengaman sosial yang luas dan pendidikan serta pelayanan kesehatan bermutu tinggi akan mendukung pertumbuhan menyeluruh. Indonesia sedang berusaha memperluas cakupan jaring pengaman sosial sebagai satu cara untuk mengatasi kemiskinan. Survei mengkaji berbagai kebijakan Pemerintah Indonesia tentang pasar tenaga kerja, pendidikan, pemeliharaan kesehatan, dan perlindungan sosial serta berbagai tantangan utama yang akan dihadapi oleh para pembuat kebijakan
Pengantar OECD
Principle (shareholders) dimaksudkan untuk membantu OECD dan non-OECD pemerintah dalam upaya mereka untuk mengevaluasi dan meningkatkan hukum, kelembagaan dan kerangka peraturan untuk tata kelola perusahaan di negara-negara mereka, dan untuk memberikan bimbingan dan saran untuk bursa saham, investor, perusahaan dan pihak lain yang memiliki peran dalam proses pengembangan tata kelola perusahaan yang baik. Principle (shareholders) fokus pada publik perusahaan, baik keuangan dan non-keuangan. Namun, sejauh mereka dianggap berlaku, mereka juga mungkin menjadi alat yang berguna untuk meningkatkan corporate pemerintahan di perusahaan non-diperdagangkan, misalnya swasta dan negara bagian BUMN.
Principle (shareholders) merupakan dasar umum yang anggota negara dari OECD anggap penting untuk pengembangan praktik tata kelola yang baik. Mereka dimaksudkan untuk menjadi ringkas, dimengerti dan diakses oleh masyarakat internasional. Mereka tidak dimaksudkan untuk pengganti inisiatif pemerintah, semi-pemerintah atau swasta untuk mengembangkan "praktek terbaik" dalam tata kelola perusahaan. Tata kelola perusahaan adalah salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi dan pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kepercayaan investor. Tata kelola perusahaan melibatkan satu set hubungan antara manajemen perusahaan, dewan, pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
Corporate Governance harus memberikan insentif yang tepat untuk dewan dan manajemen untuk mengejar tujuan yang untuk kepentingan perusahaan dan perusahaan pemegang saham dan harus memfasilitasi pemantauan yang efektif. Kehadiran sebuah sistem tata kelola perusahaan yang efektif, dalam sebuah perusahaan individu dan di ekonomi secara keseluruhan, membantu untuk memberikan tingkat kepercayaan yang diperlukan untuk berfungsinya ekonomi pasar. Sebagai hasilnya, biaya modal yang lebih rendah dan perusahaan didorong untuk menggunakan sumber daya lebih efisien, sehingga fondasi pertumbuhan. Tata kelola perusahaan hanya bagian dari konteks ekonomi yang lebih besar di mana perusahaan beroperasi yang meliputi, misalnya, kebijakan ekonomi makro dan tingkat persaingan dalam produk dan faktor pasar. Korporasi kerangka tata kelola juga tergantung pada hukum, peraturan, dan lingkungan kelembagaan.
Selain itu, faktor-faktor seperti etika bisnis dan kesadaran perusahaan dari kepentingan lingkungan dan sosial dari masyarakat di mana perusahaan beroperasi juga dapat berdampak pada reputasinya dan kesuksesan jangka panjang. Sementara banyaknya faktor yang mempengaruhi pemerintahan dan keputusan membuat proses perusahaan, dan yang penting bagi keberhasilan jangka panjang mereka. Namun, ini bukan hanya masalah dari hubungan antara pemegang saham dan manajemen, meskipun itu memang elemen sentral.
Dalam beberapa yurisdiksi, isu-isu pemerintahan juga muncul dari kekuatan pemegang saham pengendali tertentu atas pemegang saham minoritas. Di negara-negara lain, karyawan memiliki hak hukum terlepas kepentingan mereka dari hak kepemilikan. Oleh karena itu principle (shareholders) harus melengkapinya dengan pendekatan yang lebih luas untuk operasi checks and balances. Beberapa lainnya isu yang relevan untuk proses pengambilan keputusan perusahaan, seperti lingkungan, anti-korupsi atau masalah etika, diperhitungkan tapi diperlakukan lebih eksplisit dalam sejumlah instrumen OECD lainnya (termasuk pedoman untuk Perusahaan Multinasional dan konvensi tentang memberantas penyuapan pejabat publik asing dalam transaksi international) dan instrumen organisasi internasional lainnya.
Tata kelola perusahaan dipengaruhi oleh hubungan antara peserta dalam sistem pemerintahan. Pemegang saham pengendali, yang mungkin menjadi individu, kepemilikan keluarga, aliansi blok atau perusahaan lain yang bertindak melalui perusahaan atau lintas memegang kepemilikan saham, bisa secara signifikan mempengaruhi perilaku perusahaan. Sebagai pemilik saham, investor institusional semakin menuntut suara dalam tata kelola perusahaan dalam beberapa pasar.
Dalam sejumlah sistem pemerintahan kreditur pun memainkan peran penting dan dapat berfungsi sebagai monitor eksternal lebih kinerja perusahaan. Begitu pula karyawan dan stakeholder lainnya memainkan peran penting dalam memberikan kontribusi bagi keberhasilan jangka panjang dan kinerja korporasi, sementara pemerintah menetapkan kelembagaan secara keseluruhan dan hukum kerangka tata kelola perusahaan. Peran masing-masing peserta ini dan interaksi mereka bervariasi antara negara-negara OECD dan kalangan non negara-negara OECD juga. Sejauh mana perusahaan-perusahaan mematuhi principle (shareholders) merupakan dasar yang baik untuk tata kelola perusahaan dimana faktor tersebut dianggap penting untuk investasi dan membuat keputusan sehingga perusahaan dapat membuat relevansi khusus, yaitu hubungan antara perusahaan praktek tata kelola dan karakter yang semakin internasional investasi.
Perusahaan tentunya tidak akan bisa berdiri tanpa adanya modal, untuk mendapatkan modal di OECD dijelaskan bahwa perusahaan bisa menggunakan arus modal. Arus modal memungkinkan perusahaan untuk mengakses pembiayaan dari sumber yang jauh lebih besar dari investor. Jika perusahaan tidak bergantung terutama pada sumber-sumber modal asing, maka kepatuhan terhadap praktik tata kelola perusahaan yang baik akan membantu meningkatkan kepercayaan investor dalam negeri, mengurangi biaya modal, mendasari fungsi yang baik dalam pasar keuangan, dan akhirnya mendorong kestabilan sumber pembiayaan. Tidak ada model tunggal tata kelola perusahaan yang baik. Principle (shareholders) membangun elemen-elemen umum dan diformulasikan untuk merangkul model yang berbeda yang ada. Mereka dapat digunakan oleh para pembuat kebijakan karena mereka memeriksa dan mengembangkan kerangka hukum dan peraturan untuk tata kelola perusahaan yang mencerminkan mereka keadaan ekonomi, sosial, hukum dan budaya sendiri dan dengan pasar peserta ketika mereka mengembangkan praktek mereka sendiri.
Principle (shareholders) yang evolusioner sekarang harus ditinjau terkait perubahan signifikan dalam keadaan. Untuk tetap kompetitif dalam mengubah dunia, perusahaan-perusahaan harus berinovasi dan beradaptasi praktik tata kelolanya sehingga mereka dapat memenuhi tuntutan baru dan memahami baru peluang. Demikian pula, pemerintah memiliki tanggung jawab penting untuk membentuk suatu kerangka peraturan yang efektif yang menyediakan cukup fleksibilitas untuk memungkinkan pasar untuk berfungsi secara efektif dan untuk menanggapi harapan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Terserah pemerintah dan pelaku pasar untuk memutuskan bagaimana menerapkan Principle (shareholders) ini untuk mengembangkan kerangka kerja mereka sendiri dan tata kelola perusahaannya, dengan rekening biaya dan manfaat dari regulasi. Dokumen berikut ini mencakup bidang-bidang berikut: I) Memastikan dasar untuk kerangka kerja tata kelola perusahaan yang efektif; II) Hak pemegang saham dan fungsi kepemilikan kunci; III) Adil pengobatan pemegang saham; IV) Peran stakeholder; V) Pengungkapan dan transparansi; VI) Tanggung jawab dewan. Setiap bagian dipimpin oleh seorang Principle (shareholders) tunggal yang muncul dalam huruf miring tebal dan diikuti oleh sejumlah pendukung sub-principle (shareholders).

Isi OECD
I. Memastikan Dasar Efektif
Kerangka tata kelola perusahaan harus dikembangkan secara transparan sehingga membuat pasar yang efisien dan konsisten dengan aturan hukum serta jelas dalam mengartikulasikan pembagian tanggung jawab antar pengawasan yang berbeda, regulasi dan penegakan otoritas. a) Kerangka tata kelola perusahaan harus dikembangkan dengan maksud untuk dampaknya pada kinerja ekonomi secara keseluruhan, integritas pasar dan insentif itu menciptakan untuk pelaku pasar dan promosi pasar yang transparan dan efisien. b) Persyaratan hukum dan peraturan yang mempengaruhi praktik tata kelola perusahaan di yurisdiksi harus konsisten dengan aturan hukum, transparan dan dapat dilaksanakan. c) Pembagian tanggung jawab antara otoritas yang berbeda dalam yurisdiksi harus secara jelas diartikulasikan dan memastikan bahwa kepentingan umum dilayani. d) Pengawas, pihak berwenang dan penegakan harus memiliki kewenangan, integritas dan sumber daya untuk memenuhi tugas mereka secara profesional dan obyektif. Selain itu, keputusan mereka harus tepat waktu, transparan dan menjelaskan sepenuhnya.

II. Hak Pemegang Saham dan Fungsi Kepemilikan kunci
Kerangka tata kelola perusahaan harus melindungi dan memfasilitasi pelaksanaan hak pemegang saham. a) Hak pemegang saham harus mencakup hak untuk: * Metode aman kepemilikan pendaftaran. * Menyampaikan atau mengalihkan saham. * Memperoleh relevan dan material informasi tentang perusahaan secara tepat waktu dan teratur. * Berpartisipasi dan memilih dalam pertemuan pemegang saham umum. * Memilih dan menghapus anggota dewan. * Berbagi dalam keuntungan perusahaan. b) Pemegang saham harus memiliki hak untuk berpartisipasi dalam keputusan perusahaan, dan akan cukup diinformasikan pada keputusan mengenai perubahan perusahaan yang mendasar seperti: * Amandemen undang-undang, atau anggaran dasar atau dokumen pemerintahan yang sama dengan perusahaan. * Otorisasi saham tambahan. * Transaksi luar biasa, termasuk transfer semua atau secara substansial seluruh aset, yang berlaku menghasilkan penjualan perusahaan. c) Pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara efektif dan suara di rapat pemegang saham umum dan harus diberitahu tentang aturan, termasuk prosedur voting, yang mengatur pertemuan pemegang saham umum: * Pemegang saham harus dilengkapi dengan informasi yang cukup dan tepat waktu tentang tanggal, lokasi dan agenda rapat umum, serta penuh dan informasi yang tepat waktu mengenai masalah yang akan diputuskan pada pertemuan tersebut. * Pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk mengajukan pertanyaan ke papan, termasuk pertanyaan yang berkaitan dengan audit eksternal tahunan, untuk menempatkan item pada agenda rapat umum, dan untuk mengusulkan resolusi, tunduk wajar keterbatasan. * Partisipasi pemegang saham yang efektif dalam pengambilan keputusan kunci tata kelola perusahaan, seperti sebagai nominasi dan pemilihan anggota dewan, harus difasilitasi. Pemegang saham harus dapat membuat pandangan mereka dikenal di remunerasi kebijakan untuk anggota dewan dan eksekutif kunci. Komponen ekuitas skema kompensasi untuk anggota dewan dan karyawan harus tunduk persetujuan pemegang saham. * Pemegang Saham harus dapat memilih secara langsung atau in absentia, dan efek yang sama harus diberikan kepada orang apakah pemain secara langsung atau in absentia. d) Struktur modal dan pengaturan yang memungkinkan pemegang saham tertentu untuk mendapatkan tingkat kontrol yang tidak proporsional dengan kepemilikan saham mereka harus diungkapkan. e) Pasar untuk kontrol perusahaan harus diizinkan untuk berfungsi secara efisien dan secara transparan. * Aturan dan prosedur yang mengatur akuisisi pengendalian perusahaan di pasar modal, dan transaksi luar biasa seperti merger, dan penjualan bagian besar aset perusahaan, harus jelas diartikulasikan secara dan diungkapkan sehingga investor memahami hak dan jalan mereka. Transaksi harus terjadi pada harga transparan dan dalam kondisi yang adil yang melindungi hak-hak semua pemegang saham sesuai dengan kelas mereka. * Perangkat Anti-mengambil-alih tidak boleh digunakan untuk melindungi manajemen dan dewan dari akuntabilitas f) Pelaksanaan hak kepemilikan oleh seluruh pemegang saham, termasuk kelembagaan investor harus difasilitasi. * Investor institusional bertindak sesuai kapasitasnya dalam mengungkapkan pemerintahan mereka secara keseluruhan dan voting kebijakan perusahaan sehubungan dengan investasi mereka, termasuk prosedur yang mereka miliki di tempat untuk menentukan penggunaan mereka hak suara. * Investor institusional bertindak dalam kapasitas fidusia harus mengungkapkan bagaimana mereka mengelola konflik bahan yang menarik yang dapat mempengaruhi pelaksanaan kunci hak kepemilikan mengenai investasi mereka. g) Pemegang saham, termasuk pemegang saham institusional, harus diizinkan untuk berkonsultasi dengan satu sama lain pada isu-isu tentang hak-hak pemegang saham dasar mereka, tunduk pada pengecualian untuk mencegah penyalahgunaan.
III. Pelayanan Yang Adil Untuk Pemegang Saham
Kerangka tata kelola perusahaan harus memastikan pelayanan merata kepada seluruh pemegang saham, termasuk minoritas dan pemegang saham asing. Semua pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi yang efektif untuk melanggar hak-hak mereka. a) Semua pemegang saham seri yang sama dari kelas harus diperlakukan sama. * Dalam seri setiap kelas, seluruh saham harus membawa hak yang sama. Semua investor harus dapat memperoleh informasi tentang hak-hak yang melekat pada semua seri dan kelas saham sebelum mereka membeli. Setiap perubahan dalam hak suara harus dengan persetujuan kelas-kelas saham yang negatif terpengaruh. * Pemegang saham minoritas harus dilindungi dari tindakan kasar oleh, atau di kepentingan, pemegang saham pengendali bertindak baik secara langsung maupun tidak langsung, dan harus memiliki sarana yang efektif untuk ganti rugi. * Suara harus dilemparkan oleh penjaga atau calon dengan cara yang disepakati dengan pemilik manfaat dari saham. * Hambatan untuk menyeberangi perbatasan voting harus dihilangkan. * Proses dan prosedur untuk pertemuan pemegang saham umum harus memungkinkan untuk perlakuan yang sama dari semua pemegang saham. Prosedur perusahaan tidak harus membuat terlalu sulit atau mahal untuk memberikan suara. b) Insider trading dan perlakuan kasar harus dilarang. c) Anggota dewan dan eksekutif kunci harus diminta untuk mengungkapkan ke papan apakah mereka, langsung, tidak langsung atau atas nama pihak ketiga, memiliki bahan kepentingan dalam transaksi atau bahan langsung mempengaruhi perusahaan.
IV. Peran Stakeholder dalam Corporate Governance
Kerangka tata kelola perusahaan harus mengakui hak-hak pemangku kepentingan yang ditetapkan oleh hukum atau melalui kesepakatan bersama dan mendorong aktif kerjasama antara perusahaan dan pemangku kepentingan dalam menciptakan kekayaan, pekerjaan, dan keberlanjutan perusahaan finansial suara. a) Hak stakeholder yang ditetapkan oleh hukum atau melalui kesepakatan bersama yang harus dihormati. b) Kepentingan stakeholder dilindungi oleh hukum, para pemangku kepentingan harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi yang efektif untuk melanggar hak-hak mereka. c) Mekanisme kinerja untuk meningkatkan partisipasi karyawan harus diijinkan untuk pengembangan. d) Stakeholder berpartisipasi dalam proses tata kelola perusahaan, mereka harus memiliki akses ke informasi yang relevan, memadai dan dapat diandalkan pada tepat waktu dan teratur dasar. e) Stakeholder, termasuk karyawan individu dan badan-badan perwakilan mereka, harus dapat berkomunikasi secara bebas kekhawatiran mereka tentang ilegal atau tidak etis praktek ke papan dan hak-hak mereka tidak boleh dikompromikan untuk melakukan hal ini. f) Kerangka tata kelola perusahaan harus dilengkapi dengan efektif, kerangka kepailitan efisien dan dengan penegakan hukum yang efektif dari hak kreditur.
V. Pengungkapan dan Transparansi
Kerangka corporate governance harus memastikan untuk tepat waktu dalam membuat pengungkapan akurat mengenai semua hal yang material terkait korporasi, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola perusahaan. a) Pengungkapan harus mencakup, tetapi tidak terbatas pada informasi material: * Hasil finansial dan operasional perusahaan. * Tujuan perusahaan. * Kepemilikan saham dan voting hak mayor. * Kebijakan remunerasi bagi anggota dewan dan eksekutif kunci, dan informasi tentang anggota dewan, termasuk kualifikasi mereka, seleksi proses, direktur perusahaan lain dan apakah mereka dianggap sebagai independen oleh dewan. * Transaksi dengan pihak terkait. * Faktor risiko mendatang. * Isu mengenai karyawan dan stakeholder lainnya. * Struktur Pemerintahan dan kebijakan, khususnya, isi dari setiap perusahaan yaitu kode pemerintahan atau kebijakan dan proses yang diimplementasikan. b) Informasi harus disiapkan dan diungkapkan sesuai dengan kualitas tinggi standar akuntansi dan pengungkapan keuangan dan non-keuangan. c) Audit tahunan harus dilakukan secara independen, kompeten dan berkualitas oleh auditor dalam rangka memberikan jaminan eksternal dan objektif untuk papan dan pemegang saham bahwa laporan keuangan cukup mewakili posisi keuangan dan kinerja perusahaan dalam semua hal yang material. d) Auditor eksternal harus bertanggung jawab kepada pemegang saham dan berutang kewajiban untuk perusahaan untuk melakukan perawatan profesional dalam melakukan audit. e) Saluran untuk menyebarkan informasi harus memberikan yang sama, tepat waktu dan biaya-akses efisien untuk informasi yang relevan oleh pengguna. f) Kerangka tata kelola perusahaan harus dilengkapi dengan efektif. Pendekatan yang membahas dan mempromosikan penyediaan analisis atau nasihat analis, broker, lembaga pemeringkat dan lain-lain, yang relevan dengan keputusan oleh investor, bebas dari konflik kepentingan materi yang mungkin membahayakan integritas analisis atau nasihat mereka.
VI. Tanggung Jawab Dewan
Kerangka tata kelola perusahaan harus memastikan strategis bimbingan perusahaan, pemantauan yang efektif manajemen oleh dewan, dan akuntabilitas dewan untuk perusahaan dan para pemegang saham. a) Anggota dewan harus bertindak dengan penuh informasi, dengan itikad baik, dengan akibat ketekunan dan perawatan, dan dalam kepentingan terbaik dari perusahaan dan pemegang saham. b) Keputusan dewan dapat mempengaruhi kelompok pemegang saham yang berbeda berbeda, yang dimana dewan harus memperlakukan semua pemegang saham secara adil. c) Dewan harus menerapkan standar etika yang tinggi. Serta harus memperhitungkan kepentingan stakeholders. d) Dewan harus memenuhi fungsi kunci tertentu, termasuk: * Meninjau dan membimbing strategi perusahaan, rencana utama aksi, kebijakan risiko, anggaran dan rencana bisnis tahunan; menetapkan tujuan kinerja; pemantauan pelaksanaan dan kinerja perusahaan; dan mengawasi modal utama pengeluaran, akuisisi dan divestasi. * Memantau efektivitas praktik tata kelola perusahaan dan membuat perubahan yang diperlukan. * Memilih, kompensasi, pemantauan dan bila perlu, menggantikan kunci eksekutif dan mengawasi perencanaan sukses. * Menyelaraskan kunci eksekutif dan dewan remunerasi dengan kepentingan jangka panjang dari perusahaan dan pemegang saham. * Memastikan papan nominasi dan pemilihan proses formal dan transparan. * Pemantauan dan mengelola potensi konflik kepentingan manajemen, dewan anggota dan pemegang saham, termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan penyalahgunaan di transaksi dengan pihak terkait. * Memastikan integritas akuntansi dan keuangan pelaporan korporasi sistem, termasuk audit independen, dan bahwa sistem yang tepat kontrol di tempat, khususnya sistem manajemen risiko, keuangan dan pengendalian operasional, dan sesuai dengan hukum dan standar yang relevan. * Mengawasi proses pengungkapan dan komunikasi. e) Dewan harus dapat melakukan penilaian independen obyektif tentang perusahaan urusan. * Dewan harus mempertimbangkan menetapkan jumlah yang memadai papan non-eksekutif anggota mampu melakukan penilaian independen untuk tugas-tugas di mana ada potensi konflik kepentingan. Contoh tanggung jawab utama tersebut memastikan integritas pelaporan keuangan dan non-keuangan, review transaksi dengan pihak terkait, pencalonan anggota dewan dan eksekutif kunci, dan remunerasi dewan. * Ketika komite dewan ditetapkan, mandat mereka, komposisi dan prosedur kerja harus didefinisikan dengan baik dan diungkapkan oleh dewan. * Anggota dewan harus dapat berkomitmen efektif untuk mereka tanggung jawab. * Dalam rangka untuk memenuhi tanggung jawab mereka, anggota dewan harus memiliki akses ke akurat, relevan dan tepat waktu mendapatkan informasi.

ASAS GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders). 1. Transparansi (Transparency)
Prinsip Dasar Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
Pedoman Pokok Pelaksanaan 1.1. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya. 1.2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan. 1.3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi. 1.4. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan. 1. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip dasar perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
2.1. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan.
2.2. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG.
2.3. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan.
2.4. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).
2.5. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati. 2. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip dasar perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
3.1. Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).
3.2. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai. 3. Independensi (Independency)
Prinsip dasar untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
4.1. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
4.2. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain. 4. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Prinsip dasar dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
5.1. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
5.2. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
5.3. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.
ORGAN PERUSAHAAN
Organ perusahaan, yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris dan Direksi, mempunyai peran penting dalam pelaksanaan GCG secara efektif. Organ perusahaan harus menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas dasar prinsip bahwa masing-masing organ mempunyai independensi dalam melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya semata-mata untuk kepentingan perusahaan.
A. Rapat Umum Pemegang Saham
Prinsip Dasar
RUPS sebagai organ perusahaan merupakan wadah para pemegang saham untuk mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam dalam perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Keputusan yang diambil dalam RUPS harus didasarkan pada kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang. RUPS dan atau pemegang saham tidak dapat melakukan intervensi terhadap tugas, fungsi dan wewenang Dewan Komisaris dan Direksi dengan tidak mengurangi wewenang RUPS untuk menjalankan haknya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang- undangan, termasuk untuk melakukan penggantian atau pemberhentian anggota Dewan Komisaris dan atau Direksi.

Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Pengambilan keputusan RUPS harus dilakukan secara wajar dan transparan dengan memperhatikan hal-hal yang diperlukan untuk menjaga kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1.1. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang diangkat dalam RUPS harus terdiri dari orang-orang yang patut dan layak (fit and proper) bagi perusahaan. Bagi perusahaan yang memiliki Komite Nominasi dan Remunerasi, dalam pengangkatan anggota Dewan Komisaris dan Direksi harus mempertimbangkan pendapat komite tersebut yang disampaikan oleh Dewan Komisaris kepada mereka yang mempunyai hak untuk mengajukan calon kepada RUPS.
1.2. Dalam mengambil keputusan menerima atau menolak laporan Dewan Komisaris dan Direksi, perlu dipertimbangkan kualitas laporan yang berhubungan dengan GCG.
1.3. Bagi perusahaan yang memiliki Komite Audit, dalam menetapkan auditor eksternal harus mempertimbangkan pendapat komite tersebut yang disampaikan kepada Dewan Komisaris.
1.4. Dalam hal anggaran dasar dan atau peraturan perundang-undangan mengharuskan adanya keputusan RUPS tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha perusahaan, keputusan yang diambil harus memperhatikan kepentingan wajar para pemangku kepentingan.
1.5. Dalam mengambil keputusan pemberian bonus, tantiem dan dividen harus memperhatikan kondisi kesehatan keuangan perusahaan.
2. RUPS harus diselenggarakan sesuai dengan kepentingan perusahaan dan dengan memperhatikan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, serta dengan persiapan yang memadai, sehingga dapat mengambil keputusan yang sah. Untuk itu:
2.1. Pemegang saham diberikan kesempatan untuk mengajukan usul mata acara RUPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.2. Panggilan RUPS harus mencakup informasi mengenai mata acara, tanggal, waktu dan tempat RUPS.
2.3. Bahan mengenai setiap mata acara yang tercantum dalam panggilan RUPS harus tersedia di kantor perusahaan sejak tanggal panggilan RUPS, sehingga memungkinkan pemegang saham berpartisipasi aktif dalam RUPS dan memberikan suara secara bertanggung jawab. Jika bahan tersebut belum tersedia saat dilakukan panggilan untuk RUPS, maka bahan itu harus disediakan sebelum RUPS diselenggarakan.
2.4. Penjelasan mengenai hal-hal lain yang berkaitan dengan mata acara RUPS dapat diberikan sebelum dan atau pada saat RUPS berlangsung.
2.5. Risalah RUPS harus tersedia di kantor perusahaan, dan perusahaan menyediakan fasilitas agar pemegang saham dapat membaca risalah tersebut.
3. Penyelenggaraan RUPS merupakan tanggung jawab Direksi. Untuk itu, Direksi harus mempersiapkan dan menyelenggarakan RUPS dengan baik dan dengan berpedoman pada butir 1 dan 2 diatas. Dalam hal Direksi berhalangan, maka penyelenggaraan RUPS dilakukan oleh Dewan Komisaris atau pemegang saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
B. Dewan Komisaris dan Direksi
Prinsip Dasar
Kepengurusan perseroan terbatas di Indonesia menganut sistem dua badan (two- board system) yaitu Dewan Komisaris dan Direksi yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagaimana diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan (fiduciary responsibility). Namun demikian, keduanya mempunyai tanggung jawab untuk memelihara kesinambungan usaha perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, Dewan Komisaris dan Direksi harus memiliki kesamaan persepsi terhadap visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan.

Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Tanggung jawab bersama Dewan Komisaris dan Direksi dalam menjaga kelangsungan usaha perusahaan dalam jangka panjang tercermin pada:
1.1. Terlaksananya dengan baik kontrol internal dan manajemen risiko.
1.2. Tercapainya imbal hasil (return) yang optimal bagi pemegang saham.
1.3. Terlindunginya kepentingan pemangku kepentingan secara wajar.
1.4. Terlaksananya suksesi kepemimpinan yang wajar demi kesinambungan manajemen di semua lini organisasi.
2. Sesuai dengan visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan, Dewan Komisaris dan Direksi perlu bersama-sama menyepakati hal-hal tersebut di bawah ini:
2.1. Rencana jangka panjang, strategi, maupun rencana kerja dan anggaran tahunan.
2.2. Kebijakan dalam memastikan pemenuhan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan serta dalam menghindari segala bentuk benturan kepentingan.
2.3. Kebijakan dan metode penilaian perusahaan, unit dalam perusahaan dan personalianya.
2.4. Struktur organisasi sampai satu tingkat di bawah Direksi yang dapat mendukung tercapainya visi, misi dan nilai-nilai perusahaan.
C. Dewan Komisaris
Prinsip Dasar
Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa Perusahaan melaksanakan GCG. Namun demikian, Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah setara. Tugas Komisaris Utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris. Agar pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut: 1. Komposisi Dewan Komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen. 2. Anggota Dewan Komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan baik termasuk memastikan bahwa Direksi telah memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan. 3. Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat Dewan Komisaris mencakup tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian sementara.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Komposisi, Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris
1.1. Jumlah anggota Dewan Komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan.
1.2. Dewan Komisaris dapat terdiri dari Komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi yang dikenal sebagai Komisaris Independen dan Komisaris yang terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota Direksi dan Dewan Komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Mantan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang terafiliasi serta karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori terafiliasi.
1.3. Jumlah Komisaris Independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu dari Komisaris Independen harus mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan.
1.4. Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses yang transparan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, badan usaha milik negara dan atau daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, proses penilaian calon anggota Dewan Komisaris dilakukan sebelum dilaksanakan RUPS melalui Komite Nominasi dan Remunerasi. Pemilihan Komisaris Independen harus memperhatikan pendapat pemegang saham minoritas yang dapat disalurkan melalui Komite Nominasi dan Remunerasi.
1.5. Pemberhentian anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS berdasarkan alasan yang wajar dan setelah kepada anggota Dewan Komisaris diberi kesempatan untuk membela diri.
2. Kemampuan dan Integritas Anggota Dewan Komisaris
2.1. Anggota Dewan Komisaris harus memenuhi syarat kemampuan dan integritas sehingga pelaksanaan fungsi pengawasan dan pemberian nasihat untuk kepentingan perusahaan dapat dilaksanakan dengan baik.
2.2. Anggota Dewan Komisaris dilarang memanfaatkan perusahaan untuk kepentingan pribadi, keluarga, kelompok usahanya dan atau pihak lain.
2.3. Anggota Dewan Komisaris harus memahami dan mematuhi anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugasnya.
2.4. Anggota Dewan Komisaris harus memahami dan melaksanakan Pedoman GCG ini.
3. Fungsi Pengawasan Dewan Komisaris
3.1. Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Dalam hal Dewan Komisaris mengambil keputusan mengenai hal-hal yang ditetapkan dalam anggaran dasar atau peraturan perundang-undangan, pengambilan keputusan tersebut dilakukan dalam fungsinya sebagai pengawas, sehingga keputusan kegiatan operasional tetap menjadi tanggung jawab Direksi. Kewenangan yang ada pada Dewan Komisaris tetap dilakukan dalam fungsinya sebagai pengawas dan penasihat.
3.2. Dalam hal diperlukan untuk kepentingan perusahaan, Dewan Komisaris dapat mengenakan sanksi kepada anggota Direksi dalam bentuk pemberhentian sementara, dengan ketentuan harus segera ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan RUPS.
3.3. Dalam hal terjadi kekosongan dalam Direksi atau dalam keadaan tertentu sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar, untuk sementara Dewan Komisaris dapat melaksanakan fungsi Direksi.
3.4. Dalam rangka melaksanakan fungsinya, anggota Dewan Komisaris baik secara bersama-sama dan atau sendiri-sendiri berhak mempunyai akses dan memperoleh informasi tentang perusahaan secara tepat waktu dan lengkap.
3.5. Dewan Komisaris harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja (charter) sehingga pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif serta dapat digunakan sebagai salah satu alat penilaian kinerja mereka.
3.6. Dewan Komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh Direksi, dalam rangka memperoleh pembebasan dan pelunasan tanggung jawab (acquitet decharge) dari RUPS.
3.7. Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Komisaris dapat membentuk komite. Usulan dari komite disampaikan kepada Dewan Komisaris untuk memperoleh keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, sekurang-kurangnya harus membentuk Komite Audit, sedangkan komite lain dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
4. Komite Penunjang Dewan Komisaris
4.1. Komite Audit
a. Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa: (i) Laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. (ii) Struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik. (iii) Pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku. (iv) Tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.
b. Komite Audit memproses calon auditor eksternal termasuk imbalan jasanya untuk disampaikan kepada Dewan Komisaris.
c. Jumlah anggota Komite Audit harus disesuaikan dengan kompleksitas Perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, Komite Audit diketuai oleh Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan. Salah seorang anggota memiliki latar belakang dan kemampuan akuntasi dan atau keuangan.
4.2. Komite Nominasi dan Remunerasi
a. Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris dalam menetapkan kriteria pemilihan calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta sistem remunerasinya.
b. Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris mempersiapkan calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi dan mengusulkan besaran remunerasinya:. Dewan Komisaris dapat mengajukan calon tersebut dan remunerasinya untuk memperoleh keputusan RUPS dengan cara sesuai ketentuan Anggaran Dasar.
c. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, Komite Nominasi dan Remunerasi diketuai oleh Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan.
d. Keberadaan Komite Nominasi dan Remunerasi serta tata kerjanya dilaporkan dalam RUPS.
4.3. Komite Kebijakan Risiko
a. Komite Kebijakan Risiko bertugas membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji sistem manajemen risiko yang disusun oleh Direksi serta menilai toleransi risiko yang dapat diambil oleh perusahaan.
b. Anggota Komite Kebijakan Risiko terdiri dari anggota Dewan Komisaris, namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan.
4.4. Komite Kebijakan Corporate Governance
a. Komite Kebijakan Corporate Governance bertugas membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji kebijakan GCG secara menyeluruh yang disusun oleh Direksi serta menilai konsistensi penerapannya, termasuk yang bertalian dengan etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility).
b. Anggota Komite Kebijakan Corporate Governance terdiri dari anggota Dewan Komisaris, namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan.
c. Bila dipandang perlu, Komite Kebijakan Corporate Governance dapat digabung dengan Komite Nominasi dan Remunerasi.
5. Pertanggung jawaban Dewan Komisaris
5.1. Dewan Komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh Direksi. Laporan pengawasan Dewan Komisaris merupakan bagian dari laporan tahunan yang disampaikan kepada RUPS untuk memperoleh persetujuan.
5.2. Dengan diberikannya persetujuan atas laporan tahunan dan pengesahan atas laporan keuangan, berarti RUPS telah memberikan pembebasan dan pelunasan tanggung jawab kepada masing-masing anggota Dewan Komisaris sejauh hal-hal tersebut tercermin dari laporan tahunan, dengan tidak mengurangi tanggung jawab masing-masing anggota Dewan Komisaris dalam hal terjadi tindak pidana atau kesalahan dan atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga yang tidak dapat dipenuhi dengan aset perusahaan.
5.3. Pertanggungjawaban Dewan Komisaris kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengawasan atas pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan asas GCG.
D. Direksi
Prinsip dasar Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya. Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota Direksi tetap merupakan tanggung jawab bersama. Kedudukan masing-masing anggota Direksi termasuk Direktur Utama adalah setara. Tugas Direktur Utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Direksi. Agar pelaksanaan tugas Direksi dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut: 1. Komposisi Direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen. 2. Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman serta kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya. 3. Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar dapat menghasilkan keuntungan (profitability) dan memastikan kesinambungan usaha perusahaan. 4. Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam RUPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Komposisi Direksi
1.1. Jumlah anggota Direksi harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan.
1.2. Anggota Direksi dipilih dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses yang transparan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, proses penilaian calon anggota Direksi dilakukan sebelum dilaksanakan RUPS melalui Komite Nominasi dan Remunerasi.
1.3. Pemberhentian anggota Direksi dilakukan oleh RUPS berdasarkan alas an yang wajar dan setelah kepada yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
1.4. Seluruh anggota Direksi harus berdomisili di Indonesia, di tempat yang memungkinkan pelaksanaan tugas pengelolaan perusahaan sehari-hari.
2. Kemampuan dan Integritas Anggota Direksi
2.1. Anggota Direksi harus memenuhi syarat kemampuan dan integritas sehingga pelaksanaan fungsi pengelolaan perusahaan dapat dilaksanakan dengan baik.
2.2. Anggota Direksi dilarang memanfaatkan perusahaan untuk kepentingan pribadi, keluarga, kelompok usahanya dan atau pihak lain.
2.3. Anggota Direksi harus memahami dan mematuhi anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugasnya.
2.4. Anggota Direksi harus memahami dan melaksanakan Pedoman GCG ini.
3. Fungsi Direksi
Fungsi pengelolaan perusahaan oleh Direksi mencakup 5 tugas utama yaitu kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian internal, komunikasi dan tanggung jawab sosial.
3.1. Kepengurusan
a. Direksi harus menyusun visi, misi, dan nilai-nilai serta program jangka panjang dan jangka pendek perusahaan untuk dibicarakan dan disetujui oleh Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
b. Direksi harus dapat mengendalikan sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan secara efektif dan efisien.
c. Direksi harus memperhatikan kepentingan yang wajar dari pemangku kepentingan.
d. Direksi dapat memberikan kuasa kepada komite yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan tugasnya atau kepada karyawan perusahaan untuk melaksanakan tugas tertentu, namun tanggung jawab tetap berada pada Direksi.
e. Direksi harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja (charter) sehingga pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif serta dapat digunakan sebagai salah satu alat penilaian kinerja.
3.2. Manajemen Risiko
a. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem manajemen risiko perusahaan yang mencakup seluruh aspek kegiatan perusahaan.
b. Untuk setiap pengambilan keputusan strategis, termasuk penciptaan produk atau jasa baru, harus diperhitungkan dengan seksama dampak risikonya, dalam arti adanya keseimbangan antara hasil dan beban risiko.
c. Untuk memastikan dilaksanakannya manajemen risiko dengan baik, perusahaan perlu memiliki unit kerja atau penanggungjawab terhadap pengendalian risiko.
3.3. Pengendalian Internal
a. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem pengendalian internal perusahaan yang handal dalam rangka menjaga kekayaan dan kinerja perusahaan serta memenuhi peraturan perundang-undangan.
b. Perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, harus memiliki satuan kerja pengawasan internal.
c. Satuan kerja atau fungsi pengawasan internal bertugas membantu Direksi dalam memastikan pencapaian tujuan dan kelangsungan usaha dengan:
(i) Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program perusahaan.
(ii) Memberikan saran dalam upaya memperbaiki efektifitas proses pengendalian risiko.
(iii) Melakukan evaluasi kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perusahaan, pelaksanaan GCG dan perundang-undangan.
(iv) Memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh auditor eksternal.
d. Satuan kerja atau pemegang fungsi pengawasan internal bertanggung jawab kepada Direktur Utama atau Direktur yang membawahi tugas pengawasan internal. Satuan kerja pengawasan internal mempunyai hubungan fungsional dengan Dewan Komisaris melalui Komite Audit.
3.4. Komunikasi
a. Direksi harus memastikan kelancaran komunikasi antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dengan memberdayakan fungsi Sekretaris Perusahaan.
b. Fungsi Sekretaris Perusahaan adalah:
(i) Memastikan kelancaran komunikasi antara perusahaan dengan pemangku kepentingan.
(ii) Menjamin tersedianya informasi yang boleh diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan kebutuhan wajar dari pemangku kepentingan.
c. Perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai pengaruh terhadap kelestarian lingkungan, harus memiliki Sekretaris Perusahaan yang fungsinya dapat mencakup pula hubungan dengan investor (investor relations).
d. Dalam hal perusahaan tidak memiliki satuan kerja kepatuhan (compliance) tersendiri, fungsi untuk menjamin kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dilakukan oleh sekretaris perusahaan.
e. Sekretaris perusahaan atau pelaksana fungsi sekretaris perusahaan bertanggung jawab kepada Direksi. Laporan pelaksanaan tugas sekretaris perusahaan disampaikan pula kepada Dewan Komisaris.
3.5. Tanggung Jawab Sosial
a. Dalam rangka mempertahankan kesinambungan usaha perusahaan, Direksi harus dapat memastikan dipenuhinya tanggung jawab sosial perusahaan.
b. Direksi harus mempunyai perencanaan tertulis yang jelas dan fokus dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
4. Pertanggungjawaban Direksi
4.1. Direksi harus menyusun pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan dalam bentuk laporan tahunan yang memuat antara lain laporan keuangan, laporan kegiatan perusahaan, dan laporan pelaksanaan GCG.
4.2. Laporan tahunan harus memperoleh persetujuan RUPS, dan khusus untuk laporan keuangan harus memperoleh pengesahan RUPS.
4.3. Laporan tahunan harus telah tersedia sebelum RUPS diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk memungkinkan pemegang saham melakukan penilaian.
4.4. Dengan diberikannya persetujuan atas laporan tahunan dan pengesahan atas laporan keuangan, berarti RUPS telah memberikan pembebasan dan pelunasan tanggung jawab kepada masing-masing anggota Direksi sejauh hal-hal tersebut tercermin dari laporan tahunan, dengan tidak mengurangi tanggung jawab masing-masing anggota Direksi dalam hal terjadi tindak pidana atau kesalahan dan atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga yang tidak dapat dipenuhi dengan aset perusahaan.
4.5. Pertanggungjawaban Direksi kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan asas GCG.
Pemegang Saham
Prinsip dasar pemegang saham sebagai pemilik modal, memiliki hak dan tanggung jawab atas perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. Dalam melaksanakan hak dan tanggung jawabnya, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Pemegang saham harus menyadari bahwa dalam melaksanakan hak dan tanggung jawabnya harus memperhatikan juga kelangsungan hidup perusahaan. 2. Perusahaan harus menjamin dapat terpenuhinya hak dan tanggung jawab pemegang saham atas dasar asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Hak dan Tanggung jawab Pemegang Saham
1.1. Hak pemegang saham harus dilindungi dan dapat dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. Hak pemegang saham tersebut pada dasarnya meliputi:
a. Hak untuk menghadiri, menyampaikan pendapat, dan memberikan suara dalam RUPS berdasarkan ketentuan satu saham memberi hak kepada pemegangnya untuk mengeluarkan satu suara.
b. Hak untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan secara tepat waktu, benar dan teratur, kecuali hal-hal yang bersifat rahasia, sehingga memungkinkan pemegang saham membuat keputusan mengenai investasinya dalam perusahaan berdasarkan informasi yang akurat.
c. Hak untuk menerima bagian dari keuntungan perusahaan yang diperuntukkan bagi pemegang saham dalam bentuk dividen dan pembagian keuntungan lainnya, sebanding dengan jumlah saham yang dimilikinya.
d. Hak untuk memperoleh penjelasan lengkap dan informasi yang akurat mengenai prosedur yang harus dipenuhi berkenaan dengan penyelenggaraan RUPS agar pemegang saham dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, termasuk keputusan mengenai hal-hal yang mempengaruhi eksistensi perusahaan dan hak pemegang saham.
e. Dalam hal terdapat lebih dari satu jenis dan klasifikasi saham dalam perusahaan, maka: (i) Setiap pemegang saham berhak mengeluarkan suara sesuai dengan jenis, klasifikasi dan jumlah saham yang dimiliki. (ii) Setiap pemegang saham berhak untuk diperlakukan setara berdasarkan jenis dan klasifikasi saham yang dimilikinya.
1.2. Pemegang saham harus menyadari tanggung jawabnya sebagai pemilik modal dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. Tanggung jawab pemegang saham tersebut pada dasarnya meliputi:
a. Pemegang saham pengendali harus dapat:
(i) Memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas dan pemangku kepentingan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.
(ii) Mengungkapkan kepada instansi penegak hukum tentang pemegang saham pengendali yang sebenarnya (ultimate shareholders) dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, atau dalam hal diminta oleh otoritas terkait.
b. Pemegang saham minoritas bertanggung jawab untuk menggunakan haknya dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar.
c. Pemegang saham harus dapat:
(i) Memisahkan kepemilikan harta perusahaan dengan kepemilikan harta pribadi.
(ii) Memisahkan fungsinya sebagai pemegang saham dengan fungsinya sebagai anggota Dewan Komisaris atau Direksi dalam hal pemegang saham menjabat pada salah satu dari kedua organ tersebut.
d. Dalam hal pemegang saham menjadi pemegang saham pengendali pada beberapa perusahaan, perlu diupayakan agar akuntabilitas dan hubungan antar-perusahaan dapat dilakukan secara jelas.
2. Tanggung jawab perusahaan terhadap hak dan kewajiban pemegang saham:
2.1. Perusahaan harus melindungi hak pemegang saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
2.2. Perusahaan harus menyelenggarakan daftar pemegang saham secara tertib sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar.
2.3. Perusahaan harus menyediakan informasi mengenai perusahaan secara tepat waktu, benar dan teratur bagi pemegang saham, kecuali hal-hal yang bersifat rahasia.
2.4. Perusahaan tidak boleh memihak pada pemegang saham tertentu dengan memberikan informasi yang tidak diungkapkan kepada pemegang saham lainnya. Informasi harus diberikan kepada semua pemegang saham tanpa menghiraukan jenis dan klasifikasi saham yang dimilikinya.
2.5. Perusahaan harus dapat memberikan penjelasan lengkap dan informasi yang akurat mengenai penyelenggaraan RUPS.
Pemangku Kepentingan
Prinsip dasar pemangku kepentingan selain pemegang saham adalah mereka yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan mereka yang terpengaruh secara langsung oleh keputusan strategis dan operasional perusahaan, yang antara lain terdiri dari karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat terutama sekitar tempat usaha perusahaan. Antara perusahaan dengan pemangku kepentingan harus terjalin hubungan yang sesuai dengan asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi masing-masing pihak. Agar hubungan antara perusahaan dengan pemangku kepentingan berjalan dengan baik, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Perusahaan menjamin tidak terjadinya diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, dan gender serta terciptanya perlakuan yang adil dan jujur dalam mendorong perkembangan karyawan sesuai dengan potensi, kemampuan, pengalaman dan keterampilan masing-masing. 2. Perusahaan dan mitra bisnis harus bekerja sama untuk kepentingan kedua belah pihak atas dasar prinsip saling menguntungkan. 3. Perusahaan harus memperhatikan kepentingan umum, terutama masyarakat sekitar perusahaan, serta pengguna produk dan jasa perusahaan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Karyawan
1.1. Perusahaan harus menggunakan kemampuan bekerja dan kriteria yang terkait dengan sifat pekerjaan secara taat asas dalam mengambil keputusan mengenai penerimaan karyawan.
1.2. Penetapan besarnya gaji, keikutsertaan dalam pelatihan, penetapan jenjang karir dan penentuan persyaratan kerja lainnya harus dilakukan secara obyektif, tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik seseorang, atau keadaan khusus lainnya yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.
1.3. Perusahaan harus memiliki peraturan tertulis yang mengatur dengan jelas pola rekrutmen serta hak dan kewajiban karyawan.
1.4. Perusahaan harus menjamin terciptanya lingkungan kerja yang kondusif, termasuk kesehatan dan keselamatan kerja agar setiap karyawan dapat bekerja secara kreatif dan produktif.
1.5. Perusahaan harus memastikan tersedianya informasi yang perlu diketahui oleh karyawan melalui sistem komunikasi yang berjalan baik dan tepat waktu.
1.6. Perusahaan harus memastikan agar karyawan tidak menggunakan nama, fasilitas, atau hubungan baik perusahaan dengan pihak eksternal untuk kepentingan pribadi. Untuk itu perusahaan harus mempunyai sistem yang dapat menjaga agar setiap karyawan menjunjung tinggi standar etika dan nilai-nilai perusahaan serta mematuhi kebijakan, peraturan dan prosedur internal yang berlaku.
1.7. Karyawan serta serikat pekerja yang ada di perusahaan berhak untuk menyampaikan pendapat dan usul mengenai lingkungan kerja dan kesejahteraan karyawan.
1.8. Karyawan berhak melaporkan pelanggaran atas etika bisnis dan pedoman perilaku, serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perusahaan.
2. Mitra Bisnis
2.1. Mitra Bisnis adalah pemasok, distributor, kreditur, debitur dan pihak lainnya yang melakukan transaksi usaha dengan perusahaan.
2.2. Perusahaan harus memiliki peraturan yang dapat menjamin dilaksanakannya hak dan kewajiban mitra bisnis sesuai dengan perjanjian dan peraturan perundang-undangan.
2.3. Mitra bisnis berhak memperoleh informasi yang relevan sesuai hubungan bisnis dengan perusahaan sehingga masing-masing pihak dapat membuat keputusan atas dasar pertimbangan yang adil dan wajar.
2.4. Kecuali dipersyaratkan lain oleh peraturan perundang-undangan, perusahaan dan mitra bisnis berkewajiban untuk merahasiakan informasi dan melindungi kepentingan masing-masing pihak.
3. Masyarakat serta Pengguna Produk dan Jasa
3.1. Perusahaan harus memiliki peraturan yang dapat menjamin terjaganya keselarasan hubungan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar, termasuk penerapan program kemitraan dan bina lingkungan.
3.2. Perusahaan bertanggungjawab atas kualitas produk dan jasa yang dihasilkan serta dampak negatif terhadap dan keselamatan pengguna.
3.3. Perusahaan bertanggungj awab atas dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan dimana perusahaan beroperasi. Oleh karena itu, perusahaan harus menyampaikan informasi kepada masyarakat yang dapat terkena dampak kegiatan perusahaan.
Pedoman Praktis Penerapan GCG
Prinsip dasar pelaksanaan GCG perlu dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Untuk itu diperlukan pedoman praktis yang dapat dijadikan acuan oleh perusahaan dalam melaksanakan penerapan GCG.
Pedoman Pokok Pelaksanaan 1. Dalam rangka penerapan GCG, masing-masing perusahaan harus menyusun pedoman GCG perusahaan dengan mengacu pada Pedoman GCG ini dan Pedoman Sektoral (bila ada). Pedoman GCG perusahaan tersebut mencakup sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut:
1.1. Visi, misi dan nilai-nilai perusahaan.
1.2. Kedudukan dan fungsi RUPS, Dewan Komisaris, Direksi, komite penunjang Dewan Komisaris dan pengawasan internal.
1.3. Kebijakan untuk memastikan terlaksananya fungsi setiap organ perusahaan secara efektif.
1.4. Kebijakan untuk memastikan terlaksananya akuntabilitas, pengendalian internal yang efektif dan pelaporan keuangan yang benar.
1.5. Pedoman perilaku yang didasarkan pada nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis.
1.6. Sarana pengungkapan informasi untuk pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
1.7. Kebijakan penyempurnaan berbagai peraturan perusahaan dalam rangka memenuhi prinsip GCG. 2. Agar pelaksanaan GCG dapat berjalan efektif, diperlukan proses keikutsertaan semua pihak dalam perusahaan. Untuk itu diperlukan tahapan sebagai berikut:
2.1. Membangun pemahaman, kepedulian dan komitmen untuk melaksanakan GCG oleh semua anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta pemegang saham pengendali, dan semua karyawan.
2.2. Melakukan kajian terhadap kondisi perusahaan yang berkaitan dengan pelaksanaan GCG dan tindakan korektif yang diperlukan.
2.3. Menyusun program dan pedoman pelaksanaan GCG perusahaan.
2.4. Melakukan internalisasi pelaksanaan GCG sehingga terbentuk rasa memiliki dari semua pihak dalam perusahaan, serta pemahaman atas pelaksanaan pedoman GCG dalam kegiatan sehari-hari.
2.5. Melakukan penilaian sendiri atau dengan menggunakan jasa pihak eksternal yang independen untuk memastikan penerapan GCG secara berkesinambungan. Hasil penilaian tersebut diungkapkan dalam laporan tahunan dan dilaporkan dalam RUPS tahunan.

Report on The Observance of Standards and Codes (ROSC)
Pengantar
Bagian berikut menyoroti penilaian prinsip-prinsip kepatuhan di Indonesia dengan Prinsip OECD Corporate Governance.
Komitmen dan Penegakan
Kerangka Hukum dan Peraturan
Semenjak ROSC (report on The Observance of Standards and Codes) tata kelola perusahaan yang terakhir pada tahun 2004, pemerintah telah terus membuat upaya yang signifikan untuk meningkatkan tata kelola perusahaan dan perlindungan investor. Sejak itu dikeluarkan pada tahun 1999, CGCG yang telah direvisi beberapa kali (tahun 2001 dan baru-baru ini pada tahun 2006). Selain itu NCG telah mengembangkan satu set kode sektor tertentu, termasuk Perbankan Kode sektor (2004) dan Kode Bidang Asuransi (2006). Pedoman CGCG dianggap sukarela, dan menjadi "titik acuan" untuk kedua regulator dan "semua perusahaan di Indonesia". Di kontras dengan kode di banyak negara lain, perusahaan tidak harus memberikan laporan pada apakah atau mereka tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tertentu, dan jika tidak mengapa tidak (yaitu "mematuhi atau menjelaskan"). CGCG secara tidak langsung telah menjabat sebagai sumber penting dari praktik yang baik; regulasi Pihak berwenang telah mengadopsi ketentuan kunci dan dengan demikian membuat mereka wajib. Pendekatan ini tidak meningkatkan kepatuhan dengan ketentuan-ketentuan yang telah diadopsi ke dalam hukum atau peraturan, tetapi juga mengurangi fleksibilitas bagi perusahaan kecil dan lain-lain yang mungkin memiliki perusahaan tertentu dan sah kekhawatiran pemerintahan. Selain itu, sejumlah ketentuan dalam Kode belum termasuk dalam regulasi,
Sebuah Hukum Perusahaan baru (CL) diperkenalkan pada tahun 2007. Undang-undang baru yang diperkenalkan tugas yang jelas untuk anggota dan dewan termasuk sejumlah updates lainnya Bapepam-LK telah mengeluarkan berbagai peraturan untuk perusahaan publik. Ini mencakup efek khas hal pasar (prospektus dan pengungkapan persyaratan, dan peraturan pengambilalihan) tetapi juga isu-isu yang sering bagian dari hukum perusahaan (untuk memenuhi persyaratan misalnya pemegang saham). Dalam banyak kasus peraturan duplikat ketentuan CL tertentu memungkinkan Bapepam-LK untuk menegakkan hal ini langsung. Bank Indonesia (BI) pada tahun 2006 membuat peraturan tata kelola perusahaan yang berlaku untuk bank terdaftar dan non bank yang terdaftar. Peraturan tersebut yaitu: 1. Fungsi dan komposisi Dewan Komisaris dan Direksi. 2. Manajemen risiko, audit, komite nominasi dan remunerasi. 3. Kepatuhan, internal yang dan audit eksternal, dan manajemen risiko fungsi. 4. Pengungkapan keuangan dan non-keuangan Informasi. 5. Memperkenalkan persyaratan untuk laporan pelaksanaan tata kelola perusahaan.
Pihak berwenang umumnya berkonsultasi dengan para pemangku kepentingan perubahan peraturan. Dalam proses pembuatan aturan Bapepam-LK membutuhkan periode konsultasi yang memadai ketika mencari komentar dari publik, dan bahwa komentar ini dan amandemen diungkapkan. Pengamat melaporkan bahwa Bapepam- Kinerja LK di daerah ini telah meningkat secara signifikan dari waktu ke waktu. Untuk menjadi responsif terhadap keprihatinan perusahaan yang terdaftar selama krisis global saat ini, Bapepam-LK juga telah berusaha untuk menjadi fleksibel dan telah disesuaikan beberapa aturan tata terkait perusahaan dan peraturan (termasuk yang terkait dengan berbagi membeli punggung dan rapat pemegang saham).
Pelaksanaan ASEAN CG Kekuatan dan otoritas Bapepam-LK umumnya konsisten dengan praktik yang baik internasional. Bapepam-LK memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan penyelidikan terhadap perusahaan public jika tersangka pelanggaran pasar modal bertindak atau peraturan sendiri. Bapepam-LK aktif dan kreatif memberlakukan hukum dan peraturan lebih perusahaan yang terdaftar. Karena peraturan Bapepam-LK menduplikasi beberapa aspek hukum perusahaan, dapat campur tangan dalam sejumlah daerah di luar tradisional lingkup regulator sekuritas.
Ada kekhawatiran tentang kemerdekaan Bapepam-LK dari pemerintah. Menurut CML, "Bapepam-LK melaporkan dan bertanggung jawab kepada Menteri (Keuangan)." Bapepam-LK adalah tidak mandiri secara finansial, hal itu bergantung pada anggaran negara untuk pendanaannya. Pendapatan dari biaya yang dibayarkan oleh pelaku pasar dan denda harus dibayar langsung ke APBN. Bapepam-LK kemudian dapat menarik untuk tujuan institusional.
Secara keseluruhan sumber daya dianggap cukup. Jumlah karyawan Bapepam-LK adalah 875. Anggaran untuk TA 2009 adalah sebesar Rp 156.300.000.000. Namun, beberapa divisi dari Bapepam-LK dilaporkan bahwa mereka memiliki sumber daya yang cukup terampil di bidang akuntansi dan masalah hukum. Bapepam-LK memiliki reputasi relatif baik di pasar. Bapepam-LK dapat menyusun dan mengusulkan aturan kehati-hatian, peraturan dan undang-undang. Hal ini dapat memaksakan denda dan mengambil tindakan untuk menghentikan atau membalikkan keputusan RUPS, papan, atau manajemen jika keputusan yang melanggar hukum. Hal ini dapat menyelidiki pemegang saham keluhan dan meluncurkan penyelidikan formal dan kriminal. Kebanyakan hukumannya administrasi, dengan denda dan hukuman lain yang ditentukan oleh Bapepam-LK Komite sanksi. Bapepam-LK juga dapat memulai investigasi kriminal. Bapepam-LK tidak bisa dan tidak campur tangan dalam sengketa antara pemegang saham (selain menyelidiki keluhan). Seperti yang tercantum dalam Tabel di bawah ini, Bapepam-LK telah disetujui perusahaan di berbagai bidang; itu dominan kasus melibatkan pengungkapan. BI telah mengembangkan "metode self assessment bank" untuk memantau pelaksanaan peraturan dan memonitor laporan tata kelola perusahaan yang harus dihasilkan oleh bank. Secara umum, ini penilaian menunjukkan bahwa kinerja pemerintahan secara signifikan meningkatkan dari tahun 2008 relatif terhadap 2007, dan bank-bank BUMN tampaknya melakukan lebih baik di mematuhi tata kelola perusahaan peraturan dari bank-bank kecil. Secara umum, tampaknya ada tingkat yang jauh lebih tinggi dari pemahaman, lebih banyak pelatihan dan kebijakan serta prosedur relatif terhadap lima tahun lalu yang lebih baik. Kemajuan telah dibuat dalam berbagi data antara BI dan Bapepam-LK, untuk memungkinkan mereka untuk lebih baik mengkoordinasikan fungsi penegakan mereka. Sebuah Nota Kesepahaman ditandatangani antara dua otoritas pada tanggal 30 April 2010. Pengadilan di Indonesia mengambil lebih banyak prosedur dan waktu daripada rata-rata OECD, dan secara signifikan lebih mahal dari kedua OECD dan negara Asia Timur lainnya. Hal ini merugikan untuk memperbaiki bukan hanya bagi pemegang saham, tetapi juga stakeholder lain seperti karyawan dan kreditor, serta peraturan berwenang. Bapepam-LK jarang mengacu kasus untuk penuntutan.

Hak Pemegang Saham
Rapat Pemegang Saham Pemegang saham memiliki hak untuk hadir dan memberikan suara dalam RUPS. Rapat pemegang saham harus mengumumkan 28 hari sebelum pertemuan. Undangan ke GSM (termasuk agenda) harus dilakukan setidaknya 14 hari sebelum GSM, termasuk undangan dan tanggal GSM. Pemegang saham juga memiliki hak untuk mengajukan pertanyaan, meskipun di bawah hukum ini harus dihubungkan untuk agenda. Tapi pemegang saham memiliki hak yang relatif lemah untuk menambahkan item ke agenda – mereka harus baik mengadakan rapat pemegang saham (10% dari modal yang diperlukan) atau persetujuan bulat dari semua pemegang saham. Survei yang dilakukan oleh perusahaan IICD menunjukkan bahwa perusahaan mematuhi hukum persyaratan untuk RUPS (yaitu 14 hari), dan bahwa hampir semua RUPS yang diadakan di Jakarta. Beberapa peserta kelompok fokus ditentukan beberapa masalah teknis (misalnya, untuk pemegang saham yang berada di luar Jakarta, dan untuk investor asing). Pemegang Saham yang mengajukan pertanyaan, tapi (seperti di banyak negara) perusahaan tidak antusias tentang proses. Pemegang Saham dapat memilih absentia, dan proksi dengan cara penggunaan sistem suara terbanyak. Proksi tidak perlu menjadi notaris. Ketentuan mendukung pemungutan suara elektronik pada pertemuan pemegang saham yang termasuk dalam 2007 reformasi hukum perusahaan, tetapi adopsi teknologi ini tampaknya berada dalam yang awal tahap. Tidak ada aturan terhadap proksi ajakan. Investor asing umumnya mengandalkan penjaga, dan dalam prakteknya, pelaku pasar mengkonfirmasi bahwa penjaga yang menyampaikan informasi kepada klien mereka dan memilih berdasarkan instruksi mereka dalam RUPS. Bapepam-LK memaksa peraturan sendiri meliputi rapat pemegang saham. Banyak investor institusional melakukan penilaian, dan tingkat kehadiran rata-rata investor institusi adalah lebih tinggi dari investor individu. Peserta dalam diskusi kelompok terfokus juga mencatat bahwa banyak investor memiliki kebijakan internal pada pemungutan suara dan tata kelola perusahaan. Namun, keterlibatan pemegang saham dengan perusahaan terbatas. Tidak ada rekomendasi atau aturan yang secara khusus mendorong investor institusi untuk memilih. Bapepam-LK telah mengeluarkan beberapa aturan menangani beberapa jenis konflik kepentingan untuk kelembagaan investor (misalnya, perusahaan manajemen investasi, reksa dana). Namun, hukum dan kerangka peraturan tidak muncul untuk meminta investor institusi untuk mengembangkan kebijakan untuk berurusan dengan konflik kepentingan yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan mereka selama latihan hak kepemilikan mereka, atau untuk mengungkapkan kebijakan tersebut. Selama diskusi kelompok terfokus, banyak investor institusi mencatat bahwa mereka memiliki kebijakan tentang benturan kepentingan, yang diungkapkan internal. Beberapa investor institusi yang memberikan suara terhadap rekomendasi dari papan dan manajemen, meskipun dalam kebanyakan kasus mereka memilih dengan mereka.
Menunjuk anggota Dewan dan dividen Pengaturan Secara umum, hak untuk memilih anggota dewan di tempat dan tidak melanggar. Dalam prakteknya, pemegang saham minoritas dapat mencalonkan calon, tetapi tidak ada mekanisme yang diperlukan yang memungkinkan pemegang saham untuk non-pengendali menunjuk atau memilih anggota dewan (yaitu perwakilan proporsional, suara kumulatif). CGCG merekomendasikan nominasi Dewan Komisaris dan komite remunerasi, yang harus dipimpin oleh komisaris independen, dan bank wajib memiliki komite tersebut. Menurut survei perusahaan, hanya 12 persen dari perusahaan yang terdaftar memiliki komite remunerasi. Hukum perusahaan memberikan pemegang saham hak untuk dividen dari laba. Dalam prakteknya, direksi mengusulkan interim dividen, yang kemudian disetujui oleh RUPS. Tidak ada laporan masalah dengan terlambat atau tidak membayar dividen, meskipun survei perusahaan ditemukan bahwa 65 persen perusahaan membayar dividen lebih dari 30 hari setelah mereka dinyatakan.
Transaksi utama dan Acara Perusahaan Setiap peningkatan modal juga harus disetujui oleh pemegang saham dalam RUPS. Pemegang Saham juga memiliki HMETD dalam hal peningkatan modal. Di bawah Bapepam-LK negosiasi regulasi yang dapat mengakibatkan pengambilalihan harus diungkapkan dan jika pemegang saham melewati ambang batas kepemilikan 50 persen, atau dalam beberapa cara lain "langsung atau tidak langsung "menyebabkan perubahan dalam kontrol, ia harus melakukan tender offer untuk semua saham luar biasa. Harga yang akan ditawarkan selama penawaran tender dari perusahaan terbuka harus setidaknya setinggi sebagai harga selama 90 hari sebelum pengumuman tender. Pada tanggal 30 Juni 2008, Bapepam-LK telah diubah peraturan pengambilalihan, meningkatkan perubahan dari 25 persen menjadi 50 persen, membatasi kemampuan pemegang saham minoritas untuk menjual saham selama kontrol perubahan de facto tertentu. Menurut pelaku pasar, amandemen juga secara tidak langsung mencegah perusahaan dari delisting dari bursa, atau mengambil swasta perusahaan, seharusnya Perusahaan ingin melakukannya untuk kebutuhan perusahaan sendiri. Seorang investor dapat membuat tawaran wajib untuk 100 persen dari seluruh saham perusahaan, tetapi dalam waktu dua tahun pengakuisisi harus mentransfer 20 persen sahamnya ke publik setelah penawaran tender selesai. Perubahan ini dianggap oleh beberapa pelaku pasar untuk bertindak sebagai pencegah terhadap iklan baru dan menjaga marjinal perusahaan di bursa. Persetujuan dan pengungkapan persyaratan untuk "bahan" transaksi dirangkum dalam tabel di halaman berikut. Transaksi material adalah mereka dengan total nilai sama atau lebih besar dari 20% ekuitas perusahaan. Transaksi ukuran lebih besar dari 50% dari ekuitas memerlukan persetujuan dari GM. Agenda RUPS harus mencakup sesi khusus untuk menjelaskan transaksi. Perusahaan harus menetapkan penilai independen untuk membuat penilaian dan memberikan pendapat tentang kewajaran dari nilai transaksi. Direksi dan komisaris harus membuat pernyataan yang semua informasi material telah diungkapkan, dan bahwa informasi tersebut tidak menyesatkan. Transaksi yang "inti bisnis dari Emiten atau Perusahaan Publik" dikecualikan. Secara umum, aturan ini telah memaksa perusahaan untuk lebih transparan dalam menjalankan transaksi material. Bapepam-LK upgrade persyaratan untuk persetujuan transaksi pihak terkait pada tahun 2008 dan 2009. Ada dua jenis transaksi di bawah peraturan yaitu transaksi afiliasi (didefinisikan cukup luas) harus diungkapkan kepada Bapepam-LK dan mengumumkan kepada publik paling lambat 2 hari setelah transaksi lalu yang kedua transaksi benturan kepentingan terlebih dahulu harus disetujui oleh pemegang saham independen atau perwakilan resmi mereka di RUPS. Sebuah survei terbaru dari transaksi dengan pihak terkait di Indonesia menemukan bahwa aturan sementara "memadai", penegakan dan pelaksanaan tetap menjadi tantangan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa perusahaan memenuhi persyaratan pengungkapan, meskipun sulit untuk pemegang saham untuk mudah menilai sejauh mana kepatuhan. Informasi lengkap mengenai pelanggaran tidak mudah diakses. Dalam beberapa tahun terakhir, Bapepam-LK telah membawa tuduhan terhadap perusahaan untuk aturan melanggar terkait konflik kepentingan. Tidak ada konflik kepentingan yang melibatkan direksi kasus individu atau komisaris. Pemegang saham juga dapat menantang tetapi jarang melakukannya di masa lalu. Ketidakjelasan Pasal 99 Undang-undang Perseroan (yang membahas konflik dewan bunga) akan muncul untuk menghambat tantangan hukum.
Melindungi Pemegang Saham dari Ilegal Insider Perdagangan CML melarang orang dalam dari menyampaikan atau perdagangan di dalam informasi atau mempengaruhi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Insiders termasuk komisaris, direksi, karyawan, pemegang saham utama, dan orang lain yang memperoleh informasi dari hubungan mereka dengan perusahaan. Perusahaan sekuritas juga dilarang perdagangan informasi dalam. Komisaris, direksi, dan signifikan pemegang saham juga diharuskan untuk mengungkapkan perubahan dalam kepemilikan. Seperti di banyak negara, mendeteksi dan menegakkan pelanggaran aturan insider trading ilegal telah terbukti menjadi tantangan yang signifikan. Ada setidaknya tiga kasus di mana Bapepam-LK telah dibebankan orang dalam perusahaan atau perantara pasar dengan insider trading atau manipulasi pasar. Pasar peserta setuju bahwa Bapepam adalah membuat upaya untuk membawa kasus, tetapi juga merasa bahwa insider trading dan manipulasi pasar terus.
Pencatatan Pemegang Saham Tidak ada masalah yang dilaporkan penjaga atau KSEI dalam hal pencatatan pemegang saham akurat. Ada beberapa masalah yang dilaporkan dengan saham klien broker perdagangan di bawah kendali mereka, dan pemegang saham menderita kerugian sebagai hasilnya. Untuk mengatasi situasi ini KSEI sekarang memungkinkan klien untuk melihat Manajer KSEI mereka melalui internet, dan dana kompensasi/perlindungan yang telah ditetapkan. Hal ini tidak mungkin bagi perusahaan untuk membatasi pengalihan saham, dan tidak ada laporan dari perusahaan berusaha untuk memblokir saham transfer.
Penanganan Pemegang Saham Pemegang saham memiliki hak signifikan untuk ganti rugi swasta di bawah hukum. Hukum perusahaan memungkinkan pemegang saham untuk mengajukan gugatan langsung terhadap perusahaan. Pemegang Saham dengan setidaknya 10 persen dari hak suara juga dapat mengajukan gugatan derivatif atas nama perusahaan terhadap direktur atau komisaris yang oleh kesalahan atau kelalaian mereka membuat kerugian bagi perusahaan. Di bawah ibukota hukum pasar, setiap orang yang menderita kerugian akibat pelanggaran hukum bisa menuntut kompensasi. Pemegang Saham memiliki kekuatan lain. Di bawah hukum perusahaan, pemegang saham dengan setidaknya 10 persen dari hak suara bisa pergi ke pengadilan untuk meminta pemeriksaan perusahaan jika diyakini perusahaan atau anggota dewan baik "yang dilakukan suatu tindakan ilegal yang dapat menyebabkan efek buruk pada pemegang saham atau pihak ketiga". Pemegang saham juga dapat meminta perusahaan untuk membeli kembali saham mereka jika pemegang saham yang tidak setuju dengan keputusan besar (seperti amandemen anggaran asosiasi, atau merger / akuisisi). Pemegang Saham dengan setidaknya 10 persen dari hak suara bisa mengadakan rapat pemegang saham. Namun, sangat sedikit dari tindakan hukum yang diterapkan dalam praktek. Beberapa pengamat menunjukkan bahwa kombinasi pemegang saham minoritas pasif, tindakan pengadilan mahal, dan kurangnya pengalaman hakim dalam hal pasar modal berarti bahwa ada sangat sedikit (jika ada) tindakan pribadi yang diambil di bawah hukum.
Pengungkapan dan Transparansi
Pelaporan Perusahaan Semua perusahaan yang terdaftar yang diperlukan untuk menghasilkan laporan tahunan dengan laporan keuangan yang telah diaudit yang termasuk neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas. Konsolidasi diperlukan jika perusahaan publik kontrol atau kepemilikan saham mayoritas di perusahaan lain. Sebagian besar perusahaan yang terdaftar menghasilkan laporan tahunan secara tepat waktu dan Bapepam-LK secara teratur memonitor dan memberlakukan sesuai dengan persyaratan pengungkapan dasar.

Pengungkapan Non-Keuangan Selain laporan keuangan, laporan tahunan juga harus menyertakan laporan papan dengan laporan tata kelola perusahaan dan tanggung jawab sosial perusahaan. Peraturan baru-baru ini membutuhkan pengungkapan kebijakan dan praktek tata kelola perusahaan. Namun, pengungkapan kepatuhan dengan CGCG bersifat sukarela murni Dalam prakteknya, menurut 2008 IICD data, hanya 28 persen dari perusahaan yang terdaftar memberikan pernyataan komprehensif mengenai kebijakan pemerintahan, sementara 48 persen diungkapkan beberapa aspek kebijakan pemerintahan. 24 persen tidak mengungkapkan apapun yang berhubungan dengan pemerintahan. Laporan tahunan juga harus mencakup rincian tentang anggota dewan termasuk kualifikasi, pertemuan kehadiran, dan kemandirian. Dewan anggota remunerasi dan kebijakan remunerasi juga untuk diungkapkan. Dalam prakteknya, menurut data 2008 IICD, perusahaan yang paling terdaftar mengungkapkan agregat remunerasi, tetapi hanya 2 persen dari perusahaan yang terdaftar diungkapkan remunerasi secara individual dan hanya 5 persen diungkapkan kebijakan remunation mereka. Elemen wajib lainnya pelaporan non-keuangan meliputi kepemilikan, transaksi dengan pihak terkait (RPT), dan risiko dan manajemen risiko. Pemegang saham yang memiliki 5 persen atau lebih dari saham dan kepemilikan anggota dewan harus diungkapkan. Pengungkapan kepemilikan saham tidak langsung atau ultimate atau kontrol tidak diperlukan. Karena persetujuan pemegang saham diperlukan untuk transaksi tertentu, RPT kadang-kadang diungkapkan ex-ante. Standar akuntansi nasional juga memerlukan pengungkapan ex-post di catatan atas laporan keuangan. Satu set terbatas RPT, termasuk transaksi antara BUMN, tidak harus diungkapkan. Dalam prakteknya, mayoritas besar perusahaan yang mengungkapkan kepemilikan saham langsung dan RPT. Sebagian perusahaan juga mengungkapkan faktor risiko. Namun, banyak yang tidak mengungkapkan kebijakan manajemen risiko. Kontrol yang mengandalkan kepemilikan saham tidak langsung tidak diungkapkan, dan tidak semua perusahaan mengkonfirmasi bahwa RPT berlangsung secara panjang lengan. Berdasarkan peraturan Bapepam-LK, perusahaan diwajibkan untuk terbuka mengungkapkan informasi yang material dapat mempengaruhi harga saham dalam waktu dua hari, meskipun informasi tersebut jarang diposting di website perusahaan. Informasi material tidak akan selektif diungkapkan kepada investor tertentu atau orang lain, dan perusahaan umumnya memenuhi persyaratan ini.
Pelaporan Keuangan dan Auditing Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), bagian dari Ikatan Akuntan Indonesia (Ikatan Akutan Indonesia, atau IAI) adalah akuntansi keuangan standar. Pada tahun 1994 Nasional Standar Akuntansi (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, atau PSAK) diperkenalkan, sebagian besar didasarkan pada IAS tua. Dalam beberapa tahun terakhir, DSAK - IAI diperbarui Standar untuk mengurangi kesenjangan dengan IFRS saat ini. IAI telah mengumumkan niatnya untuk bertemu dengan penuh IFRS pada Januari 2012. Namun, upaya konvergensi sebelumnya telah melewatkan tenggat waktu yang sama. Pada bulan Februari 2008 peraturan Depkeu resmi Ikatan Akuntan Indonesia Umum (Ikatan Akuntan Publik Indonesia, atau IAPI, anggota IAI) untuk menetapkan standar auditing. Rencana IAPI untuk berkumpul standar auditing lokal dengan Standar Internasional tentang Audit (ISA) pada tahun 2012. IAPI juga mengeluarkan Kode Etik untuk auditor publik pada Oktober 2008, berdasarkan Kode IFAC Etika, dengan tanggal efektif 1 Januari 2011. Peraturan Bapepam-LK menetapkan tambahan persyaratan kemerdekaan bagi perusahaan auditor dan audit, dan batas jasa non-audit yang dapat disediakan. Bapepam-LK membutuhkan rotasi 6-tahun untuk perusahaan audit, dan rotasi 3 tahun untuk mitra individu, BI memerlukan rotasi 5 tahun untuk auditor bank. Pusat Pengawasan Akuntan dan Penilai Jasa (PPAJP) adalah sebuah divisi dari MOF yang menyediakan pengawasan yang luas dari profesi akuntansi dan audit. Lisensi PPAJP kedua perusahaan audit dan auditor, yang juga harus disertifikasi oleh IAPI. Auditor perusahaan yang terdaftar harus terdaftar di Bapepam-LK, dan auditor bank harus terdaftar di BI. PPAJP telah dilakukan di lokasi ulasan dari sekitar 50 perusahaan akuntansi. Bapepam-LK bekerja untuk menciptakan inspeksi pemeriksaan capability. Independen dan lebih efektif namun, upaya ini dalam tahap awal mereka, dan sumber daya yang terbatas. IAPI juga memiliki internal yang prosedur untuk meninjau kualitas anggotanya bekerja dan dapat sanksi anggotanya tetapi tidak dipandang sebagai sumber yang efektif dari ganti rugi bagi investor. PPAJ telah menjadi lebih aktif dalam penegakannya upaya, tetapi harus mengawasi sejumlah besar kantor akuntan publik dan akuntan dengan terbatas sumber daya. CL (Company Law) tidak menentukan yang memilih atau menghilangkan auditor eksternal, dan Bapepam-LK peraturan tentang komite audit tidak menyebutkan proses audit eksternal. CGCG sukarela merekomendasikan RUPS memilih berdasarkan rekomendasi dari Dewan Komisaris dan Audit Komite, dan berdasarkan data yang tersedia ini adalah praktek di sebagian besar perusahaan. Sementara Audit standar memberikan auditor tanggung jawab untuk memastikan bahwa pernyataan bebas dari bahan salah saji, auditor tidak memiliki kewajiban eksplisit untuk perusahaan, pemegang saham, atau investor lain. Tidak ada perusahaan akuntansi telah digugat untuk bekerja di bawah standar oleh perusahaan, pemegang saham, atau ketiga pihak.
Praktek BOARD dan Perusahaan Pengawasan
Peran Dewan Perusahaan Indonesia memiliki struktur dewan dua-tier yaitu dewan komisaris (BOC) dan dewan direksi (BOD). Dewan Komisaris seharusnya mengawasi dan menyarankan Direksi, yang pada gilirannya melaksanakan operasi sehari-hari perusahaan. Di luar mandat umum, ada beberapa tanggung jawab yang jelas untuk dua papan di hukum. Di masa lalu, Dewan Komisaris di banyak perusahaan memainkan peran yang terbatas, di terbaik, dengan hampir semua kekuatan dipegang oleh BOD (dan pemegang saham pengendali). Baru-baru ini namun, beberapa BOCS telah menjadi lebih aktif dalam mengawasi perusahaan, berkat pelatihan, peningkatan kesadaran dan baru-baru ini hukum dan perubahan peraturan, termasuk persyaratan untuk memiliki komite audit dan independen komisaris dan pengenalan kewajiban anggota dewan. Dewan Komisaris tidak memilih CEO (Direktur) atau manajemen puncak lainnya. Di bawah CL, baik Dewan Komisaris dan Direksi yang dipilih langsung oleh pemegang saham dalam RUPS. Dewan Komisaris dapat menangguhkan direktur, tetapi keputusan ini harus dikonfirmasi oleh RUPS dalam 30 hari. Di beberapa negara dengan papan dua tingkat, papan hanya pengawasan - setara dengan Dewan Komisaris - pilih direksi. Pemilihan direksi oleh RUPS dapat membatasi kemampuan Dewan Komisaris untuk mengawasi manajemen dan menahan mereka bertanggung jawab. Ini juga membutuhkan RUPS untuk memiliki keahlian teknis untuk memilih atas manajer langsung. Deskripsi tentang peran dan tanggung jawab dewan dalam hukum atau peraturan terbatas. Itu CGCG sukarela memang mengandung beberapa tanggung jawab dewan eksplisit. Untuk BOD ini termasuk mengembangkan strategi dan risiko kebijakan perusahaan. Tujuan ditetapkan bersama-sama dengan Dewan Komisaris. Dewan Komisaris juga memantau aksi korporasi besar dan kinerja. Baik kode atau Hukum memberikan tanggung jawab yang jelas BOC untuk mengembangkan indikator kinerja atau menyetujui utama transaksi.
Tugas anggota Dewan Tugas fidusia untuk anggota dewan diperkenalkan di CL pada tahun 2007. Anggota dewan yang ke bertindak untuk kepentingan perusahaan, dengan cara yang wajar, dan dengan itikad baik dan kehati-hatian. Di bawah CL, anggota dewan dapat dimintai tanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan kepada perusahaan untuk melanggar tugas ini. Dalam prakteknya, banyak anggota dewan telah diberitahu tugas mereka melalui perusahaan atau di luar pelatihan, dan kesadaran akan kewajiban diperkenalkan pada 2007 CL tinggi. Selain itu, Bapepam- LK telah menjatuhkan sanksi pada dewan direksi, untuk pelanggaran berbagai ketentuan Modal Pasar, kekhawatiran tetap bahwa terlalu banyak anggota dewan terus bertindak dalam kepentingan pemegang saham pengendali, dan pemegang saham tidak lain atau perusahaan. Tidak ada papan anggota telah dibawa ke pengadilan untuk pelanggaran tugas mereka di bawah CL. CGCG mendorong Dewan Komisaris dan Direksi untuk mempertimbangkan kepentingan stakeholder, seperti karyawan dan pelanggan, baik untuk alasan keadilan dan untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Hal ini juga mendorong perusahaan untuk memiliki kode etik.
Dewan Kemerdekaan dan Objektivitas Struktur papan dua tingkat memastikan bahwa semua komisaris non-eksekutif. Mereka masih mungkin menjadi pemegang saham utama atau memiliki koneksi lain untuk mengendalikan pemegang saham dan manajemen. Aturan daftar mewajibkan perusahaan publik untuk memiliki 30 persen dari komisaris untuk menjadi "independen". Kemerdekaan didefinisikan oleh Bapepam-LK regulation.13 Dalam prakteknya, sebagian besar perusahaan memiliki dan mengidentifikasi komisaris tersebut, tapi tidak melebihi persyaratan hukum. Semua perusahaan publik wajib memiliki komite audit dipimpin oleh independen komisaris. Komite audit juga harus memiliki tenaga ahli di luar yang tidak berada pada Dewan Komisaris atau Direksi sebagai anggota. Bank juga wajib memiliki nominasi dan komite remunerasi, dan CGCG mendorong perusahaan lain untuk memiliki komite ini. Nominasi Bank dan komite remunerasi harus terdiri dari satu komisaris independen (yang bertindak sebagai kursi), salah satu komisaris lainnya, dan satu pejabat eksekutif (yang bertanggung jawab atas sumber daya manusia, atau perwakilan karyawan) yang harus memiliki pengetahuan tentang remunerasi dan / atau nominasi sistem dan rencana suksesi bank. Mereka juga mungkin memiliki ahli di luar sebagai anggota, dan melakukan sehingga dalam prakteknya. Di banyak negara lain, hal-komite terdiri eksklusif dari anggota dewan, dengan mayoritas independen. Mereka mungkin berkonsultasi dengan ahli di luar, tetapi hanya ahli juga pada dewan mungkin anggota. Hal ini memungkinkan untuk anggota dewan independen untuk memainkan peran utama, sambil memastikan bahwa tanggung jawab penuh untuk keputusan penting tetap dengan papan. Di Indonesia, pelaku pasar yang skeptis bahwa komisaris bisa memainkan peran yang efektif pada teknis komite tanpa bantuan dari luar. Komite audit memiliki mandat untuk meninjau pelaporan keuangan, memastikan kepatuhan terhadap hukum dan regulasi, mengawasi audit internal, dan melaporkan risiko dan manajemen risiko kepada Dewan Komisaris. Peraturan tidak memberikan komite audit mandat untuk meninjau pekerjaan eksternal auditor.14 Juga tidak memiliki peran eksplisit dalam mengelola konflik kepentingan. Ahli hukum menafsirkan CL untuk meminta anggota dewan untuk melaporkan potensi konflik kepentingan untuk anggota dewan lainnya dan tidak memilih pada daerah di mana mereka conflicted.15 The CGCG eksplisit merekomendasikan pengungkapan dan mencatat bahwa anggota dewan harus berasal "tidak ada keuntungan pribadi" dari mereka Posisi kecuali melalui remunerasi. Survei perusahaan menyediakan bukti hanya parsial yang anggota dewan secara teratur menginformasikan Dewan tentang kepentingan mereka lainnya. 77 persen dari perusahaan yang disurvei melaporkan papan yang anggota abstain dari pemungutan suara pada item mana mereka berkonflik, tetapi hanya 59 persen menyatakan bahwa anggota dewan secara teratur melaporkan konflik ke papan. 47 persen perusahaan memiliki kebijakan di pinjaman kepada anggota dewan dan manajer. Menurut peraturan Bapepam-LK, Dewan Komisaris dan Direksi diminta untuk menandatangani laporan tahunan (Termasuk laporan keuangan) dan mengkonfirmasi tanggung jawab mereka untuk itu. Perusahaan diharuskan memiliki fungsi audit internal dan Direksi bertanggung jawab untuk kontrol internal. Di bawah CGCG Direksi juga bertanggung jawab untuk manajemen risiko, yang diawasi oleh Dewan Komisaris. Kompensasi untuk kedua papan biasanya ditetapkan oleh RUPS, meskipun BOD membayar dapat didelegasikan kepada Dewan Komisaris. Bank dan perusahaan lain yang memiliki mereka, nominasi dan remunerasi Komite dapat menyarankan pemegang saham kebijakan gaji. Demikian pula, komite ini juga menyarankan di papan janji. Baik regulasi maupun kode memberikan bimbingan pada menghubungkan membayar untuk kinerja jangka panjang. Di praktek, papan di sejumlah perusahaan yang berperan dalam pengaturan kompensasi dan direktur nominasi, tapi kunci keputusan dibuat oleh pemegang saham pengendali. Meskipun tidak didorong oleh CGCG, beberapa lembaga menawarkan pelatihan anggota dewan, dan ratusan direksi dan komisaris telah berpartisipasi dalam program pelatihan. CGCG tidak mendorong beberapa evaluasi papan, dan banyak perusahaan tampaknya memiliki beberapa evaluasi untuk Dewan Komisaris, meskipun mereka mengungkapkan beberapa rincian tentang proses. Seperti disebutkan di atas, Indonesia terus memiliki sektor usaha milik negara yang signifikan (termasuk BUMN bank komersial). Pemerintah pusat mengontrol 114 perusahaan melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Sebuah jumlah yang signifikan dari kerja dan reformasi telah dilakukan pada sektor BUMN. Kementerian Keuangan (Depkeu) selalu menjadi pemilik sah BUMN), tapi sejak tahun 2001 telah didelegasikan sehari-hari pengawasan kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (MSOE). MSOE menunjuk direksi dan komisaris dalam hubungannya dengan kementerian lainnya. Untuk meningkatkan tata kelola BUMN dan kinerja, MSOE telah menunjuk lebih-profesional direksi / komisaris, meningkatkan desain kontrak kinerja tahunan bagi para manajer dan daftar saham minoritas di banyak perusahaan. Mereka juga telah mendorong melalui perubahan lainnya, untuk Misalnya, membutuhkan sebuah bank besar untuk menunjuk lima direksi baru untuk mendukung IPO pada tahun 2003. Baru-baru ini, MSOE telah mengembangkan scorecard untuk rating pemerintahan dari perusahaan dalam portofolio dan menghasilkan laporan tahunan tentang keadaan portofolio.

Temuan dari DCA
Detil Negara Penilaian Prinsip OECD Corporate Governance dirangkum dalam tabel di akhir laporan. Hasil ini menunjukkan bahwa: * Skor Indonesia ini telah membaik sejak ROSC terakhir dilakukan pada tahun 2004. Rata-rata persen dari ketaatan dalam bab hak pemegang saham meningkat dari 56 ke 76, dan 60-74 dalam bab tentang perlakuan yang sama dari pemegang saham. Penyingkapan pelaksanaan persen meningkat dari 60 menjadi 71, dan pelaksanaan persen papan tanggung jawab 60-66. * Namun demikian, lebih banyak pekerjaan yang masih harus dilakukan. Menggunakan metodologi baru untuk menilai kepatuhan dengan Prinsip OECD 4 Prinsip sepenuhnya diamati, 25 yang luas diamati, 34 Prinsip-prinsip yang sebagian diamati, dan 2 tidak diamati. * Indonesia tertinggal banyak negara di kawasan itu, tetapi adalah mendapatkan pada kecepatan-setter regional. Di sebagian besar aspek tata kelola perusahaan yang baik seperti yang didefinisikan oleh Prinsip OECD, Indonesia kini menutup pada beberapa negara (India, Thailand, dan Malaysia).
Rekomendasi
Indonesia telah melakukan reformasi penting dalam beberapa tahun terakhir. Namun, sepenuhnya menekan potensi pasar modal dan papan professionalizing dan manajemen akan mengharuskan reformasi terus. Tata kelola perusahaan yang baik memastikan bahwa perusahaan menggunakan sumber daya mereka secara lebih efisien dan lead untuk hubungan yang lebih baik dengan karyawan, kreditor, dan stakeholder lainnya. Ini merupakan prasyarat penting untuk menarik modal pasien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang berkelanjutan.

Reformasi utama meliputi: * Regulasi yang lebih baik dari pengungkapan kepemilikan dan pengungkapan non keuangan lainnya; * Membutuhkan hak pemegang saham kunci dimasukkan ke artikel perusahaan; * Memanfaatkan lebih efektif komisaris independen dan komite audit; * Mengubah hukum perusahaan untuk melindungi pemegang saham; * Memasukkan dan memperluas kekuasaan anggota dewan dalam hukum perusahaan dan CGCG; * Membutuhkan bahwa perusahaan mengungkapkan kepatuhan mereka dengan CGCG; a) Memberikan pemegang saham minoritas suara lebih besar pada seleksi papan; b) Meningkatkan kemampuan Bapepam-LK untuk mengawasi pengungkapan perusahaan dan bidang utama lainnya; c) Mendorong papan dan media pelatihan.
Rekomendasi diatur dalam tiga bagian: reformasi kerangka hukum dan peraturan (Termasuk rekomendasi khusus untuk melindungi investor, memastikan transparansi yang lebih besar, dan meningkatkan efektivitas pengawasan perusahaan), reformasi untuk membangun kapasitas regulasi, dan rekomendasi untuk studi lebih lanjut di beberapa daerah tambahan reformasi.
Reformasi untuk kerangka hukum dan peraturan Pengungkapan kepemilikan terhambat oleh kurangnya kebutuhan untuk mengungkapkan "ultimate" pemegang saham yang dibuat pada tingkat pemegang saham langsung (termasuk penjaga). Hal ini untuk mencegah pemegang saham dan regulator dari memahami gambaran yang benar kepemilikan dan membuat lebih sulit untuk mendeteksi berbagai kemungkinan konflik kepentingan (terutama berbagai bentuk transaksi pihak terkait).

1. Definisi langsung (nominal) kepemilikan dan ultimate (tidak langsung / menguntungkan) kepemilikan harus diperkenalkan ke dalam hukum, mungkin dalam hukum pasar modal. 2. Peraturan XM1 harus diperbarui untuk mewajibkan semua "utama" pemegang saham untuk mengungkapkan mereka kepemilikan ketika mereka lulus tingkat 5 persen. Pengungkapan tersebut harus dibuat dengan Bapepam- LK dan perusahaan, yang kemudian harus diminta untuk segera membuat mereka publik. 3. Perusahaan juga harus diminta untuk mengungkapkan semua yang signifikan (5 persen) langsung dan mengendalikan pemilik dalam laporan tahunan. 4. Sebagai bagian dari disusun kembali aturan yang terkait dengan pengungkapan kepemilikan dan kontrol, emiten juga harus diminta untuk mengungkapkan hak suara dari semua kelas saham, setiap suara khusus hak bagi pemegang saham tertentu, lintas-kepemilikan saham, struktur kelompok perusahaan, dan identitas dari pemegang saham pengendali utama. 5. Bapepam-LK juga harus meninjau pengungkapan kepemilikan dan bekerja dengan sektor swasta untuk mempublikasikan laporan tentang kepemilikan dan kontrol dari emiten yang terdaftar secara keseluruhan. Pengungkapan non-keuangan harus diatur secara lebih efektif dan memenuhi lebih umum. Ini termasuk remunerasi anggota dewan, termasuk gaji individu, membayar kebijakan, dan link ke kinerja jangka panjang; dan kebijakan manajemen risiko dan konflik kepentingan Untuk meningkatkan tingkat hak pemegang saham, perusahaan harus diminta untuk memasukkan berbagai praktek di anggaran dasar, melalui Peraturan IX.J.1. (Beberapa persyaratan ini akan meratifikasi praktek yang ada). Ini harus mencakup: * Secara eksplisit menyatakan bahwa pemegang saham harus memiliki akses ke daftar spesifik informasi (termasuk laporan tahunan, anggaran dasar, undangan pertemuan / agenda / bahan, dan menit rapat umum pemegang saham) di kantor penerbit. * Membutuhkan emiten untuk mengembangkan dan menempatkan informasi yang sama ini pada situs perusahaan. * Membutuhkan pengungkapan pra-undangan rincian amandemen anggaran asosiasi. * Sertakan persyaratan tambahan informasi yang menggambarkan calon untuk Dewan pemilu. * Izinkan pemegang saham untuk menambahkan item ke agenda pertemuan pemegang saham (dengan kepemilikan yang tepat threshold). * Membutuhkan emiten untuk menjawab pertanyaan di rapat pemegang saham, tunduk pada pembatasan yang sama seperti mereka ditempatkan di bawah hukum perusahaan. * Membutuhkan Dewan Komisaris untuk mengadopsi, menerapkan, dan mengawasi konflik kepentingan dan kebijakan etika. * Membutuhkan Dewan Komisaris untuk berpartisipasi dalam induksi dan on-akan perusahaan program pelatihan tata kelola.
Peraturan juga harus diubah untuk meminta persetujuan terlebih dahulu oleh komisaris non-konflik dari transaksi afiliasi (sebagaimana didefinisikan dalam XE1). Bapepam-LK IX.I.5 (Pedoman Pembentukan dan Pelaksanaan Kerja Audit Komite) harus diubah untuk: * Reformasi komite audit dan membuatnya menjadi panitia sejati papan. Komite audit harus diminta untuk memiliki mayoritas komisaris independen, dan para ahli di luar hanya harus melayani dalam peran penasehat. * Secara eksplisit mengharuskan setidaknya satu anggota komite audit harus menjadi ahli keuangan dan semua anggota harus literate.16 finansial * Mandat bahwa komite audit mengawasi hubungan perusahaan dengan auditor eksternal, termasuk: 1. Membahas kekhawatiran tentang pelaporan keuangan. 2. Merekomendasikan seleksi, retensi dan pemberhentian auditor eksternal. 3. Mengevaluasi objektivitas dan independensi auditor eksternal. 4. Meninjau ruang lingkup dan hasil audit eksternal. 5. Mencari pengakuan dari auditor bahwa dewan komisaris dan manajemen tidak adalah klien auditor. 6. Bersama-sama memutuskan dengan manajemen fee audit. * Komite Audit juga harus meninjau dan menyarankan Dewan Komisaris dan / atau RUPS pada potensi konflik bunga. Masa Depan revisi hukum perusahaan harus:
Mengurangi ambang tindakan pemegang saham dari 10 persen menjadi 5 persen, memberikan terkonsentrasi kepemilikan. * Berikan pemegang saham hak eksplisit untuk mengakses informasi tertentu. * Izin pemungutan suara elektronik. * Mengharuskan perubahan hak suara dari kelas saham harus disetujui oleh supermajority saham yang terkena dampak, bila ada lebih dari satu kelas saham. * Tentukan peran papan dalam merekomendasikan dividen kepada rapat umum dan mengatur waktu Batas di mana dividen harus dibayar. * Tentukan peran Dewan Komisaris dalam mengusulkan auditor eksternal, persetujuan pemegang saham. * Berikan BOC kekuatan eksplisit untuk pra-menyetujui transaksi utama dan mengelola konflik kepentingan, tunduk pada peraturan yang relevan untuk perusahaan yang terdaftar. * Berikan perusahaan pilihan untuk membiarkan Dewan Komisaris untuk menunjuk langsung direksi, atau menunjuk mereka tunduk pada persetujuan pemegang saham akhir. * Berikan kewenangan Dewan Komisaris untuk menetapkan remunerasi direktur, tunduk pada persetujuan pemegang saham. * Tentukan tugas auditor eksternal, dan kewajiban untuk melanggar mereka tugas. * Komisaris Konflik harus memberitahukan Dewan Komisaris, dan mengundurkan diri dari relevan keputusan. Pernyataan wajib tata kelola perusahaan yang dibutuhkan oleh Peraturan Bapepam-LK saat ini tidak harus menyebutkan sesuai dengan kode nasional. Untuk meningkatkan dampaknya, perusahaan harus diminta untuk mengungkapkan kepatuhan atau ketidakpatuhan dengan CGCG.
Kode juga harus diubah untuk memberikan bimbingan yang lebih baik untuk papan dan perusahaan: * Perusahaan harus memiliki situs web dengan informasi investor, termasuk laporan tahunan. * Informasi Rinci harus disediakan dalam pengumuman pertemuan pada calon dewan. * Pemegang saham minoritas harus dapat mencalonkan komisaris independen yang memiliki beberapa saham atau memiliki hubungan dengan investor non-pengendali (ini juga mungkin memerlukan perubahan regulasi). * "Pemegang saham independen" juga harus mampu mengadakan pemilihan terpisah untuk menunjuk satu atau lebih dari komisaris independen (tergantung pada ukuran free float). * Perusahaan harus mengungkapkan individu membayar anggota dewan. * Kepemilikan anggota Dewan dan komite bertugas di juga harus diungkapkan. * Sebuah batas yang wajar pada jumlah kursi dewan seseorang dapat melayani pada (misalnya. 4-7) harus termasuk. * Kode etik atau etika harus mencakup papan tugas anggota, dan perusahaan harus mengungkapkan jika mereka memiliki kode tersebut. * Anggota Dewan harus memastikan perlakuan yang setara dari pemegang saham. * Dewan Komisaris harus memiliki hak untuk menyetujui rencana bisnis, anggaran, transaksi utama, akuisisi, dan divestasi. * Dewan Komisaris juga harus mengawasi komunikasi dan keterbukaan. * Dewan Komisaris harus secara berkala meninjau praktek dan prosedur papan. * Peran komite nominasi & remunerasi direksi di memilih harus diperkuat, dan komite ini harus mengembangkan rencana suksesi untuk direktur memimpin. * Pencalonan & remunerasi Komite juga harus mengembangkan kebijakan remunerasi (Persetujuan pemegang saham) dengan hubungan yang jelas antara gaji dan kinerja. * Komite Audit harus memantau pelaporan dan pemenuhan persyaratan pada konflik bunga * Independence (yaitu di luar anggota) persyaratan harus diselaraskan dengan orang-orang di Bapepam- Regulasi dan daftar LK aturan. * Anggota Dewan harus didorong untuk menerima pelatihan tentang tugas dan lainnya yang relevan daerah. * Dewan harus dapat berkonsultasi penasihat luar, yang harus diungkapkan kepada pemegang saham;. * Dewan Komisaris harus melakukan sebuah evaluasi diri tahunan.
Reformasi Membangun Kapasitas Regulatory Bapepam-LK harus mengembangkan seperangkat pedoman, manual operasi, dan program pelatihan untuk pengawasan keterbukaan dan topik tata kelola perusahaan penting lainnya, untuk benar-benar menegakkan peraturan yang ada dan masa depan. Panduan harus mencakup deskripsi mengapa pengungkapan begitu penting, deskripsi praktik yang baik di setiap daerah dan panduan yang jelas tentang apa jenis pengungkapan dan perilaku yang tidak dapat diterima.
Topik harus mencakup minimal:
> Perilaku pertemuan pemegang saham.
> Tinjauan dan persetujuan / transaksi dengan pihak yang signifikan terkait.
> Pengungkapan kepemilikan dan kontrol.
> Interpretasi laporan tata kelola perusahaan perusahaan.

Bapepam-LK juga harus berusaha untuk meningkatkan kapasitasnya untuk meninjau laporan keuangan. Bapepam-LK harus terlibat tambahan akuntan profesional yang berkualitas dan berpengalaman dan melatih staf yang ada untuk lebih meningkatkan efektivitas laporan keuangan pengulas di Corporate Finance Biro untuk mendeteksi manipulasi canggih kebijakan akuntansi dan pelaporan keuangan. Bapepam-LK juga harus berusaha untuk merekrut staf lain dari sektor swasta dan kebijakan pada remunerasi dan pelatihan harus ditinjau untuk memfasilitasi ini. Bapepam-LK juga harus menciptakan pencegah kuat untuk penggunaan penipuan sekuritas pelanggan dengan penuh semangat mengambil tindakan terhadap broker dan perantara pasar lainnya dalam acara itu berlangsung. Panduan rinci pada peningkatan rezim akuntansi dan audit disediakan di 2010 Akuntansi dan Audit ROSC. Rekomendasi utama meliputi: * Menyusun kembali Dewan Standar Akuntansi bawah Bapepam-LK, dan mengembangkan dan menerapkan strategi konvergensi IFRS. * Membentuk audit dewan peninjau independen dalam Bapepam-LK, dan bergabung dengan yang sudah ada PPAJP. Fungsi unit baru akan mencakup:
• Mendaftarkan auditor hukum entitas kepentingan umum.
• Melakukan praktik pemeriksaan ulasan.
• penanganan keluhan.
• Melatih kekuatan disiplin.
• Pelaporan kepada publik.
• Pembentukan komite penasihat dari stakeholder kunci.
Pelatihan media pada tata kelola perusahaan dan isu-isu terkait bisa menjadi cara yang efektif untuk meningkatkan kesadaran tentang tata kelola perusahaan. Tindakan lain yang bisa meningkatkan lingkungan untuk tata kelola perusahaan meliputi penggunaan lebih besar dari alternatif penyelesaian sengketa (ADR) untuk mengkompensasi untuk prosedur pengadilan yang panjang.

Corporate Governance ROSC for Indonesia: Introduction to the Detailed Country Assessment
Detailed Country Assessment (DCA) adalah alat yang dikembangkan oleh Bank Dunia untuk melaksanakan penilaian ROSC Corporate Governance. DCA memberikan latar belakang untuk ROSC Corporate Governance, dan menghitung penilaian pelaksanaan dari masing-masing Prinsip OECD Corporate Governance. DCA menggunakan OECD Metodologi untuk menilai pelaksanaan prinsip OECD Corporate Governance.
Garis besar DCA adalah sebagai berikut: * Pertanyaan diatur sesuai dengan enam Bab Prinsip OECD, dan dalam setiap Bab, menurut OECD 64 Prinsip Tata Kelola Perusahaan. * Dalam setiap Prinsip, ada tiga bagian: * Kerangka hukum dan peraturan. Pertanyaan-pertanyaan ini menilai "hukum pada buku", termasuk kode tata kelola perusahaan (jika ada), daftar aturan, sekuritas hukum dan peraturan dan hukum perusahaan. Pertanyaan-pertanyaan hukum dan peraturan yang lebih rusak oleh terpisah " essential criteria" (EC), sesuai Metodologi tersebut. * Kepatuhan dan Penegakan. Bagian kedua ulasan sesuai dengan undang-undang dan peraturan, dan penegakan hukum dan peraturan (jika ada). Fokusnya adalah pada praktek yang sebenarnya. * Komentar dan analisis. Bagian terakhir merangkum penilaian setiap Prinsip, berdasarkan isu-isu kunci yang diangkat oleh pertanyaan individu. * Setiap pertanyaan (setiap baris dari DCA) memiliki entri berikut: * Jawaban. Setiap pertanyaan dijawab, berdasarkan hasil penelaahan hukum / peraturan, atau informasi yang dikumpulkan pada praktek yang sebenarnya. Untuk setiap pertanyaan, jawabannya adalah baik "Ya" (yang berarti bahwa ada penuh atau hampir penuh sesuai dengan pertanyaan itu), "Sebagian", atau "No" (yang berarti bahwa kerangka tata kelola perusahaan umumnya tidak sesuai dengan pertanyaan spesifik ). * Sumber. Kotak ini berisi mengidentifikasi sumber hukum dari jawaban pertanyaan (hukum, peraturan, atau kode), atau sumber informasi lain (misalnya survei perusahaan). * Teks Hukum dan data. Bidang ini menganalisis kerangka tata kelola perusahaan, dan mendukung jawaban yang diberikan. * Penilaian disajikan untuk masing-masing prinsip, didasarkan pada agregasi dari ya / tidak skor. * Perhitungan. Jawaban untuk setiap pertanyaan diberikan skor numerik: 100% untuk "ya", 50% untuk "sebagian", dan nol persen untuk setiap "tidak ada. Skor ini sama-sama berbobot dan rata-rata untuk setiap bagian (hukum dan peraturan / kepatuhan dan penegakan). Kedua sub-skor yang rata-rata untuk membuat skor agregat pelaksanaan untuk setiap Prinsip. Skor agregat menunjukkan tingkat kepatuhan: * Fully implemented: 95% or higher * Broadly implemented: 75% ‐ 95% * Partially implemented: 35% ‐ 75% * Not implemented: 0 – 35%
Berikut di bawah ini adalah beberapa contoh tabel Detailed Country Assessment (DCA):

ASEAN Capital Markets Forum (ACMF)
ASEAN Corporate Governance Scorecard
Latar belakang
ASEAN Capital Markets Forum (ACMF) Implementation Plan
Pada tahun 2009, para Menteri Keuangan ASEAN mengesahkan Rencana Pelaksanaan ACMF untuk mempromosikan pengembangan pasar modal yang terintegrasi. Inisiatif ini dilakukan secara paralel dengan upaya untuk mencapai konvergensi di negara-negara ASEAN pada tahun 2015 sebagai sebuah komunitas ekonomi. Secara Rencana Pelaksanaan ACMF berusaha untuk mencapai tujuan aspirasi Masyarakat Ekonomi ASEAN melalui bidang berikut: * Menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk integrasi regional * Menciptakan infrastruktur pasar dan regional fokus produk dan perantara * Penguatan proses pelaksanaan * Meningkatkan visibilitas, integritas dan branding ASEAN sebagai kelas aset
The ACMF Initiative Corporate Governance
Inisiatif tata kelola perusahaan ASEAN yang terdiri dari ASEAN Scorecard Corporate Governance (Scorecard) dan peringkat tata kelola perusahaan perusahaan ASEAN publik terdaftar (PLC) adalah di antara beberapa inisiatif daerah bawah ACMF. Ini dimulai pada awal tahun 2011 dan didukung oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) melalui "Mempromosikan Pasar Modal saling ASEAN" bantuan teknis daerah.
Tujuan dari Scorecard dan latihan peringkat adalah untuk: * Meningkatkan standar tata kelola perusahaan dan praktik ASEAN PLC * Showcase dan meningkatkan visibilitas serta investability sumur-diatur PLC ASEAN internasional * Melengkapi inisiatif lain ACMF dan mempromosikan ASEAN sebagai kelas aset
Untuk menjaga objektivitas dan independensi metodologi, yang ACMF telah meminta ahli tata kelola perusahaan di wilayah tersebut untuk mengembangkan kriteria Scorecard dan penilaian. Para ahli untuk inisiatif dipilih berdasarkan pengalaman mereka dalam inisiatif peringkat tata kelola perusahaan di negara mereka sendiri dan pengakuan mereka sebagai otoritas di bidang tata kelola perusahaan. Mereka direkomendasikan oleh regulator pasar modal di masing-masing negara. Para ahli, disetujui oleh ACMF, tidak memiliki kepentingan dalam PLC dan tidak terkait dengan regulator sekuritas.
Para ahli tata kelola perusahaan yang bertanggung jawab untuk penciptaan Scorecard Corporate Governance ASEAN adalah: 1. Profesor Mak Yuen Remaja - (mantan) Co-direktur Corporate Governance dan Pusat Pelaporan Keuangan dan Associate Professor Akuntansi, National University of Singapore 2. Ibu Rongruja Saicheua - Executive Vice President, Thailand Institute of Directors 3. Pak Salleh Hassan - Direktur, Securities Industry Development Corporation (SIDC), Malaysia. 4. Profesor Sidharta Utama - Profesor, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia 5. Dr. Yesus Estanislao - Ketua, Institute of Corporate Direksi Filipina 6. Dr. Hien Thu Nguyen - Wakil Dekan, Departemen Keuangan, Sekolah Manajemen Industri, Universitas Teknologi, Vietnam National University of Kota Ho Chi Minh.
Berikut badan di masing-masing negara telah ditunjuk sebagai badan peringkat negeri untuk bekerja dengan para ahli tentang penerapan Scorecard untuk peringkat perusahaan di masing-masing negara: 1. Indonesia - Indonesian Institute for Corporate Directorship 2. Malaysia - Pemegang Saham Minoritas Watchdog Grup 3. Filipina - Institut Direksi Perusahaan 4. Thailand - Thailand Institute of Directors
Dalam yurisdiksi di mana tubuh yang mirip belum ditunjuk, penerapan Scorecard dapat diberikan kepada orang-orang tertentu diizinkan oleh ACMF. Penggunaan Scorecard oleh pihak lain memerlukan otorisasi dan izin dari ACMF.
ASEAN Corporate Governance Scorecard
Prinsip yang mendasari Scorecard
Pengembangan Scorecard dipandu oleh prinsip-prinsip berikut: * Scorecard harus mencerminkan prinsip-prinsip global dan praktek yang baik yang diakui secara internasional dalam tata kelola perusahaan yang berlaku untuk PLC dan dalam beberapa kasus dapat melebihi persyaratan dan standar yang direkomendasikan dalam peraturan perundang-undangan nasional. * Scorecard tidak harus didasarkan pada common denominator terendah tetapi harus bertujuan untuk mendorong PLC untuk mengadopsi standar dan aspirasi yang lebih tinggi * Scorecard harus komprehensif dalam cakupan, menangkap unsur-unsur penting dari tata kelola perusahaan * Scorecard harus mengaktifkan kesenjangan dalam praktik tata kelola perusahaan antara ASEAN PLC untuk diidentifikasi dan menarik perhatian praktik tata kelola perusahaan yang baik * Scorecard harus universal dan mampu diterapkan untuk pasar yang berbeda di ASEAN * Metodologi harus kuat untuk secara akurat menilai tata kelola perusahaan PLC luar kepatuhan minimum dan kotak-berdetik * Harus ada proses jaminan kualitas yang luas dan kuat untuk menjamin independensi dan keandalan penilaian
Langkah 1: Pengembangan Awal
Prinsip OECD Corporate Governance (OECD Principles) yang digunakan sebagai patokan utama untuk mengembangkan Scorecard, mengingat penerimaan global oleh para pembuat kebijakan, investor dan pemangku kepentingan lainnya. Akibatnya, banyak item dalam Scorecard mungkin praktek terbaik yang melampaui persyaratan perundang-undangan nasional.
Para ahli juga menarik referensi dari tubuh yang ada kerja dan inisiatif peringkat di wilayah tersebut, termasuk oleh lembaga direksi, pemegang saham asosiasi dan universitas, untuk memandu masuknya awal item dalam Scorecard tersebut.
Scorecard meliputi lima bidang berikut Prinsip OECD: a) Hak pemegang saham b) Perlakuan yang sama dari pemegang saham c) Peran stakeholder d) Pengungkapan dan transparansi e) Tanggung Jawab papan
Weightage atau nilai kepentingan relatif dialokasikan per Bagian di Level 1 adalah sebagai berikut: a) Hak pemegang saham 10% b) Perlakuan yang sama dari pemegang saham 15% c) Peran Stakeholder 10% d) Pengungkapan dan Transparansi 25% e) Tanggung Jawab Dewan 40%
Jumlah nilai kepentingan relatif dari Bagian di Level 1 100%

Langkah 2: Perbaikan dan Validasi
Scorecard ditinjau secara item per item terhadap Prinsip OECD, prinsip-prinsip tata kelola perusahaan internasional lainnya dan praktik yang direkomendasikan oleh badan-badan seperti Bank Dunia, International Corporate Governance Network (ICGN), Asian Corporate Governance Association (ACGA) dan dipilih Kode tata kelola perusahaan. Setiap item dalam Scorecard adalah cross-referenced untuk setidaknya satu dari tolok ukur ini.
Scorecard dimasukkan melalui proses validasi (disebut sebagai pengujian beta), dengan menerapkan untuk sampel perusahaan di masing-masing negara untuk memastikan bahwa kata-kata dari item dalam Scorecard secara luas dipahami dan berlaku universal sejauh mungkin. Proses validasi juga berusaha untuk mengidentifikasi sumber-sumber informasi untuk item Scorecard dan hukum apapun, peraturan dan aturan listing berlaku untuk setiap item untuk masing-masing negara. Scorecard juga dimasukkan melalui peer-review latihan untuk memastikan bahwa tidak akan ada perbedaan dalam standar penilaian yang diterapkan oleh masing-masing ahli.
Para ahli tata kelola perusahaan bertemu dengan perwakilan senior dari Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada bulan Agustus 2011 dan keterlibatan ini mengakibatkan dukungan dari Scorecard dan metodologi oleh OECD. Putaran kedua keterlibatan diadakan dengan OECD dan Internasional Corporate Governance Network (ICGN) pada Juli 2012 di mana wakil-wakil senior dari kedua organisasi memberikan umpan balik yang konstruktif untuk memperkuat Scorecard.

Langkah 3: Pengembangan Pedoman lengkap untuk Penilai
Dalam rangka untuk memastikan bahwa Scorecard yang diterapkan secara konsisten oleh semua asesor dan untuk memastikan konsistensi dalam penilaian masa depan, catatan panduan rinci telah dikembangkan untuk setiap item, terutama di mana item tersebut tidak jelas.
PLC dan stakeholder menggunakan Scorecard dan hasilnya harus perhatikan hal berikut: 1. Aksesibilitas Informasi
Penilaian PLC dengan cara Scorecard bergantung terutama pada informasi yang terkandung dalam laporan tahunan dan website perusahaan. Sumber informasi lain termasuk pengumuman perusahaan, surat edaran, anggaran dasar, risalah rapat pemegang saham, kebijakan tata kelola perusahaan, kode etik, dan laporan keberlanjutan. Hanya informasi yang tersedia untuk umum dan yang mudah diakses dan dipahami digunakan dalam penilaian. Untuk diberikan poin di Scorecard ini, pengungkapan harus jelas dan cukup lengkap. Yang akan dinilai dan peringkat, sebagian besar informasi ini harus dalam bahasa Inggris. 2. Metodologi Scorecard
Tingkat 1
Tingkat 1 terdiri dari 185 item dan dibagi menjadi lima bagian yang sesuai dengan Prinsip-prinsip OECD. Setiap bagian membawa weightage berbeda berdasarkan kepentingan relatif dari daerah. Setiap item di Level 1 membawa satu poin. Beberapa item mungkin juga menyediakan untuk "Tidak Berlaku" pilihan. Di mana praktek yang diamanatkan oleh undang-undang, peraturan atau aturan listing di negara, perusahaan diasumsikan telah mengadopsi praktek kecuali ada bukti sebaliknya. Agar poin diberikan, pengungkapan oleh perusahaan harus cukup jelas dan lengkap.
Rata keseluruhan di setiap bagian dari Level 1 kemudian dihitung dengan menambahkan semua poin di bagian itu, disesuaikan dengan item yang tidak berlaku untuk perusahaan. Skor total untuk sebuah perusahaan kemudian dihitung dengan pembobotan nilai untuk setiap bagian dengan kepentingan relatif dan total skor tertimbang.
Tingkat 2
Tingkat 2 berisi 34 bonus dan denda item kolektif, masing-masing dengan nomor yang berbeda dari poin. Bonus item yang mengenali perusahaan yang melampaui item di Level 1 dengan mengadopsi praktek-praktek yang baik berkembang lainnya. Item penalti dirancang untuk menurunkan perusahaan dengan tata kelola yang buruk. praktek-praktek yang tidak tercermin dalam skor mereka untuk Level 1, seperti yang disetujui oleh regulator untuk pelanggaran aturan daftar. Bonus dan denda item yang dirancang untuk meningkatkan ketahanan dari Scorecard dalam menilai sejauh mana perusahaan menerapkan semangat tata kelola perusahaan yang baik. Total bonus dan denda poin ditambahkan ke atau dikurangkan dari total skor di tingkat 1 untuk memberikan skor akhir bagi perusahaan. 3. Hasil yang Diinginkan
Scorecard dan penilaian dimaksudkan untuk meningkatkan standar tata kelola perusahaan dan praktek ASEAN PLC, dan untuk menampilkan top PLC ASEAN dan meningkatkan visibilitas mereka dan berinvestasi kemampuan untuk investor global. Hal ini dapat meningkatkan likuiditas dan valuasi baik diatur PLC ASEAN. ASEAN PLC didorong untuk menggunakan Scorecard sebagai alat dalam perjalanan berkelanjutan untuk meningkatkan praktik tata kelola perusahaan mereka.
Scorecard dan hasilnya juga dapat digunakan oleh regulator sebagai referensi untuk mengkaji aturan tata kelola perusahaan dan pedoman dalam rangka meningkatkan praktik tata kelola perusahaan antara PLC. Hal ini juga berharap bahwa ASEAN CG Scorecard akan memfasilitasi konvergensi dalam metodologi untuk menilai tata kelola perusahaan PLC. 4. Perbaikan Scorecard masa depan dan metodologi
Scorecard dan metodologi akan ditinjau secara berkala, dan jika perlu, perubahan akan dilakukan untuk mencerminkan perkembangan baru dalam tata kelola perusahaan. 5. Peringatan
Seperti halnya penilaian tata kelola perusahaan berdasarkan informasi publik yang tersedia, ada keterbatasan dalam Scorecard dan peringkat PLC. Pertama, sebagai metodologi bergantung pada informasi publik, kebijakan tata kelola perusahaan hanya dan praktek yang diungkapkan secara terbuka ditangkap dalam penilaian.
Kedua, PLC yang mengungkapkan praktik tata kelola perusahaan tertentu mungkin tidak dapat menerapkan praktek-praktek tersebut atau hanya dapat menerapkannya dalam bentuk bukan substansi. Sementara item penalti digunakan untuk downgrade perusahaan yang menunjukkan praktek tata kelola perusahaan yang buruk, ini hanya diterapkan di mana ada bukti yang jelas dari praktek-praktek tersebut.
Ketiga, meskipun ada item yang berhubungan dengan perilaku direksi, manajemen dan karyawan perusahaan, Scorecard yang tidak secara khusus dirancang untuk menilai perilaku etis dari mereka yang bertanggung jawab untuk pengelolaan perusahaan.
Keempat, meskipun tata kelola perusahaan yang baik harus meningkatkan nilai jangka panjang PLC, tidak ada pernyataan yang dibuat tentang hubungan antara nilai tata kelola perusahaan dan peringkat dari PLC dengan kinerja keuangan mereka.

GOOD CORPORATE GOVERNANCE BANK MANDIRI
Good Corporate Governance (GCG) adalah pemerintahan Bank yang menerapkan transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi dan kewajaran dalam melaksanakan kegiatan bisnis. GCG menunjukkan pola hubungan antara manajemen dan pemangku kepentingan, Manajemen dan Dewan Komisaris dan Manajemen antar yang didasarkan pada etika dan nilai budaya perusahaan sebagai didukung oleh proses sistem, pedoman kerja dan organisasi untuk mencapai performa maksimal.
Tujuan GCG adalah: * Meningkatkan keseriusan manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, kewajaran dan kewaspadaan dan manajemen Bank. * Meningkatkan kinerja Bank, efisiensi dan pelayanan kepada stakeholders. * Menarik minat dan kepercayaan investor. * Mematuhi kepentingan para pemegang saham untuk meningkatkan nilai pemegang saham. * Melindungi Bank dari intervensi politik dan gugatan. 1. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Prinsip-prinsip dalam Good Corporate Governance meliputi Transparansi, Akuntabilitas, Tanggung Jawab, Independensi dan Kewajaran. a) Transparansi * Bank wajib mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, secara akurat dan dapat dibandingkan serta diakses oleh pemangku kepentingan. * Bank wajib mengungkapkan informasi yang meliputi namun tidak terbatas pada visi, misi, target bisnis, strategi Bank, kondisi keuangan dan non-keuangan Bank, komposisi Direksi dan Dewan Komisaris, kepemilikan saham, remunerasi dan lainnya Fasilitas untuk Direksi dan Dewan Komisaris, pemegang saham mayoritas, manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, fungsional dan kepatuhan sistem dan implementasi GCG serta fakta material yang dapat mempengaruhi keputusan pemodal. * Kebijakan Bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada para pemegang saham yang berhak untuk memperoleh informasi tentang kebijakan tersebut. * Prinsip transparansi akan tetap memperhatikan ketentuan tentang rahasia Bank dan hak-hak pribadi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b) Akuntabilitas * Bank menetapkan target bisnis dan strategi yang bertanggung jawab untuk pemangku kepentingan. * Bank menetapkan tugas dan tanggung jawab yang jelas untuk masing-masing organ anggota Dewan Komisaris, dan Direksi serta seluruh Jajaran bawah mereka sub-ordinasi yang selaras dengan visi, misi, dan nilai-nilai Perusahaan, target bisnis dan strategi Bank. * Bank harus meyakinkan bahwa setiap anggota Dewan Komisaris dan Dewan Direksi serta seluruh Jajaran bawah sub-ordinasi mereka memiliki kompetensi menurut tanggung jawab mereka dan memahami peran mereka dalam pelaksanaan GCG. * Bank menetapkan cek dan sistem keseimbangan dalam pengelolaan Bank. * Bank wajib memiliki ukuran kinerja dari semua Bank Ranking berdasarkan ukuran sebagai disepakati konsisten dengan nilai budaya perusahaan, target bisnis dan strategi Bank serta memiliki penghargaan dan sistem hukuman. c) Tanggung jawab * Bank harus berpegang pada prinsip prudential banking practices dan menjamin kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. * Bank sebagai warga perusahaan yang baik akan peduli lingkungan dan melaksanakan tanggung jawab sosial dengan baik. d) Independensi * Bank wajib menghindari terjadinya dominasi yang tidak pantas oleh para pemangku kepentingan apapun apapun dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sepihak dari konflik kepentingan. * Bank wajib membuat keputusan yang obyektif dan bebas dari tekanan dari pihak manapun apapun. e) Keadilan * Bank wajib memperhatikan kepentingan stakeholders seluruh didasarkan pada prinsip perlakuan yang sama. * Bank wajib menyediakan kesempatan untuk seluruh pemegang saham untuk memberikan masukan dan mengajukan pendapat untuk kepentingan Bank serta membuka akses ke informasi sesuai dengan prinsip transparansi. 2. Perusahaan Struktur Tata Kelola Struktur dalam Corporate Governance terdiri dari Pemegang Saham dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris, Komite di bawah Dewan Komisaris, Direksi, Komite di bawah Direksi yang bawahan Fungsi Kepatuhan dan Sekretaris Perusahaan. a. Pemegang Saham dan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) * Pemegang Saham
Seluruh Bank Pemegang Saham memiliki kesetaraan dalam memperoleh dan melaksanakan hak mereka sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dan Anggaran Dasar Bank. Setiap Bank Pemegang saham sesuai dengan hukum harus mematuhi Anggaran Dasar Bank dan resolusi yang diadopsi secara sah dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) serta mematuhi hukum dan peraturan.
Bank pemegang saham dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori, yaitu: a. Pemegang saham seri A adalah Negara Republik Indonesia yang memiliki Dwi Warna Seri A dengan hak khusus dalam bentuk: * Mengubah Anggaran Dasar. * Mengubah ibukota. * Menunjuk dan / atau pemakaian anggota Direksi dan / atau anggota Dewan Komisaris. * Melakukan merger, penggabungan, akuisisi, pemisahan atau perubahan hukum bentuk badan. * Pembubaran dan melikuidasi Perusahaan. b. Pemegang Saham Seri B dia Negara Republik Indonesia dan masyarakat (Mitra atau badan) yang diakui oleh Perusahaan sebagai pemegang saham.
Bank bertanggung jawab dalam menjalankan hak-hak Pemegang Saham Bank, yaitu:
- Bank harus mengatur hak pemegang saham sesuai dengan hukum dan peraturan dan Anggaran Dasar Bank.
- Bank harus mengatur daftar pemegang saham secara tertib dan menurut hukum dan peraturan.
- Bank harus memberikan informasi tentang perusahaan secara tepat waktu, benar dan cara biasa untuk pemegang saham, kecuali untuk hal-hal yang bersifat rahasia di alam. - Bank mungkin tidak berperilaku sebagian untuk pemegang saham tertentu dengan memberikan informasi yang tidak diungkapkan kepada pemegang saham lainnya. Informasi yang harus disediakan untuk semua pemegang saham tanpa mengindahkan jenis dan klasifikasi saham kepemilikan.
- Bank harus dapat memberikan penjelasan yang lengkap dan akurat lainnya informasi tentang penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). b. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) RUPS memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dan Bank Anggaran Asosiasi. Penyelenggaraan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) akan diadakan dan dilaksanakan sesuai dengan protokol RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dan Bank Anggaran Dasar. Dalam forum RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), Pemegang Saham berhak memperoleh informasi yang berkaitan dengan Bank dan / atau Manajemen Bank, selama itu adalah terkait dengan agenda RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan tidak bertentangan dengan kepentingan Bank. a. Setiap pemegang saham berhak untuk memperoleh penjelasan dan informasi yang selesai dan akurat mengenai:
- Memanggil untuk RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) yang meliputi spesifikasi agenda dan penjelasannya.
- Agenda lain yang akan diberikan sebelum dan atau pada saat RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) sedang berlangsung.
- RUPS resolusi yang diadopsi melalui prosedur yang transparan dan adil.
- Risalah RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) untuk setiap Pemegang Saham jika meminta yang berisi pendapat, baik yang menguntungkan dan tidak menguntungkan.
- Sistem untuk menentukan gaji dan fasilitas untuk setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta menyangkut gaji spesifikasi dan tunjangan yang diterima oleh anggota Dewan Komisaris dan Dewan Direksi memegang posisi.
- Informasi keuangan dan lain-lain yang berkaitan dengan Bank sebagaimana tercantum dalam tahunan Laporan dan laporan keuangan. b. Prosedur dan pelaksanaan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta Asosiasi Anggaran Dasar Bank. c. Transaksi material sebagaimana yang dilakukan oleh Bank harus memperoleh persetujuan dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. Dewan Komisaris 1. Pemilihan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris * Anggota Dewan Komisaris dipilih dan debit oleh RUPS melalui proses yang transparan oleh Komite Remunerasi. * Nominasi untuk merekomendasikan calon anggota Dewan Komisaris menurut kebijakan yang ditetapkan oleh Pemegang saham. * Anggota Dewan Komisaris harus memenuhi persyaratan dan lewat fit and proper test sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Tanggung Jawab dan Kewajiban Dewan Komisaris * Dewan Komisaris bertanggung jawab untuk pelaksanaan tugas Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Bank Asosiasi serta menjaga efektivitas komunikasi antara Dewan Komisaris dan Direksi, auditor eksternal dan atau otoritas Pengawas Pasar Modal Bank. * Dewan Komisaris bertanggung jawab dalam mengamati ketentuan yang berlaku serta memantau efektivitas praktik GCG. * Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan dan rekomendasi yang diberikan oleh internal dan eksternal auditor, hasil pengawasan Otoritas Perbankan dan / atau hasil lainnya pengawasan otoritas. * Dewan Komisaris memiliki aturan urutan Dewan Komisaris yang mengikat dan mematuhi semua anggota Dewan Komisaris. * Anggota Dewan Komisaris wajib untuk mengungkapkan kepemilikan sahamnya ke Bank serta perusahaan lain sesuai dengan peraturan di sektor Pasar Modal. * Anggota Dewan Komisaris dilarang memanfaatkan Bank untuk pribadi, keluarga, dan / atau kepentingan pihak lain yang dapat mempengaruhi atau mengurangi keuntungan Bank. * Dewan Komisaris wajib memberitahukan Otoritas Perbankan dalam kasus Temuan:
- Pelanggaran terhadap hukum dan peraturan di sektor keuangan dan perbankan
- Situasi atau diperkirakan situasi yang dapat membahayakan keberlangsungan bisnis Bank. d. Komisaris Independen
RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) menetapkan komisaris independen dengan jumlah dan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku. e. Komite di bawah Dewan Komisaris
Dalam menjalankan tugasnya, Dewan Komisaris wajib membentuk antara lain komite sebagai berikut: * Komite Audit, yang didirikan untuk membantu Dewan Komisaris dalam melaksanakan fungsi pengawasan untuk hal-hal yang berkaitan dengan informasi keuangan, internal yang sistem kontrol dan efektivitas pemeriksaan oleh auditor eksternal dan internal. * Komite Pemantau Risiko dan Good Corporate Governance, yang didirikan untuk membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan fungsi pengawasan yang berkaitan dengan kebijakan risiko bisnis serta memperkuat penerapan prinsip-prinsip GCG seperti yang dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan nilai pemegang saham. * Komite Remunerasi dan Nominasi, yang didirikan untuk membantu Dewan Komisaris dalam melaksanakan fungsi pengawasan untuk hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan remunerasi dan nominasi anggota Dewan Komisaris dan Direksi, struktur keanggotaan, tugas dan wewenang serta aturan agar komite yang diatur dalam Surat Keputusan Dewan Komisaris. f. Dewan direksi Pemilihan dan Pemberhentian Dewan Direksi * Anggota Direksi dipilih dan diberhentikan oleh RUPS (Umum Rapat Pemegang Saham) melalui proses yang transparan. Melalui pertimbangan Komite Remunerasi dan Nominasi, Dewan Komisaris wajib merekomendasikan calon anggota Direksi sesuai dengan kebijakan sebagai ditetapkan oleh Pemegang Saham. * Direksi harus memenuhi persyaratan dan lulus fit and proper pengujian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tanggung Jawab dan Kewajiban Direksi * Direksi bertanggung jawab untuk pelaksanaan manajemen Bank fungsi sesuai dengan Anggaran Dasar Bank. * Direksi harus melaksanakan prinsip perbankan yang sehat, manajemen risiko dan berkembang budaya kepatuhan serta sistem pengendalian internal. * Direksi harus bekerja secara transparan, akuntabel, bertanggung jawab, mandiri dan cukup. * Direksi bertanggung jawab dalam mematuhi ketentuan yang berlaku dan menerapkan praktek GCG. * Direksi memiliki Aturan Orde untuk Direksi yang mengikat dan diamati oleh seluruh anggota Direksi. * Anggota Direksi wajib untuk mengungkapkan / kepemilikan saham nya ke bank serta perusahaan lain sesuai dengan peraturan di pasar modal sektor. * Anggota Direksi dilarang memanfaatkan Bank untuk kepentingan individu, keluarga, dan / atau pihak lain yang dapat mempengaruhi atau mengurangi Bank keuntungan. * Direksi wajib bertanggung jawab untuk pelaksanaan nya tugas kepada pemegang saham melalui rapat umum pemegang saham.

g. Komite di bawah Direksi
Dalam menjalankan tugasnya, Direksi membentuk komite-komite. Strukturnya ada keanggotaan, tugas dan wewenang serta aturan agar komite diatur dalam keputusan Direksi. h. Hubungan antara Dewan Komisaris dan Direksi 1) Hubungan kerja antara Dewan Komisaris dan Direksi adalah hubungan check and balance dengan tujuan akhir untuk kemajuan dan kesehatan Bank. 2) Dewan Komisaris dan Direksi sesuai dengan masing-masing fungsi memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelangsungan usaha Bank dalam jangka panjang menjalankan sebagaimana tercermin dalam:
a) Menjaga kesehatan Bank sesuai dengan Principe kehati-hatian dan kriteria yang ditetapkan oleh otoritas perbankan.
b) Penerapan manajemen risiko serta sistem pengendalian internal dengan benar.
c) Mencapai pulang adil bagi pemegang saham.
d) Melindungi kepentingan pemangku kepentingan yang cukup.
e) Kepatuhan pelaksanaan GCG.
f) Pelaksanaan suksesi kepemimpinan dan kontinuitas manajemen di semua lini organisasi. 3) Untuk bisa memenuhi tanggung jawab dan melaksanakan check and balance menurut ketentuan yang berlaku, maka Dewan Komisaris dan Dewan Direksi perlu bersama setuju dengan hal seperti yang disebutkan di bawah ini:
a) Visi, misi dan nilai-nilai budaya perusahaan.
b) Target Bisnis, strategi, rencana jangka panjang serta rencana kerja dan anggaran tahunan.
c) Kebijakan dalam mematuhi peraturan, artikel bank asosiasi dan kehati-hatian praktek perbankan termasuk komitmen untuk menghindari segala bentuk benturan kepentingan.
d) Kebijakan dan metode evaluasi kinerja Bank.
e) Struktur organisasi yang mampu mendukung pencapaian target Bank bisnis sesuai dengan Anggaran Dasar Bank.
f) Bentuk komunikasi antara Dewan Komisaris dan Dewan Direksi. 4) Para anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang berhak untuk memperoleh remunerasi dan jenis-jenis fasilitas sesuai dengan kondisi pasar. Proses menetapkan jumlah paket remunerasi dan jenis-jenis fasilitas diatur oleh RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) setelah menerima usulan dari Komite Remunerasi dan Nominasi. i. Direktur mensubordinasi Fungsi Kepatuhan 1) Tugas dan pembuangan Direktur subordinatif fungsi kepatuhan dilakukan oleh Presiden Direktur dan Dewan Komisaris serta memiliki ke mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Otoritas Perbankan. 2) Untuk menjaga prinsip independensi, Direktur mensubordinasi fungsi kepatuhan tidak diperbolehkan untuk memegang posisi Presiden Direktur bersamaan dengan posisi lain yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku. 3) Direktur membawahi fungsi kepatuhan mungkin menjadi anggota dari masing-masing komite Dewan Direksi yang ditetapkan, tapi Direktur tidak memiliki orang yang tepat dalam pemungutan suara kecuali ditentukan orang lain. 4) Direktur mensubordinasi Fungsi kepatuhan pelaporan memiliki hubungan baik dengan Presiden Direktur dan Dewan Komisaris serta Otoritas Perbankan. 5) Bank harus menetapkan unit kerja kepatuhan untuk membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Direktur membawahi fungsi kepatuhan. j. Sekretaris Perusahaan 1. Bank harus menetapkan fungsi Sekretaris Perusahaan sesuai dengan yang berlaku peraturan di bidang pasar modal. 2. Fungsi Sekretaris Perusahaan harus dilaksanakan oleh salah satu Direktur atau pejabat yang khusus ditunjuk untuk menjalankan fungsi tersebut. 3. Penunjukan sekretaris perusahaan wajib dilaporkan ke pasar modal dan saham otoritas bursa juga seperti yang diumumkan dengan mekanisme sesuai dengan yang berlaku peraturan. 4. Tugas dan tanggung jawab sekretaris perusahaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di sektor pasar modal. k. Audit Eksternal dan Kantor Akuntan Publik 1. Penunjukan audit eksternal dan kantor akuntan publik yang ditetapkan oleh Rapat Pemegang Saham Umum berdasarkan usulan dari Dewan Komisaris atas rekomendasi dari Komite Audit. 2. Auditor Eksternal dan Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh bank harus memiliki memperoleh lisensi dari Departemen Keuangan dan terdaftar di pasar modal atasan. 3. Audit Umum oleh Auditor Eksternal dilakukan untuk memberikan pernyataan pendapat mengenai kewajaran Laporan Keuangan Bank sesuai dengan prinsip akuntansi sebagai umumnya berlaku di Indonesia. 3. Informasi, Kerahasiaan Bank dan Benturan Kepentingan
Dalam menjaga tata kelola Bank, Bank menetapkan hal-hal yang berkaitan dengan informasi, kerahasiaan Bank dan konflik kepentingan. a. Informasi 1. Bank wajib menyampaikan kepada otoritas pasar modal dan mengumumkan kepada publik dalam tepat waktu, akurat, jelas dan obyektif cara dan terjadinya peristiwa, informasi fakta material yang mungkin dapat mempengaruhi nilai saham atau keputusan investasi pemodal menurut sektor regulasi pasar modal. 2. Laporan tahunan yang berisi ringkasan data keuangan penting, analisis dan umum diskusi dengan manajemen, laporan keuangan yang telah diaudit, manajemen surat serta informasi penting lainnya. 3. Laporan tahunan juga harus memuat laporan kegiatan Komite Audit, Komite Pemantau Risiko dan GCG, dan Komite Remunerasi dan Nominasi, serta pengungkapan struktur remunerasi dari masing-masing anggota Dewan Komisaris dan Dewan direksi. 4. Laporan tahunan, peristiwa, informasi atau fakta material serta laporan lain yang dibutuhkan oleh ketentuan yang berlaku juga disampaikan melalui website yang dari waktu ke waktu dapat diperbaharui oleh Bank. 5. Larangan insider trading sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang berlaku di pasar modal sektor akan diatur dalam ketentuan terpisah. b. Kerahasiaan Bank
Dalam melakukan informasi yang transparan, Bank akan tetap memegang dengan ketentuan tentang kerahasiaan Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku. c. Konflik kepentingan 1. Dewan Komisaris, Direksi dan Pejabat Eksekutif harus memiliki komitmen menghindari semua bentuk konflik kepentingan. 2. Dalam hal anggota Direksi memiliki pribadi minat transaksi, kontrak atau kontrak seperti yang diusulkan dimana Bank menjadi salah satu partai, maka harus dinyatakan karakter yang menarik dalam pertemuan Dewan Direksi dan anggota yang relevan dari Dewan Direksi tidak berhak untuk mengambil suara. 3. Dalam hal anggota Dewan Komisaris memiliki kepentingan pribadi dalam transaksi, kontrak atau kontrak seperti yang diusulkan di mana bank menjadi salah satu partai, maka harus dinyatakan karakter yang menarik konflik di Rapat Dewan Komisaris dan anggota yang relevan dari Dewan Komisaris tidak berhak untuk mengambil suara. 4. Secara berkala setidaknya sekali dalam satu tahun, masing-masing anggota Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Pejabat Eksekutif yang wajib membuat pernyataan tentang apakah atau tidak ada konflik kepentingan dengan kegiatan Bank dilakukan olehnya. 5. Anggota Dewan Komisaris, Direksi dan Pejabat Eksekutif mungkin tidak merangkap jabatan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku. 4. Kebijakan Direksi
Setiap kebijakan Direksi harus mencerminkan prinsip-prinsip sebagaimana diatur dalam dokumen ini. 5. Komunikasi dan Internalisasi Good Corporate Governance
Direksi Bank wajib untuk berkomunikasi penerapan prinsip-prinsip GCG dengan pemegang saham, calon pemegang saham dan pemangku kepentingan serta internalisasi ke seluruh peringkat Bank. 6. Memberikan Dana untuk Pihak Terkait dan Penyediaan Dana Besar a. Dalam rangka menghindari kegagalan usaha Bank sebagai akibat dari konsentrasi dana penyediaan dan meningkatkan independensi Manajemen Bank terhadap potensi intervensi dari pihak terkait, Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan dana antara lain dengan menerapkan penyebaran / diversifikasi portofolio penyediaan dana sebagai diberikan. b. Pelaksanaan penyediaan dana kepada pihak terkait dan / atau penyediaan dana besar (Eksposur besar) adalah wajib untuk dibimbing dengan ketentuan regulator mengenai maksimum membatasi untuk menyediakan kredit atau bank umum.

DAFTAR PUSTAKA
Rezaee, Zabihollah. 2009. Corporate Governance and Ethics. Ch 1&2. John Wiley.

Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. http://www.ecgi.org/codes/documents/indonesia_cg_2006_id.pdf. Bab 1 & 2.

Organization for Economic Cooperation and Development. 2004. OECD Principles of Corporate Governance. http://www.oecd.org/corporate/ca/corporategovernanceprinciples/31557724.pdf.
WB: Executive Summary, Landscape, Commitment and Enforcement.

OECD. 2009. Guide for Fighting Abusive Related Party Transactions in Asia. http://www.oecd.org/daf/ca/corporategovernanceprinciples/43626507.pdf

ACMF-ADB. ASEAN Corporate Governance Scorecard: Country Report and Assessments 2012-2013. http://www.adb.org/publications/asean-corporate-governance-scorecard-country-reports-and-assessments-2012-2013.
World Bank. 2010. Report on Observance Standards and Codes: Corporate Governance Country Assessment: Indonesia. http://www.worldbank.org/ifa/rosc_cg_idn_2010.pdf dan http://www.worldbank.org/ifa/rosc_cg_idn_annex.pdf. http://ir.bankmandiri.co.id/phoenix.zhtml?c=146157&p=irol-GCG www.oecd.org/indonesia
www.oecd.org/eco/surveys

Similar Documents

Premium Essay

Agency Theory

...AGENCY THEORY The agency theory concept was initially developed by Berle and Means (1932), who argued that due to a continuous dilution of equity ownership of large corporations, ownership and control become more and more separated. This situation gives professional managers an opportunity to pursue their own interest instead of that of shareholders.. In ‘theory’, shareholders are the only owners of a company, and the task of its directors is merely to ensure that shareholders’ interests are maximised. More specifically, “The ‘duty’ of directors is to run the company in a way which maximises the long term return to the shareholders, and thus maximises the company’s profit and cash flow. However, Jensen and Meckling (1976) observed that mangers do not always run the firm they work for to maximise shareholders’ wealth. From this observation, they developed their agency theory, which took into account the principal-agent relationship as a key determinant in determining firm performance. According to their definition, “An agency relationship is a contract under which one or more persons (the principal[s]) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision-making authority to the agent . The problem is that the interest of the principal and the agent are never exactly the same, and thus the agent, who is the decision-making part, tends always to pursue his own interests instead of those of the principal. It means that...

Words: 727 - Pages: 3

Free Essay

Agency Theory

...Agency Theory: A brief Review by N. Waweru The agency theory assumes that there exists a contractual relationship between members of a firm. It recognises the existence of two groups of people; principals or superiors and agents or subordinates. The principals will delegate decision making authority to the agents and expect them to perform certain functions in return for a reward. Both the principals and the agents are assumed to be rational economic persons motivated solely by self-interest but may differ with respect to preferences, beliefs and information (Jensen and Meckling, 1976). The principal/agent relationship can exist throughout any organisation and usually starts from the shareholder-director and ends with the supervisor-shop floor worker (Figure 1.1). In an organisation context, which involves uncertainty and asymmetric information, the agent’s actions may not always be directed to the best interests of the principal. Agents’ pursuit of their self-interest instead of those of the principal is what is called the agency problem (Jensen and Meckling, 1976). To counter this behaviour, the principal may monitor the agents’ performance through an accounting information system. The owner can also limit such aberrant behaviour by incurring auditing, accounting and monitoring costs and by establishing, also at a cost, an appropriate incentive scheme (Jensen and Meckling, 1976). According to Jensen (1998), agency theory seeks to understand: (1) how to assign decision making...

Words: 1400 - Pages: 6

Premium Essay

Assumptions of Agency Theory

...Business Finance Bounded it is an idea that in making a choice, rationality of person(s) is restricted to the information they have, the cognitive limitations of their minds, and the finite amount of time they have to make a decision. It was suggested by Herbert A. Simon as an alternative basis for the mathematical idea of decision making, as used in economics and related disciplines; it adds up rationality as optimization, which views decision-making as a fully rational sequence of finding an absolute choice given the information available. Thus the decision-maker is a satisfier, one seeking a satisfactory solution rather than the optimal one. Simon used the analogy of a pair of scissors, where one blade is the "cognitive limitations" of actual beings and the other the "structures of the environment"; minds with limited cognitive resources can in this way be successful by exploiting pre-existing structure and regularity in the environment. Opportunism: is defined as a egoist interest seeking with guile and as the active tendency of the human agent to take advantage in any circumstances, of all available means to further his personal privileges’ (couzier, 1964, pg.265 e.g. biological opportunism, used as a neutral scientific description), it may also be defined more neutrally as putting self-interest before other interests when there is an opportunity to do so, or flexibly adapting to changing circumstances to maximize self-interest (though usually in a way that negates some...

Words: 472 - Pages: 2

Free Essay

Agency Theory

...Agency theory is controversial and essential theory in accounting, economic and finance sphere. The theory raises a problem of agency relationship, in which, cooperating parties- principal and agent, have different goals and division of work. Agency theory arises two problems: the difficulty of verifying what the agent is actually doing, and the conflict between goals and desires of the principal and agent (Eisenhardt, 1989). Agency theory is based on two different approaches: positivist agency theory and the principal-agent research. The first one describes the governance mechanism that limits the selfish behavior of the agent. Positivist agency theory identifies two propositions including governance system. If the contract between the principal and the agent is based on outcomes, there is a high probability that the agent will act in the interest of the principal. In addition if the principal has information to verify behavior of the agent, then the agent will act in the interest of the principal. The second one, principal-agent stream, contains more testable implications than the positivist theory. There are several things like goal conflict, easily measurable outcome, and the assumption that the agent is more risk averse than the principal, that are assumed in principal-agent research. The main difference between these two theories is that the positivist agency theory identifies certain contract alternatives and principal-agent theory indicates which contracts are the...

Words: 324 - Pages: 2

Free Essay

Agency Theory

...Agency  Theory     Extract from "Pierre Vernimmen, Corporate Finance: Theory & Practice" John Wiley & Sons. (p 639-641, 992) Agency problems occur in a company when ownership is separated from management. Managers may be tempted to achieve their own objectives instead of the financial objective. We explore these problems in the discussion which follows. Agency theory says that a company is not a single, unified entity. It calls into question the claim that all of the stakeholders in the company (shareholders, managers and creditors) have a single goal – value creation. Agency theory shows how, on the contrary, their interests may differ and some decisions (related to borrowing, for example) or how products (stock options) come out of attempts to achieve convergence between the interests of managers and shareholders to protect creditors. It analyses the consequences of certain financial decisions in terms of risk, profitability and, more generally, the interests of the various parties. Agency theory is the intellectual basis of corporate governance. Agency theory says that a company is not a single, unified entity. It considers a company to be a legal arrangement that is the culmination of a complex process in which the conflicting objectives of individuals, some of whom may represent other organisations, are resolved by means of a set of contractual relationships. On this basis, a company’s behaviour can be compared to that of a market, insofar...

Words: 1102 - Pages: 5

Premium Essay

Agency Theory

...Agency Theory Agency theory identifies the agency relationship where one party, the principal, delegates work to another party, the agent who performs that work. In the context of corporation, the agents are the managers and the principals are the shareholders. Agency theory as related to the corporation is set in the context of the separation of ownership and control as described in the work of Berle and Means (1932) Agency relationship Agency relationship is defined by Jensen & Meckling (1976) as a contract under which one or more persons (the principal(s)) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent. If both parties to the relationship are utility maximizes there is good reason to believe that the agent will not always act in the best interests of the principal. Agency cost Agency cost is the principal can limit divergences from his interest by establishing appropriate incentives for the agent and by incurring monitoring costs designed to limit the aberrant activities of the agent. In addition, in some situations it will pay the agent to expand resources to guarantee that he will not take certain actions which would harm the principal or to ensure that the principal will be compensated if he does take such actions. However, it is generally impossible for the principal or the agent at zero cost to ensure that the principal will be make optimal decisions from the principal’s...

Words: 1211 - Pages: 5

Free Essay

Agency Theory

...Agency Theory The agency theory looks at the problems that can arise in a business relationship when one person delegates decision-making authority to another. Typically the person that is delegating decision-making is considered the principal, and those that are delegated to are the agents. A principal is someone who is above another person, a manager, supervisor or president of a company. Agents are any people that are below another person and is told to make decisions on behalf of the company. Issues can arise in these settings when the agents choose to make decisions that are not beneficial to the company or that are beneficial only to them. A real life example of agency-principal relationships and how they can affect someone is a relator’s office. A realtor can easily exert an effort to increase their monthly rent r absolute sale price for a property they are responsible for. However, most realtors don’t feel it isn’t worth their time to try to increase these prices because they only receive a fraction of the price of the sale/rental in commission. They feel this way even if the total value to the owner of the property is enough to make it worth it in absolute terms. This isn’t the only example of how agency theory is applicable in the real world, the insurance industry use this theory as well. Say you have full coverage on your vehicle and this covers all repairs that are at no-fault to you as the owner of the vehicle. Say now, that there is a crack in your windshield...

Words: 421 - Pages: 2

Premium Essay

Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure

...Journal of Financial Economics 3 (1976) 305-360. Q North-Holland Publishing Company THEORY OF THE FIRM: MANAGERIAL BEHAVIOR, AGENCY COSTS AND OWNERSHIP STRUCTURE Michael C. JENSEN and William H. MECKLING* University of Rochester, Rochester, NY 14627, U.S.A. Received January 1976, revised version received July 1976 This paper integrates elements from the theory of agency. the theory of property rights and the theory of finance to develop a theory of the ownership structure of the firm. We define the concept of agency costs, show its relationship to the ‘separation and control’ issue, investigate the nature of the agency costs generated by the existence of debt and outside equity, demonstrate who bears these costs and why, and investigate the Pareto optirnality of their existence. We also provide a new definition of the firm, and show how our analysis of the factors influencing tht- creation and issuance of debt and equity claims is a special case of the supply side of the completeness of markets problem. The directors of such [joint-stock] companies, however, being the managers rather of other people’s money than of their own, it cannot well be expected, that they should watch over it with the same anxious vigilance with which the partners in a private copartnery frcqucntly watch over their own. Like the stewards of a rich man, they are apt to consider attention to small matters as not for their master’s honour, and very easily give thcmsclvcs a dispensation from...

Words: 27266 - Pages: 110

Premium Essay

Ghoshal and Agency Theory

...Links between Ghoshal's article, Agency Theory and the 2008 Global Recession. We are all too familiar with the mayhem caused by the global financial crisis; we are still recovering from the after effects of this mayhem. In this essay I will try to investigate the relationships between the Agency theory, Ghoshal’s article on how bad management theories are destroying good management practices and the Global Financial Crisis of 2008. I will start off by introducing the Agency theory and looking at some of its pros and cons, then I will go on to relate the theory to the causes of the global financial crisis of 2008 and finally show how some of the actions based on the Agency theory could have been the foundations of the meltdown. I will then talk about how Ghoshal, in his article, talks about the complete amoral education and scientific measurement methods of the new age management schools which are fueling an ever increasing mistrust between the stakeholders and management. “Agency Theory concerns how two parties in a contractual relationship may interact depending on their attitude towards risks and whether their individual goals align” (Jon Tan, 2009). The agency theory sees two problems that can occur in an agency relationship where one party (stakeholder) delegates work to the agent. The first problem arises when the desired goals of the principal (stakeholder) are not aligned with those of the agent and it is difficult or expensive for the principal to verify what the...

Words: 2842 - Pages: 12

Premium Essay

Basic Ideas of Agency Theory

...BASIC IDEAS OF AGENCY THEORY (Gray & Manson, 2007) suggest that the basic ideas of the agency theory should include the following; * Both owners who are the principals and the managers who are the agents are deemed to be wealth maximizing agents * Individuals falling into different groups will ideally have different information and thus the more informed individuals will make a profit at the expense of the others * Another critical assumption made by agency theory is that for the owners to believe the report prepared by the managers of the business, they will demand to have this report verified by a third independent party. * Agency theory goes on to suggest that the appointment of professional external auditors is the most preferred cost effective way of monitoring the agents. * Under strict agency theory, financial reports are thus regarded as reports to owners of the business who are the principals and the external auditor is seen to act for and on behalf of the owners. DEFINITION OF AUDIT STATEMENT OF AUDITING STANDARDS-GLOSSARY OF TERMS issued by the Auditing Practices Board defines an Audit as; “ An exercise whose objective is to enable auditors to express an opinion whether the financial statements give a true and fair view of the entity`s affairs at the end of a period and its profit or loss for the period then ended and have been properly prepared in accordance with the applicable reporting framework” PARTIES TO THE AUDIT PROCES The...

Words: 962 - Pages: 4

Premium Essay

Tranfer Pricing and Agency Theory

...Tranfer Pricing and Agency Theory Performance management: It is composed by objectives, that are achieved through programs, that are supported by technologies. There are different to objectives to achieve in single departments and areas: 1. Cost reduction 2. Quality improvement 3. Capacity improvement Since there are a lot of objectives, we say that performance management is discursive. To manage the achievement of meeting these obj there are different programs: 1. Lean production (for cost reduction) 2. Total Quality Management, Manufacturing Excellence (for quality improvement) 3. Demand Chain Planning (capacity improvement) Since all the objectives can be reached with different programs, we say that performance management is programmatic. Management technologies = managing accounting techniques. There are different costing systems/technologies implemented to support the programs: 1. Target costing, Activity Based Costing, Kaizen Costing 2. 6sigma 3. S&OP Process We thus say that performance management is also technological. Accounting numbers foster control at a distance. Everything becomes a number in the accounting report: we reduce the complexity of a real world in a 3D form into some 2D accounting reports. These 2D reports lead to “amplification”, caused by the fact that: * reports are mobile/transportable * reports are combinable between each other in order to provide a more complete picture of the reality * numbers make everything manageable. How...

Words: 2784 - Pages: 12

Free Essay

Empowerment Paper

...should take into account in the human service field. It is important to execute procedures and protocols that address consumers without social partiality in social systems. Contained in this paper, the reader has a impression of how a dream organization or agencies arrange quality service delivery to their consumers. The expression empowerment connects to the English word power. Empowerment permits organizations, agencies, and selected individuals the authority to act for a precise aspiration or purpose (Rapport, 1987). Principles and Empowerment Approach Social service management consists of 12 basic principles that assist human service professional in supporting their clients through the application of the empowerment approach. The essayist will attempt to provide a summary and a concise account of how these approaches affect organizational structuring. First, an effective organization works diligently at designing a structured agency that offers support, provide resources, and encourage client participation. When coordinated processes are in place for consumers, the organization is allowing the consumer the chance to be a part of the decision- making process. Many agencies still introduce and utilize the classical theories approach. However, there is an enduring apprehension that these professionals are only carrying out tasks that he or she is comfortable with instead of what better meets the needs of the client according to Perrow (1986). When granted the chance consumers...

Words: 1282 - Pages: 6

Premium Essay

Consumer Culture Theory, Consumer Agency and the Importance of Brands

...Consumer Culture Theory, Consumer Agency and the Importance of Brands Summary of the Importance and Relevance of Topic Consumer Culture Theory (CCT) refers to the classification of a certain approach to studying consumers and the way that they consume. It was first coined in 2005 by Arnould and Thompson, and it specifically addresses the sociocultural, symbolic, experiential and ideological facets of consumption. Their work is the culmination of over a quarter century of research that treats consumer behaviour as a phenomenon worth studying. As we have come to develop the field of CCT, so too are we developing our understanding of the consumer, and the broader economy. The work of Arnould and Thompson has provided students of consumer behaviour with the necessary environment to debate, innovate and advance the field of study.1 CCT is important within the scope of consumer behaviour because it places a focus on meaning and identity creation; it delves deeper in the mentality that surrounds consumers in the marketplace, and an understanding of this mentality is useful to all that engage the market (buyers, sellers, producers, etc...). “CCT explores how consumers actively rework and transform symbolic meanings encodes in ads, brands, retail settings, or material goods to manifest their particular personal and social circumstances and lifestyle goals.”2 In understanding CCT, we understand the market in a broad sense, for example, acknowledging that marketing symbols are significant...

Words: 3745 - Pages: 15

Free Essay

Workplace Law

...Work is no longer a domestic relationship and we also saw that master as employer have great control their servant/employees in their work performance. Control becomes an important key to determine if a person is an employee as of today or to show if there is an employment relationship. There are differences between employees and independent contractors, an independent contractor is a person who agrees to deliver a certain outcome whereas an employee, who must obey instructions from his or her employer in the discharge of his duties, so independent contractor act independently from the principal that hires him.The independent contractor can delegate others to complete the job as the principal is not concerned with how the contractor does it, so long the outcome is achieved. Using control test from the common law, we can determine that Amanda is an employee of the company as the company control her working hours. We are concerned with the nature of the control and the degree of the control – Federal Commissioner of Taxation V J Walter Thompson (Aust) Pty Ltd (1994) Case. In Walter Thompson case, the company hired artists to perform radio plays for advertisements. The High court of Australia found that the producer controlled the actors during rehearsals and performance and held that there is an employment relationship here. Thus , we can use this case to prove that Amanda is an employee of the company. We can use the multi factor test to determine whether Amanda is the...

Words: 1163 - Pages: 5

Free Essay

Poor Laws

...When thinking critically about Benjamin Franklin’s view on the poor laws, it became apparent that his views were connected to the views of a conservative. Benjamin Franklin believed that “the best way of doing good to the poor is not making them easy in poverty, but leading or driving them out of it” (Williams, H.,1994). Analyzing Benjamin’s meaning behind this statement is thought provoking; from a conservative point of view this statement can be perceived as individuals needing to take care of them selfs without any help from social services or government agencies. Benjamin Franklin believed that all individuals should be solely responsible for themselves and their economic welfare even if they were to become disabled or elderly, the belief was that they should have prepared for the unknown (Williams, H., 1994). Franklin took the stance that the poor laws made individuals dependent on others to provide for them, which then would lead to increased poverty and reliance on government supports. Franklin argued that the less you provide for individuals forces the individual to do for themselves, promoting independence, self worth and riches. Although Franklin believed that getting assistance form private charities could be harmful; he also believed that if the government was able to delegate how the programs were managed then this would prove to be 1 more effective (Williams, H., g82). The view that the government would be able to police the programs to ensure that individuals...

Words: 351 - Pages: 2