Free Essay

Kebijakan Deviden

In:

Submitted By ristiarijananti
Words 9947
Pages 40
BAB I
PENDAHULUAN

➢ Latar Belakang

Deviden merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham. Kebijakan deviden menyangkut keputusan untuk membagikan laba sebagai deviden atau menahannya guna diinvestasikan kembali di dalam perusahaan (laba ditahan). Deviden yang dibayarkan kepada para pemegang saham tergantung kepada kebijakan masing-masing perusahaan, sehingga memerlukan pertimbangan yang lebih serius dari manajemen perusahaan.

Manajer keuangan dituntut untuk bisa menetukan kebijakan deviden yang optimal, yang menciptakan keseimbangan antara deviden saat ini dan pertumbuhan di masa akan datang. Oleh karena itu, dalam menentukan kebijakan deviden, perusahaan perlu mempertimbangakan berbagai faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat memaksimalkan nilai perusahaan.

Kebijakan deviden menyangkut tiga masalah yaitu seberapa banyak laba yang harus dibagikan secara rata – rata selama jangka waktu tertentu, apakah pembagian tersebut dalam bentuk tunai atau pembelian kembali, dan apakah perusahaan sebaiknya mempertahankan tingkat pertumbuhan deviden yang stabil. Dalam kenyataannya, kebijakan deviden menuai beberapa kontroversi dari para ahli keuangan. Banyak hal yang perlu dipelajari dan dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan deviden, baik resiko maupun manfaatnya bagi perusahaan, pemegang saham, sekaligus buruh yang berperan dalam kenaikan laba perusahaan. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengulas paper berjudul “Kebijakan Deviden” ini.

➢ Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Apakah yang dimaksud dengan kebijakan deviden? 2. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden? 3. Bagaimanakah kontroversi yang terjadi pada pengambilan kebijakan deviden? 4. Apa saja dan bagaimanakah teori-teori deviden? 5. Bagaimanakah kebijakan deviden dalam praktik? 6. Apakah yang dimaksud dengan stock split dan deviden saham? 7. Bagaimanakah metode yang digunakan dalam pembelian kembali saham?

➢ Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan paper ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengertian kebijakan deviden 2. Untuk mengetahui fakto-faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden 3. Untuk mengetahui kontroversi pengambilan kebijakan deviden 4. Untuk mengetahui teori-teori deviden 5. Untuk mengetahui kebijakan deviden dalam praktik 6. Untuk mengetahui pengertian stock split dan deviden saham 7. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam pembelian kembali saham

➢ Manfaat Penulisan Sesuai dengan judul paper ini yaitu “Kebijakan Deviden”, maka manfaat yang ingin dicapai adalah: 1. Bagi mahasiswa

a) Dapat semakin memahami materi tentang Kebijakan Deviden sehingga mampu mengkorelasikan dengan kasus nyata yang terjadi di lapangan nanti.

b) Dapat melatih kemampuan menulis demi kelancaran penyusunan tugas paper berikutnya.

2. Bagi STIE PGRI Dewantara Jombang

a) Memberi masukan pada penyempurnaan kurikulum program studi/jurusan dalam menyiapkan lulusan yang kompeten.

b) Memperoleh masukan yang berupa materi struktur modal yang dapat digunakan sebagai referensi dalam proses pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

PENGERTIAN DEVIDEN

Deviden berasal dari bahasa Latin yaitu divendium yang artinya sesuatu untuk dibagi. Menurut Stice at al (2004:902) menyatakan bahwa “Deviden adalah pembagian kepada pemegang saham dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik”.

Sedangkan menurut Skousen et al (2001:757) yang dikutip oleh Manurung & Siregar (2008:3) “Deviden adalah pendistribusian laba secara proporsional kepada para pemegang saham sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya”. Berikut ini beberapa pemaparan mengenai pengertian deviden:

1. Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia deviden diartikan sejumlah uang sebagai hasil keuntungan yang dibayarkan kepada pemegang saham (dalam suatu Perseroan).

2. Dalam dunia ekonomi deviden adalah seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan pajak yang dibagikan kepada pemegang saham (pemilik modal sendiri) kecuali ditentukan lain dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

3. Menurut Bapepam deviden adalah porsi keuntungan perusahaan yang dibayarkan kepada para pemegang saham.

4. Menurut Darmaji dan Fakhrudin (2001: 9) deviden adalah pembagian keuntungan yang dihasilkan perusahaan dan tersedia bagi pemegang saham.

5. Menurut Husnan dan Pudjiastuti deviden adalah laba yang diperoleh oleh perusahaan dan tersedia bagi pemegang saham.

Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat diartikan bahwa yang dimaksud dengan deviden adalah laba yang diperoleh perusahaan untuk dibagikan kepada pemegang saham.

PENGERTIAN KEBIJAKAN DEVIDEN

Kebijakan deviden merupakan salah satu fungsi utama seorang manajer keuangan dalam membuat keputusan keuangan perusahaan. Berikut ini akan diuraikan beberapa definisi kebijakan deviden menurut beberapa orang ahli yaitu sebagai berikut :

Menurut Fred J. Weston dan Thomas E. Copeland (1997 : 657) : “Devidend policy determines the divisions of earning between payments to stockholders and reinvestment in the firm. Retained earning are one of the most significant sources of funds for financing cooperate growth, but devidens constitute the cash flows that accure to stockholders.”

Menurut Bambang Riyanto (2001 : 265) : “Kebijakan deviden adalah bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan (earnings) antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai deviden atau untuk digunakan didalam perusahaan, yang berarti pendapatan tersebut harus ditahan didalam perusahaan.”

Sedangkan menurut Agus Sartono (2001 : 369) : “Kebijakan deviden yaitu keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai deviden atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa yang akan datang.”

Dalam Kamus Istilah Pasar Modal (1999 : 117) ditulis bahwa : “Deviden adalah bagian keuntungan perusahaan yang diberikan kepada pemegang saham.”

Dengan demikian maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kebijakan deviden merupakan suatu kebijakan untuk menetapkan beberapa bagian dari laba bersih yang akan dibagikan sebagai deviden kepada para pemegang saham dan seberapa besar bagian laba bersih itu akan ditanamkan kembali sebagai laba yang ditahan untuk reinvestasi.

Dalam melakukan perdagangan saham perusahaan akan memperoleh laba bersih. Laba bersih (net earnings) ini sering disebut sebagai: “Laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa” (earnings available to common stockholders) disingkat EAC. Laba bersih tersebut akan dikenakan pajak sehingga menjadi laba bersih sesudah pajak (earnings after tax atau EAT). Manajemen mempunyai dua alternatif perlakuan terhadap EAT ini yakni: 1. Dibagikan kepada para pemegang saham perusahaan dalam bentuk deviden. 2. Diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan (retained earning) untuk membiayai operasi selanjutnya.

Apabila manajemen memilih alternatif pertama artinya manajemen harus membuat keputusan tentang besarnnya EAT yang dibagikan sebagai deviden. Pembuatan keputusan tentang deviden ini disebut kebijkan deviden. Dan apabila perusahaan tidak membagikan labanya sebagai deviden akan bisa memperbesar sumber dana intern dan akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mengembangkan perusahaan . Persentase deviden yang dibagi dari EAT disebut Devidend Payout Ratio (DPR).

Persentasi laba ditahan dari EAT adalah 1 – DPR

Menurut Lukas Setia Atmaja (2003: 285) rasio antara deviden dan laba bersih sering disebut sebagai Devidend Payout Rasio (DPR), yang persamaannya adalah

DPR = [pic].

Karena kelebihan laba bersih di atas deviden itu menjadi laba ditahan maka keputusan DPR inclusive keputusan mengenai laba ditahan. Sepintas, para pemegang saham akan merasa senang apabila bagian dari laba bersih yang dibagikan sebagai deviden ini semakin besar. Akan tetapi, apabila DPR ini semakin besar, berarti laba ditahan semakin menciut, padahal pendanaan dengan menggunakan laba ditahan (internal financing) ini mempunyai cost of capital yang paling kecil dibandingkan dengan metode pendanaan lainnya. Dengan demikian keputusan deviden akan mengacu pada suatu kebijakan (devidend policy) yang optimal, terutama disesuaikan dengan konsep tujuan memaksimumkan nilai perusahaan.

Ditinjau dari memaksimumkan rentabilitas modal sendiri, maka kebijakan deviden perlu memperhatikan rentabilitas aktiva dan tingkat bunga. Dikatakan demikian, Karena apabila kebijakan menetapkan bahwa laba ditahan semakin besar berarti perusahaan ini menggunakan metode pendanaan dengan menambah modal sendiri, yakni pendanaan internal.

Kebijakan deviden merupakan salah satu sumber konflik antara manajemen dan principal karena deviden dapat merupakan suatu sinyal yang diberikan perusahaan kepada investor. Deviden yang dibayarkan secara tunai maupun konversi dengan saham mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan prospek yang baik di masa yang akan datang.

A. Kontroversi Kebijakan Deviden

Kebijakan deviden ialah kebijakan yang menitakan keseimbangan diantara deviden saat ini dan pertumbuhan masa datang. Kebijakan deviden melibatkan kebutuhan apakah akan membagikan laba atau menahannya untuk diinvestasikan kembali.

Ketika menanamkan modal di perusahaan emiten, pemegang saham mempunyai harapan akan mendapatkan keuntungan dari modal yang ditanamkannya. Dalam hal ini ada dua jenis deviden yang bisa diperoleh pemegang saham, yaitu deviden kas dan non kas. Deviden kas (cash devidend) adalah deviden yang dibayar oleh emiten kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai. Deviden non kas adalah deviden yang dibayarkan dalam bentuk saham dengan proporsi tertentu.

Deviden kas merupakan masalah yang sering kali menjadi topik pembicaraan hangat di antara pemegang saham dan juga pihak manajemen perusahaan emiten, bahkan cenderung terjadi kontroversi antara pemegang saham dan perusahaan emiten.Kontroversi yang ada adalah antara pendapat bahwa kebijakan deviden tidak mempengaruhi nilai perusahaan, yang dijadikan Mileer dan Modigliani (MM) yang sering disebut teori irrelevansi deviden, sementara argumen lain menyatakan bahwa deviden yang rendah yang akan meningkatkn nilai perusahan.

Miller dan Modigliani berpendapat bahwa kebijakan deviden tidak relevan pada kondisi keputusan investasi yang given pembayaran deviden tidak relevan untuk diperhitungkan, karena tidak akan meningkatkan kesejhteran pemegang saham. Menurut MM, kenaikan nilai perusahaan dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan atau earning power dari asset perusahaan. Oleh karena itu, nilai perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi. Sementara keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagi dalam bentuk cash deviden atau laba ditahan tida mempengaruhi nilai perusahaan. Pendapat MM ini ditekankan bahwa pengaruh pembayaran deviden terhadap kemakmuran pemegang saham akan diimbangi dengan jumlah yang sama dengan sumber dana yang lain, artinya bila perusahaan membayar deviden maka perusahaan harus mengganti dengan mengeluarkan saham baru sebagai pengganti sejumlah deviden tersebut. Dengan demikian, adanya kenaikan pembayaran deviden akan diimbangi dengan penurunan harga saham sebagai akibat penjualan saham baru.

Pendapat kedua yang sering menjadi kontroversi dalam kebijakan deviden adalah teori relevansi deviden yang dikemukakan oleh Myron J. Gordon dan John Litner. Dasar pemikirannya adalah bahwa investor umumnya menghindari resiko, dan deviden yang diperoleh sekarang mempunyai resiko yang lebih kecil daripada deviden yang diterima di masa yang akan datang. Pembayaran deviden sekarang dipercaya dapat mengurangi ketidakpastian investor. Sebaliknya, jika dikurangi atau tidak dibayarkan, tingkat ketidakpastian investor akan meningkat dan menyebabkan peningkatan pengembalian yang diinginkan serta mengurangi nilai saham. Dalam praktek, tindakan manajer cenderung menunjang kepercayaan bahwa kebijakan deviden mempengaruhi nilai saham, karenanya sesuai dengan teori relevansi deviden, maka setiap perusahaan harus mengemangkan kebijakan deviden untuk memenuhi sasaran dari pemilik dan memaksimalkan kekayaan yang dicerminkan dengan harga saham perusahaan.

Argumen terakhir tentang kebijakan deviden adalah yang mengatakan bahwa deviden yang rendah yang akan meningkatkan nilai perusahaan. Variable pajak dan floation cost mendasari argumen tersebut. Di negara tertentu, seperti Amerika Serikat, pajak untuk capital gain lebih rendah dibandingkan pajak untuk deviden. Disamping itu, pajak atas capital gain akan efektik jika capital gain tersebut direalisir (dijual). Dengan kata lain, pajak efektif atas capital gain dapat ditunda, sedangkan pajak untuk deviden akan dibayarkan pada saat deviden diterima. Berdasarkan argumen tersebut, deviden seharusnya dibayar rendah, karena akan menghemat pajak. Perusahaan disarankan untuk memberikan deviden yang rendah kepada pemegang saham.

Ditinjau dari kepentingan perusahaan emiten, pendapat yang pertama dan ketiga, yaitu bahwa kebijakan deviden tidak relevan dengan nilai perusahaan dan bahwa deviden yang rendah kan meningkatkan nilai perusahaan yang disukai, dikarenakan perusahaan tidak perlu mempersiapkan pengeluaran yang tinggi untuk pembayaran deviden, sehingga deviden yang seharusnya dibagikan dapat digunakan modal perusahaan.

Dilain pihak, ditinjau dari kepentingan pemegang saham, pendapat kedua lebih disukai, yaitu deviden dibagikan sekarang, khusunya bagi pemegang saham yang membeli saham untuk kepentingan jangka menengah. Kepentingan jangka menengah yang dimaksud adalah bahwa pemegang saham ingin menikmati hasil saham. Di lain pihek, bagi pemegang saham yang membeli saham untuk kepentingan jangka panjang, relatif lebih menginginkan pengembangan modal perusahaan, sehingga tidak terlalu menuntut untuk dibagikan deviden.

Maka, dapat disimpulkan bahwa kebijakan deviden menyangkut tiga masalah yaitu : • Seberapa banyak laba yang harus dibagikan secara rata – rata selama jangka waktu tertentu.

• Apakah pembagian tersebut dalam bentuk tunai atau pembelian kembali.

• Apakah perusahaan sebaiknya mempertahankan tingkat pertumbuhan deviden yang stabil.

Ada tiga pendapat yang bertentangan dengan kebijakan deviden yaitu sebagai berikut : 1) Deviden dibagikan sebesar – besarnya

Besarnya deviden yang dibagikan akan tergantung pada laba yang diperoleh perusahaan. Maksimum jumlah deviden yang dibagikan akan sama dengan laba yang diperoleh, hal tersebut tidak benar. Laba tidak perlu dibagiakan kalau memang diharapakan bias dipergunakan untuk dapat diinvestasikan kembali 2) Deviden tidak relevan

Perusahaan bisa membagikan deviden dan kemudian menerbitkan saham baru apabila ada kesempatan investasi yang menguntungkan. Bagi pemilik saham akibatnya akan sama saja apabila perusahaan membagikan deviden dan menerbitkan saham baru atau tidak membagi deviden dan tidak menerbitkan saham baru. 3) Deviden dibagikan sekecil mungkin

Pendapat ini mendasarkan diri pada kemungkinan adanya ketidaksempurnaan pasar modal. Perusahaan akan menanggung floatation costs kalau menerbitkan saham baru. Kalau telah memiliki uang yang bias dipergunakan unutk melakukan investasi. Karena adanya kesempatan investasi yang menguntungkan perusahaan tidak perlu membagikan deviden.

B. TEORI KEBIJAKAN DEVIDEN

a) Teori “Deviden Tidak Relevan” dari Modigliani dan Miller :

Menurut Modigliani dan Miller (MM) nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya DPR, tapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak ( EBIT ) dan kelas risiko perusahaan. Jadi menurut MM, deviden adalah tidak relevan. MM membuktikan pendapatnya secara metematis dengan asumsi pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional, tidak ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan saham baru, tidak ada pajak, kebijakan deviden tidak berpengaruh terhadap biaya modal sendiri dan kebijakan investasi perusahaan tidak berubah.

Modigliani dan Miller (MM) menyatakan bahwa deviden tidak relevan berdasarkan asumsi-asumsi di bawah ini:

1) Pasar modal sempurna, di mana para investor mempunyai kesamaan informasi, tidak ada biaya transaksi dan tidak ada pajak.

2) Para investor bersifat rasional.

3) Semua peserta pasar bersifat price-taker.

4) Adanya unsur ketidakpastian bagi arus pendapatan masa datang dan para investor mempunyai informasi yang sama.

5) Manajer dalam pengambilan keputusannya mengenai produksi dan investasinya disesuaikan dengan informasi tersebut.

6) Untuk memisahkan pengaruh deviden dan pengaruh leverage, maka semua perusahaan dianggap memiliki rasio D/S sama.

7) Perusahaan-perusahaan semestinya memiliki kelas risiko yang sama.

8) Perusahaan dengan produksi yang sekarang memiliki yield yang sama.

Beberapa ahli menentang pendapatan MM tentang deviden adalah tidak relevan dengan menunjukkan bahwa adanya biaya emisi saham baru akan mempengaruhi nilai perusahaan. Modal sendiri dapat berasal dari laba ditahan dan menerbitkan saham biasa baru. Jika modal sendiri berasal dari laba ditahan, biaya modal sendiri sebesar Ks (Biaya modal sendiri dari laba ditahan). Tapi bila berasal dari saham biasa baru, biaya modal sendiri adalah Ke (biaya modal sendiri dari saham biasa baru).

Yang mana :

Ke = Biaya Modal kerja Dari Saham Biasa Baru

Ks = Biaya Modal Kerja Dari Laba Ditahan

Di = Deviden Satun Mendatang

Po = Harga Saham Saat ini

g = Pertumbuhan Deviden atau Keuntungan

F = Biaya Emisi Saham.

Dari Rumus diatas dapat disimpulkan jika Po,Di dan g adalah sama, dapat disimpulkan bahwa Ke lebih besar dari pada Ks artinya perusahaan lebih suka menggunakan laba ditahan dari pada penerbitan saham baru, dan ada kemungkinan laba ditahan tidak cukup besar sehingga perusahaan harus menerbitkan saham baru. Sehingga semakin besar target laba ditahan maka semakin kecil kemungkinan perusahaan menerbitkan saham baru. Karena biaya modal sendiri ditentukan oleh besar kecilnya laba ditahan dan besar kecilnya laba ditahan ditentukan oleh DPR maka kebijakan deviden mempengaruhi nilai perusahaan. Beberapa ahli menyoroti asumsi tidak adanya pajak. Jika ada pajak maka penghasilan investor dari deviden dan dari capital gains (kenaikan harga saham) akan dikenai pajak. Seandainya tingkat pajak untuk deviden dan capital gains adalah sama, investor cenderung lebih suka menerima capital gains dari pada deviden karena pajak pada capital gains baru dibayar saat saham dijual dan keuntungan diakui / dinikmati. Dengan kata lain, investor lebih untung karena dapat menunda pembayaran pajak. Investor lebih suka bila perusahaan menetapkan DPR yang rendah, menginvestasikan kembali keuntungan dan menaikkan nilai perusahaan atau harga saham.

b) Teori “The Bird in the Hand”

Teori ini dikemukakan oleh Myron Gordon (1959) dan John Lintner (1956) yang berpendapat bahwa ekuitas atau nilai perusahaan akan turun apabila rasio pembayaran deviden dinaikkan, karena para investor kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan modal (capital gain) yang dihasilkan dari laba yang ditahan dibandingkan seandainya para investor menerima deviden. Gordon dan Lintner berpendapat bahwa sesungguhnya investor jauh lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari deviden daripada pendapatan yang diharapkan dari keuntungan modal.

MM dalam hal ini tidak setuju bahwa ekuitas atau nilai perusahaan tidak tergantung pada kebijakan deviden, yang menyiratkan bahwa investor tidak peduli antara deviden dengan keuntungan modal. MM menamakan pendapat Gordon-Lintner sebagai kekeliruan bird-in-the-hand, yakni: mendasarkan pada pemikiran bahwa investor memandang satu burung di tangan lebih berharga dibandingkan seribu burung di udara. Dengan demikian, perusahaan yang mempunyai devidend payout ratio yang tinggi akan mempunyai nilai perusahaan yang tinggi pula.

Namun menurut pandangan MM, kebanyakan investor merencanakan untuk menginvestasikan kembali deviden mereka dalam saham dari perusahaan bersangkutan atau perusahaan sejenis, dan dalam banyak kasus, tingkat risiko dari arus kas perusahaan bagi investor dalam jangka panjang hanya ditentukan oleh tingkat risiko arus kas operasinya, bukan oleh kebijakan pembagian deviden.

c) Teori Perbedaan Pajak

Jika capital gain dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada pajak atas deviden, maka saham yang memiliki pertumbuhan tinggi menjadi lebih menarik. Tetapi sebaliknya jika capital gain dikenai pajak yang sama dengan pendapatan atas deviden , maka keuntungan capital gain menjadi berkurang. Namun demikian pajak atas deviden karena pajak atas capital gain baru dibayar setelah saham dijual, sementara pajak atas devidenharus dibayar setiap tahun setelah pembayaran deviden .

Selain itu periode investasi juga mempengaruhi pendapatan investor. Jika investor hanya membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak ada bedanya antara pajak atas capital gain dan pajak atas deviden . Jadi investor akan meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang memiliki deviden yield yang tinggi daripada saham dengan deviden yield yang rendah. Oleh karena itu, teori ini menyarankan bahwa perusahaan sebaiknya menentukan deviden payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan deviden (Litzenberger dan Ramaswamy, 1979 dalam Saxena , 1999).

Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor mungkin lebih menyukai pembagian deviden yang rendah dari pada yang tinggi, yaitu:

1. Keuntungan modal dikenakan tarif pajak lebih rendah dari pada pendapatan deviden. Untuk itu investor yang kaya (yang memiliki sebagian besar saham) mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba ke dalam perusahaan. Pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikkan harga saham, dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan deviden yang pajaknya tinggi.

2. Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, sehingga ada efek nilai waktu.

3. Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang.

Karena adanya Keuntungan – keuntungan pajak ini. Para Investor mungkin lebih suka perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan. Jika demikian para investor akan mau membayar lebih tinggi untuk perusahaan yang pembagian devidennya rendah dari pada untuk perusahaan sejenis yang pembagian devidennya tinggi.

Jika manajemen percaya bahwa teori “ Deviden tidak relevan “ dari MM adalah benar, maka perusahaan tidak perlu memperdulikan berapa besar deviden yang harus dibagi, Jika mereka menganut teori “ The Bird in the Hand “, mereka harus membagi seluruh EAT dalam bentuk deviden. Dan bila manajemen cenderung mempercayai teori perbedaan pajak ( Tax Differential Theory ), mereka harus menahan seluruh EAT atau DPR = 0 %. Jadi ke 3 teori yang telah dibahas mewakili kutub – kutub ekstrim dari teori tentang kebijakan deviden. Sayangnya test secara empiris belum memberikan jawaban yang pasti tentang teori mana yang paling benar.

d) Teori “Signaling Hypothesis”

Di dalam teori ini Modigliani dan Miller berpendapat bahwa suatu kenaikan deviden yang diatas kenaikan normal biasanya merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa yang akan datang. Sebaliknya, suatu penurunan deviden yang dibawah penurunan normal diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan mengalami masa sulit di masa mendatang. Namun demikian sulit dikatakan apakah kenaikan atau penurunan harga setelah adanya kenaikan atau penurunan deviden semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau mungkin preferensi terhadap deviden.

Seperti teori deviden yang lain , teori “ Signaling Hypotesis “ ini juga sulit dibuktikan secara empiris. Adalah nyata bahwa perubahan deviden mengandung beberapa informasi. Tapi sulit dikatakan apakah kenaikan dan penurunan harga setelah adanya kenaikan dan penurunan deviden semata-mata disebabkan oleh efek “ sinyal “ atau disebabkan karena efek “ sinyal “ dan preferensi terhadap deviden.

e) Teori “Clientele Effect”

Teori ini menyatakan bahwa kelompok ( clientele ) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan deviden perusahaan.

Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu Devidend payout Ratio yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan.

Suatu kelompok yang berbeda dari pemegang saham menyukai kebijakan deviden yang berbeda pula. Ada kelompok yang lebih menyukai pendapatan tunai dan ada pula pemegang saham yang lebih memilih reinvestasi pendapatan deviden tersebut. Karena itu, ada kecenderungan suatu perusahaan untuk menarik kelompok investor yang menyukai kebijakan devidenya. (Modigliani dan Miller, 2001) Para investor yang menginginkan pendapatan investasi dalam periode berjalan sebaiknya memiliki saham perusahaan yang membagikan deviden dalam jumlah yang besar, sedangkan investor yang tidak membutuhkan penghasilan investor dalam periode berjalan dapat menanamkan uangnya dalam perusahaan.

Jika ada perbedaan pajak bagi individu ( misalnya orang lanjut usia dikenai pajak lebih ringan ) maka pemegang saham yang dikenai pajak tinggi lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang jika perusahaan membagi deviden yang kecil. Sebalinya kelompok pemegang saham yang dikenai pajak relatif rendah cenderung menyukai deviden yang besar.

Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari “ Clientele “ ini ada. Tapi menurut MM hal ini tidak menunjukkan bahwa lebih baik dari deviden kecil, demikian s ebaliknya. Efek “ Clientele “ ini hanya mengatakan bahwa bagi sekelompok pemegang saham, kebijakan deviden tertentu lebih menguntungkan mereka .

Residual Theory

Menurut teori ini, pembayaran deviden dilakukan jika perusahaan memiliki dana sisa setelah membiayai investasi-investasi yang memiliki Net Present value positif dengan menggunakan pendapatan perusahaan yang ditahan (retained earning). Dengan kata lain, perusahaan tidak akan membayarkan deviden jika tidak memiliki dana sisa.

Keputusan pembiayaan investasi dengan menggunakan pendanaan internal, yaitu dengan menggunakan pendapatan yang ditahan lebih disukai oleh perusahaan dibandingkan dengan pembiayaan eksternal karena biaya yang dikeluarkan akan lebih murah. Oleh karena itu, selama masih ada investasi yang dapat dibiayai dengan laba ditahan maka deviden yang akan dibayarkan akan semakin sedikit tergantung pada sisa dana internal yang ada.

Teori ini menjelaskan mengapa perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan cepat cenderung jarang membayarkan deviden atau memiliki rasio pembayaran deviden yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang pertumbuhannya sudah lambat karena ukurannya sudah besar. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi akan menahan pendapatannya untuk proyek-proyek investasi yang layak sehingga deviden payoutnya relatif kecil. Sedangkan perusahaan yang sudah besar tidak terlalu banyak lagi membiayai proyek-proyek investai sehingga dapat lebih banyak menggunakan pendapatannya untuk membayar deviden.

Pada prakteknya ada perusahaan yang menggunakan model residual devidend dimana deviden ditentukan dengan cara :

➢ Mempertimbangkan kesempat investasi perusahaan ;

➢ Mempertimbangkan target struktur modal perusahaan untuk menentukan besarnya modal sendiri yang dibutuhkan untuk investasi.

➢ Memanfaatkan laba ditahan untuk memenuhi kebutuhan akan modal sendiri tersebut semaksimal mungkin

➢ Membayar deviden hanya jika ada sisa laba.

Dengan demikian, besarnya deviden bersifat fluktuatif. Model Residual Devidend ini berkembang karena perusahaan lebih senang menggunakan laba ditahan dari pada menerbitkan saham baru untuk memenuhi kebutuhan modal sendiri, alasannya :

➢ Menerbitkan saham menimbulkan biaya emisi saham (flotation cost) , dan

➢ Menurut teori signaling hypothesis penerbitan saham baru sering salah artikan oleh investor bahwa perusahaan kesulitan keuangan sehingga menyebabkan penurunan harga saham.

Model Residual devidend menyebabkan deviden bervariasi jika kesempatan investasi perusahaan juga bervariasi (fluktuasi), Jika kita percaya pada teori signaling hypothesis, maka model ini sebaiknya tidak diguanakn secara kaku untuk menetapkan besarnya deviden secara year to year basis. Model ini lebih banyak digunakan sebagai penuntun untuk menetapkan sasaran payout ratio jangka panjang yang memungkinkan perusahaan memenuhi kebutuhan akan modal sendiri dengan laba ditahan.

MACAM-MACAM KEBIJAKAN DEVIDEN

Perusahaan harus memutuskan berapa besarnya keuntungan yang ditahan dan berapa besarnya yang akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai deviden. Keputusan ini penting karena menyangkut tanggung jawab terhadap pemegang saham yang telah menanamkan dananya dan juga terhadap pertumbuhan perusahaan. Ada tiga macam alternatif pembayaran deviden meurut Riyanto (1998):

➢ Kebijakan Deviden yang Stabil.

Kebijakan deviden yang stabil artinya jumlah deviden per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu tersebut meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi.

➢ Kebijakan deviden dengan penempatan jumlah deviden minimaL plus jumlah ekstra tertentu

Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal deviden per lembar saham setiap tahunnya dalam keadaan keuangan yang lebih baik, perusahaan akan membayarkan deviden ekstra diatas jumlah minimal tersebut. Tetapi di lain pihak kalau keadaan keuangan perusahaan memburuk, maka yang dibayarkan hanya deviden minimal saja.

➢ Kebijakan deviden dengan penetapan Devidend Payout Ratio yang konstan.

Kebijakan ini menetapkan devidend payout ratio yang konstan, misalnya 50%. Ini berarti bahwa jumlah deviden per lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan perkembangan keuntungan neto yang diperoleh setiap tahunnya.

➢ Kebijakan deviden yang fleksibel

Kebijakan ini menetapkan besarnya devidend payut ratio setiap tahunnya disesuaikan dengan posisi financial dan kebijakan financial dari pengaruh yang bersangkutan

Ada beberapa bentuk pemberian deviden secara tunai atau cash devidend yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham. Berikut ini beberapa bentuk kebijakan deviden menurut Sutrisno (2003) adalah:

➢ Kebijakan pemberian deviden stabil

Artinya deviden akan diberikan secara tetap perlembarnya untuk jangka waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi. Deviden stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan peningkatannya baik dan stabil, maka deviden juga akan ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa tahun. Kebijakan pemberian deviden yang stabil ini banyak dilakukan oleh perusahaan, karena beberapa alasan yakni (1) bisa meningkatkan harga saham, sebab deviden yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai resiko yang kecil, (2) bisa memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik dimasa yang akan datang, (3) akan menarik investor yang memanfaatkan deviden untuk keperluan konsumsi, sebab deviden selalu dibayarkan.

➢ Kebijakan deviden yang meningkat

Dengan kebijakan ini, perusahaan akan membayarkan deviden kepada pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil.

➢ Kebijakan deviden dengan rasio yang konstan

Kebijakan ini memberikan deviden yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh semakin besar deviden yang dibayarkan, demikian pula sebaliknya bila laba kecil deviden yang dibayarkan juga kecil. Dasar yang digunakan sering disebut devidend payout ratio (DPR).

➢ Kebijakan pemberian deviden regular yang rendah ditambah ekstra

Kebijakan pemberian deviden dengan cara ini, perusahaan menentukan jumlah pembayaran deviden per lembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan denganekstra devidend bila keuntungannya mencapai jumlah tertentu.

Kebijakan deviden stabil menurut Dr.Dermawan Sjahrial, M.M.(2002: 317) adalah jumlah deviden per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif lengkap selama jangka waktu tertentu meskipun laba per lembar saham per tahunnya berfluktuatif. Menurut Dr.Dermawan Sjahrial, M.M., (2002) alasan-alasan dilaksanakannya kebijakan pembayaran deviden stabil adalah:

a) Memberikan penjelasan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa-masa mendatang.

b) Banyak pemegang saham yang hidup dari pendapatan yang diterima dari deviden.

c) Pada banyak Negara dalam ketentuan pasar modalnya, hanya diijinkan menanamkan dananya dalam saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan yang menjalankan kebijakan pembayaran deviden yang stabil.

Dari uraian tersebut, ternyata kebijakan deviden tersebut menimbulkan dua akibat yang bertentangan, oleh karena itu penentuan besarnya deviden yang dibagikan kepada pemegang saham menjadi sangat penting dan merupakan tugas manajer keuangan yang harus mampu menentukan kebijakan yang akan menyeimbangkan deviden saat ini dan tingkat pertumbuhan deviden di masa yang akan datang agar memaksimumkan harga saham.

Deviden dipengaruhi oleh banyak variabel. Contoh, arus kas dan kebutuhan investasi suatu perusahaan mungkin berubah-ubah dengan cepat sehingga sulit untuk menentukan jumlah deviden tetap yang tinggi. Di pihak lain, perusahaan mungkin menginginkan pembayaran deviden yang tinggi untuk menyalurkan dana yang tidak di butuhkan untuk investasi (J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland (1998).

Hubungan positif antara kebijakan pembayaran deviden dan pergerakan harga saham telah didokumentasikan oleh beberapa peneliti. Studi klasik yang dilakukan oleh Linter (1956) dan Werner R. Murhadi (2008) memperoleh hasil:

1) Perusahaan lebih menekankan pembayaran deviden yang stabil, dan

2) Earning merupakan faktor penentu utama dalam kebijakan deviden.

FAKTOR –FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN DEVIDEN

Kebijakan deviden pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Usulan tim manajemen

Tim manajemen sebagai pihak yang mengetahui kondisi perusahaan, kondisi bisnis, dan kondisi perekonomian masa yang akan datang mengadakan usulan tentang berapa besarnya deviden yang harus dibagi dari laba bersih yang dihasilkan.

2. Peraturan hukum

Peraturan hukum tentang PT mengatur pembagian laba bersih agar pemegang saham minoritas tidak dirugikan.

3. Kondisi likuiditas perusahaan

Semakin likuid suatu perusahaan semakin sedikit masalah dalam pembayaran deviden.

4. Pengembangan usaha

Jika perusahaan mengembangkan usahanya maka laba bersih yang dibagi harus kecil karena perluasan usaha yang baik dibiayai dengan laba ditahan.

5. Pembayaran kembali utang jangka panjang

Jika perusahaan memiliki utang jangka panjang yang besar dan jumlah angsuran yang besar maka laba bersih yang dibagi harus kecil sehingga laba ditahan besar dan bisa digunakan untuk membayar angsuran utang jangka panjang..

6. Perjanjian Hutang

Pada umumnya perjanjian hutang antara perusahaan dengan kreditor membatasi pembayaran deviden. Misalnya, deviden hanya dapat diberikan jika kewajiban hutang telah dipenuhi perusahaan dan atau rasio – rasio keuangan menunjukkan bank dalam kondisi sehat.

7. Pembatasan saham preferen

Tidak ada pembayaran deviden untuk saham biasa jika deviden saham preferan belum dibayar.

8. Tersedianya kas

Deviden berupa uang tunai (cash devidend) hanya dapat dibayar jika tersedianya uang tuani yang cukup. Jika likuiditas baik, perusahaan dapat membayar deviden.

9. Kebutuhan dana untuk investasi

Perusahaan yang berkembang selalu membutuhkan dana baru untuk diinvestasikan pada proyek – proyek yang menguntungkan. Sumber dana baru yang merupakan modal sendiri (equity) dapat berupa penjualan sham baru dan laba ditahan. Manajemen cenderung memanfaatkan laba ditahan karena penjualan saham baru menimbulkan biaya peluncuran saham (flotation cost) . Oleh karena itu semakin besar kebutuhan dana investasi, semakin kecil deviden payout ratio.

10. Fluktuasi laba

Jika laba perusahaan dapat membagikan deviden yang relatif besar tanpa takut harus menurunkan deviden jika laba tiba–tiba merosot. Sebaliknya jika laba perusahaan berfluktuasi, deviden sebaiknya kecil agar kestabilannya terjaga. Selain itu, perusahaan dengan laba yang berfluktuasi sebaiknya tidak banyak menggunakan hutang guna mengurangi risiko kebangkrutan. Konsekuensinya laba ditahan menjadi besar dan deviden mengecil.

C. KEBIJAKAN DEVIDEN DALAM PRAKTIK

Pada prakteknya perusahaan cenderung memberikan deviden dengan jumlah yang relative stabil atau meningkat secara teratur. Asumsi yang mendasari adalah :

1) Investor melihat kenaikkan deviden sebagai tanda yang baik bahwa perusahaan lebih memiliki prospek yang cerah.

2) Hal ini membuat perusahaan lebih senang mengambil jalan sama yaitu tidak menurunkan deviden yang dibayar alias stabil.

Menjaga kestabilan tidak berarti menjaga deviden payout ratio tetap karena nominal deviden bergantung pada laba bersih perusahaan. Jika DPR tetap tetapi laba bersih berfluktuasi maka pembayaran devide juga berfluktuasi.

Pada umumnya, perusahaan akan menaikkan deviden hingga pada level dimana perusahaan akan dapat mempertahankannya di masa datang. Artinya, jika terjadi kondisi terburuk sekalipun, perusahaan dapat mempertahankan pembayaran devidennya.

Ada perusahaan yang menggunakan model “residual devidend“ dimana deviden ditentukan dengan cara :

1) Mempertimbangkan kesempat investasi perusahaan

2) Mempertimbangkan target struktur modal perusahaan untuk menentukan besarnya modal sendiri yang dibutuhkan untuk investasi

3) Memanfaatkan laba ditahan untuk memenuhi kebutuhan akan modal sendiri tersebut semaksimal mungkin

4) Membayar deviden hanya jika ada sisa laba.

Dengan demikian, besarnya deviden bersifat fluktuatif. Model “Residual Devidend“ ini berkembang karena perusahaan lebih senang menggunakan laba ditahan dari pada menerbitkan saham baru untuk memenuhi kebutuhan modal sendiri, alasannya :

➢ Menerbitkan saham menimbulkan biaya emisi saham (flotation cost)

➢ Menruut teori “signaling hypothesis“ penerbitan saham baru sering salah artikan oleh investor bahwa perusahaan kesulitan keuangan sehingga menyebabkan penurunan harga saham.

Model “Residual devidend“ menyebabkan deviden bervariasi jika kesempatan investasi perusahaan juga bervariasi (fluktuasi) , Jika kita percaya pada teori “ signaling hypothesis “. maka model ini sebaiknya tidak diguanakn secara kaku untuk menetapkan besarnya deviden secara “year to year basis“. Model ini lebih banyak digunakan sebagai penuntun untuk menetapkan sasaran payout ratio jangka panjang yang memungkinkan perusahaan memenuhi kebutuhan akan modal sendiri dengan laba ditahan.

LANGKAH-LANGKAH PEMBAYARAN DEVIDEN

Prosedur pembayaran deviden adalah pengumuman emiten atas deviden yang akan dibayarkan kepada pemegang saham yang disebut juga dengan tanggal pengumuman deviden (Ang, 1997). Berikut rincian tanggal-tanggal yang perlu diperhatikan dalam pembayaran deviden :

1) Tanggal pengumuman (declaration date).

Tanggal pengumuman merupakan tanggal yang mana secara resmi diumumkan oleh emiten tentang bentuk dan besarnya serta jadwal pembayaran deviden yang akan dilakukan. Pengumuman ini biasanya untuk pembagian deviden regular. Isi pengumuman tersebut menyampaikan hal-hal yang dianggap penting yakni:tanggal pencatatan, tanggal pembayaran, besarnya deviden kas per lembar.

2) Tanggal pencatatan (date of record).

Pada tanggal ini perusahaan melakukan pencatatan nama-nama pemegang saham. Para pemilik saham yang terdaftar pada daftar pemegang saham tersebut diberikan hak, sedangkan pemegang saham yang tidak terdaftar pada tanggal pencatatan tidak diberikan hak untuk memperoleh deviden.

3) Tanggal cum-devidend.

Tanggal ini merupakan tanggal hari terakhir perdagangan saham yang masih melekat hak untuk mendapatkan deviden baik deviden tunai maupun deviden saham.

4) Tanggal ex-devidend.

Tanggal perdagangan saham tersebut sudah tidak melekat lagi hak utnuk memperoleh deviden. Jadi jika investor membeli saham pada tanggal ini atau sesudahnya, maka investor tersebut tidak dapat mendaftarkan namanya untuk mendapatkan deviden .

5) Tanggal pembayaran (payment date).

Tanggal ini merupakan saat pembayaran deviden oleh perusahaan kepada para pemegang saham yang telah mempunyai hak atas deviden . Jadi pada tanggal tersebut, para investor sudah dapat mengambil deviden sesuai dengan bentuk deviden yang telah diumumkan oleh emiten (deviden tunai, deviden saham).

6) Tanggal distribusi (Distribution Date)

Hari dimana suatu deviden dibayarkan (tanggal pembayaran) kepada pemegang saham. Ini biasanya 2 minggu atau lebih sebelum pemegang saham yang memiliki saham tercatat pada tanggal pencatatan menerima deviden mereka.

Contoh, pada pertemuan deviden kuartalan yang diadakan tanggal 10 Juni, dewan direksi PT. Dewantara mengumumkan pembayaran deviden sebesar $0,80 deviden tunai bagi pemegang saham yang tercatat pada tanggal 1 Juli. PT. Dewantara memiliki 100.000 lembar saham yang beredar. Tanggal pembayaran/distribusi ditentukan tanggal 1 Agustus. Sebelum pertemuan, berikut data yang ditunjukkan:

Ketika deviden diumumkan oleh dewan direksi, $80.000 ($0,80/lembar x 100.000 lembar) dari laba ditahan (retained earning) ditransfer ke rekening deviden yang dibayar (deviden payable), sehingga rekening berubah berikut:

Saham PT. Dewantara mulai diperdagangkan tanpa hak deviden (ex devidend date) pada tanggal 25 Juni, yaitu 4 hari sebelum tanggal pencatatan, 1 Juli. Tanggal ini ditetapkan dengan mengurangkan 6 hari (4 hari + 2 hari, karena ada 2 hari akhir pekan, libur transaksi) dari tanggal 1 Juli. Pemegang saham yang terakhir tercatat pada tanggal 24 Juni atau sebelumnya akan menerima hak deviden, sedangkan pembelian saham yang terjadi pada tanggal 25 Juni dan setelahnya tidak berhak atas deviden. Jika diasumsikan pasar stabil, harga saham diharapkan turun sebesar $0,80/lembar pada tanggal 25 Juni. Ketika pembayaran tanggal 25 Agustus tiba, perusahaan akan mengirimkan pembayaran kepada pemegang saham, dan akan dicatat seperti berikut:

Pengaruh bersih pembayaran deviden adalah penurunan asset perusahaan (terjadi penurunan dalam rekening kas, cash) dan ekuitas (terjadi penurunan dalam rekening laba ditahan, retained earning) sebesar total $80.000 (pembayaran deviden)

Jika pemegang saham memutuskan untuk mengivestasikan kembali bagian deviden yang diterimanya dengan membeli tambahan saham baru, maka keputusan ini dikenal dengan deviden reinvestment plan, DRIP.

POLA PEMBAYARAN DEVIDEN

Keputusan mengenai deviden payout ratio adalah keputusan yang menyangkut bagaimana cara dan dalam bentuk apa deviden dibayarkan kepada pemegang saham. Ada beberapa pola pembayaran deviden yang dapat dipilih sebagai alternatif deviden payout ratio perusahaan, yaitu :(Ang, 1997)

➢ Stable and Occasionally Increasing Devidend per-share.

Kebijakan ini menetapkan deviden per saham yang stabil, selama tidak ada peningkatan yang permanen dalam earning power dan kemampuan membayar deviden . Manajemen akan menaikkan deviden , jika ada keyakinan bahwa tingkat yang lebih tinggi tersebut dapat dipertahankan. Hal ini dilandasi adanya psikologi pemegang saham, dimana bila deviden naik maka akan menaikkan juga harga saham dan sebaliknya.

➢ Stable Deviden d per-share.

Dasar pemikirannya adalah bahwa pasar mungkin akan menilai suatu saham lebih tinggi bila deviden yang diharapkan tetap stabil daripada bila deviden berfluktuasi. Perusahaan yang memilih cara ini akan membayar deviden dalam jumlah yang tetap (stable amount) dari tahun ke tahun.

➢ Stable Payout Ratio

Dalam pola pembayaran deviden ini, jumlah deviden dihitung berdasar suatu prosentase tetap (constant) dari laba (earnings). Bila laba berfluktuasi, maka jumlah deviden yang dibayarkan kepada pemegang saham pun akan ikut berfluktuasi.

➢ Regular Devidend plus Extras

Dalam cara ini, deviden regular ditetapkan dalam jumlah yang diyakini oleh manajemen mampu dipertahankan di masa mendatang tanpa menghiraukan fluktuasi laba dan kebutuhan investasi modal. Bila tambahan kas tersedia, perusahaan memberikan deviden ekstra (bonus) kepada pemegang saham. Pola ini mengakui bahwa deviden mempunyaikandungan informasi, sehingga dengan pemberian deviden ekstra dapat menarik minat pemodal yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan harga saham.

➢ Fluctuating Devidends and Payout Ratio.

Dalam pola pembayaran ini besarnya deviden dan payout ratio disesuaikan dengan perubahan laba dan kebutuhan investasi modal perusahaan untuk setiap periode. Oleh karena itu besar deviden dan payout ratio yang dibayarkan berfluktuasi mengikuti fluktuasi laba dan kebutuhan investasi.

D. STOCK REPURCHASE, STOCK DEVIDEN DAN STOCK SPLIT

Bentuk-bentuk deviden yang akan dibagikan kepada pemegang saham biasa berupa:

➢ Deviden Tunai (Cash Devidend)

Deviden tunai adalah suatu bentuk pembagian deviden kepada para pemegang saham dalam bentuk kas (tunai). Pembagian deviden tunai bisa dilakukan secara berkala seperti per semester, per tahun, dan per kuartal.

➢ Deviden Saham ( Stock Deviden )

Merupakan pembayaran kepada pemegang saham biasa berupa tambahan jumlah lembar saham. Hal ini dinyatakan dengan merubah catatan modal sendiri para pemegang saham pada neraca perusahaan. Dengan adanya deviden saham ini kepemilikan para pemegang saham di dalam perrusahaan proporsinya tetap sama atau tidak berubah.

Contoh A :

Tahun 2012 PT Himaku mempunyai struktur modal sendiri sebagai berikut :
|Struktur Modal Sendiri |
|Saham biasa : (Nominal Rp.1.000 x 500.000 lbr) |Rp. 500.000.000 |
|Tambahan Modal |Rp. 80.000.000 |
|Laba ditahan |Rp. 260.000.000 |
|Total Modal Sendiri |Rp. 840.000.000 |

PT Himaku membayar deviden saham sebesar 10% dari saham beredar yaitu berjumlah 10% x 500.000 lembar = 50.000 lembar saham tambahan. Nilai pasar saham tersebut adalah Rp.2.500 setiap lembarnya. Untuk setiap 10 lembar saham yang dimiliki, pemegang saham menerima satu lembar tambahan. Struktur modal perusahaan setelah distribusi deviden saham adalah :

|Struktur Modal Sendiri |
|Saham biasa : (Nominal Rp.1.000x550.000 lbr) |Rp. 550.000.000 |
|Tambahan Modal |Rp. 155.000.000 |
|Laba ditahan |Rp. 135.000.000 |
|Total Modal Sendiri |Rp. 840.000.000 |

Dengan pembayaran deviden saham, maka nilai saham sebesar Rp. 2.500 x 50.000 lembar = Rp. 125.000.000 dipindah dari laba ditahan keperkiraan saham biasa dan tambahan modal. Maka nilai nominal saham tetap sama sebesar Rp. 1.000 perlembar. Kenaikan jumlah saham biasa dicerminkan kenaikan sebesar Rp. 1.000 x 50.000 lembar diperlihatkan dalam perkiraan saham biasa. Sisa sebesar nilai saham sebesar Rp. 125.000.000 – 50.000.000 = Rp. 75.000.000 masuk keperkiraan tambahan modal, sedangkan total modal sendiri perusahaan tersebut tetap sama yaitu sebesar RP. 840.000.000.

Maka EPS ( Earning Pershare ) mengalami perubahan, misal mulanya EAT adalah Rp. 130.000.000 maka EPS adalah 130 juta : 500.000 lembar = Rp.260. Jadi EPS setelah pembagian deviden saham sebanyak 50.000 lembar menjadi Rp.130.000.000 : 550.000 lembar = Rp.236,36.

CONTOH B :

PT Beta mempunyai struktur modal sebagai berikut (sebelum penerbitan deviden saham).

Saham biasa (Rp. 500,- nominal, 4000 lembar) = Rp. 2.000.000

Agio saham = Rp. 1.000.000

Laba ditahan = Rp. 7.000.000

Modal sendiri bersih = Rp10.000.000

Perusahaan Beta membayar deviden saham 5% atau sebanyak 200 lembar (5% x 4000 lembar).

Nilai pasar saham Rp. 4.000 setiap pemegang saham 20 lembar saham menerima 1 lembar deviden saham:

Saham biasa (Rp. 500 nominal, 4200 lembar) = Rp. 2,100.000

Agio saham = Rp. 1,700.000

Laba ditahan = Rp. 6,200.000

Modal sendiri = Rp. 10 miliar

Keterangan :

• Laba ditahan berkurang Rp. 800.000, yaitu deviden saham 200 lembar x harga pasar Rp. 4.000.

• Saham biasa ditambah Rp. 100.000, yaitu 200 lembar saham baru x nilai nominal saham biasa Rp. 5.00,-

• Agio saham bertambah Rp. 700.000, yaitu 200 lembar saham baru x (Rp. 4000 - Rp. 500) atau saham pasar - harga nominal.

• Jika laba setelah pajak Rp. 1 miliar. EPS (Earning Per Share) = Rp. 250 (1.000.000/4.000). Setelah deviden saham menurun menjadi Rp. 2.38(Rp 1.000.000/4.200 lembar saham),

1) Stock Repurchase

Sebagai alternatif terhadap pemberian deviden berupa uang tunai (cash deviden), perusahaan dapat mendistribusikan pendapatan kepada pemegang saham dengan cara membeli kembali saham perusahaan (repurchasing stock).

Harga stock repurchase pada ekilibrium dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

dimana :

P* : harga stock repurchase equilibrium

S : jumlah saham beredar sebelum stock repurchase

Pc : harga saham saat ini sebelum stock repurchase

N : jumlah lembar saham yang akan dibeli kembali oleh perusahaan.

➢ Keuntungan stock repurchase bagi pemegang saham

a. Stock repurchase sering di pandang sebagai tanda positif bagi investor karena pada umumnya stock repurchase dilakukan jika perusahaan merasa bahwa saham “undervalued“.

b. Stock repurchase mengurangi jumlah saham yang beredar dipasar. Setelah stock repurchase ada kemungkinan harga saham naik.

➢ Kerugian stock repurchase bagi pemegang saham

a. Perusahaan membeli kembali saham dengan harga yang terlalu tinggi sehingga merugikan pemegang saham yang tidak menjual kembali sahamnya.

b. Keuntungan stock repurchase dalam bentuk capital gains, padahal sebagian investor menyukai deviden.

➢ Keuntungan stock repurchase bagi perusahaan

a. Menghindari kenaikan deviden. Jika deviden naik terlalu tinggi dikhawatirkan di masa mendatang perusahaan terpaksa membagi deviden yang lebih kecil (pada masa sulit atau banyak kebutuhan dana investasi) yang dapat memberi petanda negatif. Stoc repurchase merupakan alternatif yang baik untuk mendistribusikan penhasilan yang diatas normal (extraordinary earnings) kepada pemegang saham.

b. Dapat digunakan sebagai strategi untuk mengacau usaha pengambil–alihan perusahaan (yang biasanya dilakukan dengan cara membeli saham sebanyak –b anyaknya hingga mencapai jumlah saham mayoritas) Stock repurchase dapat menggalkan usaha ini.

c. Mengubah struktur modal perusahaan. Misalnya, perusahaan ingin meningkatkan rasio hutang dengan cara menggunakan hutang baru untuk membeli kembali saham yang beredar.

d. Saham yang ditarik kembali dapat dijual kembali ke pasar jika perusahaan membutuhkan tambahan dana. ➢ Kerugian stock repurchase bagi perusahaan

a. Dapat merusak image perusahaan karena sebagian investor merasa bahwa stock repurchase merupakan indikator bahwa manajemen perusahaan tidak mempunyai proyek – proyek baru yang baik. Namun demikian, jika perusahaan benar – benar tidak memiliki kesempatan investasi yug baik, ia memang sebaiknya mendistribusikan dana kembali kepada pemegang saham. Tidak banyak bukti empiris yang mendukung alasan ini.

b. Setelah stock repurchase, pasar mungkin merasa bahwa risiko perusahaan meningkat sehingga dapat menurunkan harga saham.

Jika harus memilih antara stock repurchase dan pembayaran deviden tunai, pada pasar yang sempurna (dimana tidak ada pajak , biaya komisi untuk jual – beli saham dan efek sinyal dari pemberian deviden), investor akan indifferent terhadap ke 2 pilihan. Pada pasar yang tidak sempurna, investor mungkin akan memiliki preferensi terhadap salah satu dari ke 2 alternatif tersebut. Disinilah 2 alternatif yang dapat digunakan untuk membeli kembali saham :

➢ Self Tender Offer

adalah tawaran perusahaan untuk membeli kembali sahamnya pada harta tertentu ( diatas harga pasar ). Pemegang saham dapat memilih, memnjual atau tetap memilikinya Biasanya periode penawaran antara 2 – 3 minggu. Biaya transaksinya tinggi dari biaya transaksi biaya di pasar terbuka.

➢ Open Market Purchase

Perusahaan dapat melakukan pembelian saham kembali di pasar terbuka (melalui pialang ). Waktu membeli lebih lama untuk membeli dalam jumlah besar. melalui mekanisme pasar (bursa). Hal ini dapat dilakukan jika saham tersebut diperjualbelikan di bursa efek.

Contoh Kasus adalah sebagai berikut:

PT ADI JAYA menghasilkan laba bersih setelah pajak (EAT) Rp2.500.000,- perusahaan akan membeli kembali 20% atas saham yang beredar. Saat ini saham yang beredar adalah sebanyak 400.000 lembar saham dengan harga pasar Rpl7,50, per lembar. Perusahaan akan menggunakan dana sebanyak Rp500.000,- yang rencana nya akan membeli kembali sebanyak 25.000 lembar saham melalui tender offer dengan harga Rp20,-. Perhitungan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

Sesudah dilakukan pembelian kembali, hal itu dapat dirumuskan sebagai berikut.

Expected Market Price adalah : 2,8 x 6,67 = Rp 18,67,-

Contoh Kasus :

PT.WANTOJAYA mempertimbangkan untuk membagikan labanya sebesar Rp. 140.000.000 dalam bentuk deviden kas atau melakukan pembelian kembali sahamnnya . informasi keuangan sebagai berikut :

|EAT |Rp. 180.000.000 |
|Jumlah saham beredar |500.000 lembar |
|EPS |Rp.360 |
|Harga pasar saham sekarang |Rp.6000 |
|Deviden per lembar yang diharapkan |Rp.280 |

Karena investor mengharapkan deviden kas per lembar saham sebesar Rp.280 yaitu Rp.140.000.000 : 500.000 lembar, maka nilai saham menjadi Rp 6000 + Rp.280 = Rp.6.280

Misalkan perusahaan membeli kembali sebagian sahamnnya dan melakukan penawaran pada harga Rp. 6.280 perlembar , sehingga mampu membeli sebanyak Rp.140.000.000 : Rp.6280 = 22.293 lembar. Maka EPS setelah pembelian kembali adalah Rp. 180.000.000 : ( 500.000 – 22.293 lembar ) = Rp. 377 . Apabila PER setelah deviden Rp.6.000 : 360 = 17 kali.

Apabila ratio itu tetap setelah pembelian saham kembali, maka harga perlembar saham adalah 17 x Rp.377 = 6.409.

2) Stock Split dan Stock Deviden

Stock split adalah tindakan peusahaan memecahkan saham yang beredar menjadi bagian yang lebih kecil. Contoh, two fo one selembar saham dengan nilai nominal 500. Setelah stock split maka jumlah saham beredar akan bertambah tetapi modal perusahaan tetap. Begitu juga dengan pemegang saham, kekayaan mereka tidak bertambah, hanya memegang saham lebih banyak dengan nilai nominal yang kecil, karena kenaikan jumlah saham diimbangi dengan penurunan nilai saham. Stock devidend juga tidak menambah kekayaan pemegang saham.

Deviden saham adalah deviden yang dibayar dalam bentuk saham. Contoh three for one stock devidend artinya satu lembar saham mendapat deviden 3 lembar saham. Dengan demikian terjadi perubahan struktur modal. Dampaknya akan menurunkan nilai saham.

Alasan mengapa deviden dibayar dalam bentuk saham karena perusahaan mengalami kesulitan likuiditas. Contoh, perusahaan memperoleh laba bersih Rp 2.000, devidend payout ratio 50%, jumlah saham yang beredar 1.000 per lembar. Harga pasar saham Rp 10. Perusahaan menggunkan 50% laba bersih untuk dibayarkan sebagai deviden saham atau akan menambah 100 lembar saham. EPS dapat dihitung sebagai berikut :

Nilai saham turun dari Rp 10 menjadi Rp 9,09

Walaupun tidak ada keuntungan, sebuah perusahaan tetap melakukan stock split dan stock deviden, dengan alasan :

➢ Stock split dilakukan untuk menjaga harga saham agar tetap pada harga pasar yang optimal sehingga saham tetap diperjual belikan banyak orang. Harga saham yang tinggi akan menyulitkan investor untuk membeli saham tersebut sehingga dapat menurunkan permintaan.

➢ Stock deviden digunakan untuk menghemat kas atau perusahaan dalam keadaan kesulitan likuiditas. Masalah yang muncul jika perusahaan tidak membagi deviden tunai investor bisa salah persepsi terhadap emiten. Akibatnya harga saham bisa turun, sehingga untuk menghindari efek negatif ini perusahaan dapat membagi stock deviden sebagai pengganti deviden kas.

Meskipun stock split dan stock deviden tidak berbeda secara pertimbangan ekonomis tapi perlakuan akuntansinya berbeda. Untuk stock deviden perusahaan harus melakukan kapitalisasi nilai pasar dari stock deviden dengan cara mentransfer sejumlah rupiah dari stock deviden ke rekening modal.

Stock split juga merupakan kebijakan untuk meningkatkan jumlah lembar saham dengan cara pemecahan jumlah lembar saham menjadi jumlah lembar yang lebih banyak dengan pegurangan nilai nominal saham yang lebih kecil secara proporsional. Oleh karena itu dengan stock splits harga saham menjadi lebih murah.

Dengan demikian, sebenarnya stock split tidak menambah nilai dari perusahaan atau dengan kata lain stock split tidak mempunyai nilai ekonomis. Melakukan pemecahan dalam hal, yaitu menambah jumlah saham dengan cara melalui pengurangan nilai nominalnya.

Pada contoh SOAL B, jumlah lembar saham 4000 lembar saham menjadi 2 x 4.000 lembar = 8.000 lembar. Harga nominal saham menjadi Rp. 250 (Rp. 500/2). Dengan demikian struktur modal tidak berubah, dan nilai jual saham biasa, agio, dan laba tidak mengalami perubahan. Tetapi harga nominal dan lembar saham berubah proporsional.

Misal dengan kasus yang beda dari saham diatas nilai nominal Rp.1.000,- perlembar dipecah menjadi 2 lembar dengan nilai nominal masing-masing sebesar RP. 500 perlembar, maka pemecahan saham tersebut terlihat sebagai berikut :

|Sebelum pemecahan |
|Saham biasa : (Nominal Rp.1.000x500.000 lbr) |Rp. 500.000.000 |
|Tambahan Modal |Rp. 80.000.000 |
|Laba ditahan |Rp. 260.000.000 |
|Total Modal Sendiri |Rp. 840.000.000 |

|Setelah pemecahan |
|Saham biasa : (Nominal Rp.500 x 1.000.000 lbr) |Rp. 500.000.000 |
|Tambahan Modal |Rp. 80.000.000 |
|Laba ditahan |Rp. 260.000.000 |
|Total Modal Sendiri |Rp. 840.000.000 |

Dari kasus diatas deviden kas yang diterima pemegang saham sebelum pemecahan adalah Rp. 200 perlembar saham, jadi yang memiliki saham 100 lembar akan menerima deviden kas adalah Rp. 20.000, tapi setelah pemecahan adalah 200 lembar x 200 = Rp. 40.000.

➢ Tujuan dari stock split:

• Menurunkan harga saham, sehingga menarik pembeli/investor.

• Diharapkan harga akan meningkat.

• Menguntungkan bagi investor, jika deviden yang dibayar lebih besar, misalnya sebelum dipecahkan membayar deviden Rp. 2.000 per lembar. Setelah dipecahkan hanya membayar deviden Rp. 1.250 per lembar, maka investor akan menerima deviden Rp. 2.500 dengan nilai penyertaan yang sama besarnya.

➢ Perbedaan antara antara stock splits dan stock deviden adalah:

• Stock split merupakan pemecahan nilai saham ke dalam nilai nominal yang lebih kecil sehingga jumlah lembar saham yang beredah bertambah.

• Stock deviden merupakan pemindahbukuan dari rekening laba ditahan ke dalam rekening modal saham.

➢ Persamaan antara antara stock splits dan stock deviden

• Keduanya mengakibatkan jumlah lembar saham yang beredar bertambah

• Tidak terdapat pendistribusian kas dalam kedua bentuk tersebut

• Tidak terjadi perubahan pada total modal sendiri hanya komposisinya yang berubah.

TATA CARA PEMBAGIAN DEVIDEN

Berikut ini tata cara pembagian deviden secara tunai:

1) Menentukan tanggal dan jam pendaftaran pemegang saham yang berhak menerima pembagian deviden tunai kepada perseroan/perusahaan yang bersangkutan.

2) Menentukan distribusi pembagian deviden tunai, dapat melalui:

• PT Kustodian Sentral Efek Indonesia atau KSEI (koloktif)

• Broker

Hal ini tergantung lewat perantara mana pemegang saham mengalokasikan bagian deviden tunainya.

3) Menentukan tanggal dan jam pembagian deviden tunai kepada pemegang saham yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan.

4) Menentukan tarif dan perhitungan pajak.

5) Menentukan tarif dan perhitungan pajak bagi pemegang saham apabila yang bersangkutan merupakan wajib pajak luar negeri.

Untuk lebih jelasnya berikut contoh surat pemberitahuan mengenai tata cara pembagian deviden tunai oleh Bank BNI kepada para pemegang saham:

|PEMBERITAHUAN KEPADA PEMEGANG SAHAM |
|MENGENAI JADWAL DAN TATA CARA PEMBAGIAN DEVIDEN TUNAI |
|PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk |
|("PERSEROAN") |

Sehubungan dengan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan Perseroan yang diadakan pada tanggal 23 Mei 2007 bertempat di Hotel Shangri-La, Kota BNI, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 1, Jakarta 10220, dengan ini diberitahukan bahwa Perseroan akan membagikan Deviden Tunai kepada Pemegang Saham Perseroan dari Laba Bersih Perseroan Tahun Buku 2006, yaitu sebesar Rp 962.922.336.500,- atau setiap 1 saham berhak menerima Deviden Tunai sebesar Rp. 72,50.

Berkenaan dengan hal tersebut, Perseroan mengumumkan Jadwal dan Tata Cara Pembagian Deviden Tunai Tahun Buku 2006 sebagai berikut:

➢ Jadwal Pembagian Deviden 1. Cum Deviden di Pasar Reguler dan Negosiasi: tanggal 13 Juni 2007 2. Ex Deviden di Pasar Reguler dan Negosiasi: tanggal 14 Juni 2007 3. Cum Deviden di Pasar Tunai: tanggal 18 Juni 2007 4. Ex Deviden di Pasar Tunai: tanggal 19 Juni 2007 5. Recording date Daftar Pemegang Saham yang berhak atas Deviden Tunai: tanggal 18 Juni 2007 6. Pembayaran Deviden Tunai: tanggal 2 Juli 2007

➢ Tata Cara Pembagian Deviden

1. Deviden Tunai akan dibagikan kepada Pemegang Saham yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan pada tanggal 18 Juni 2007 sampai dengan pukul 16.00 WIB.

2. Bagi Pemegang Saham yang telah melakukan konversi saham-sahamnya (sahamnya dicatatkan dalam penitipan kolektif pada PT Kustodian Sentral Efek Indonesia atau KSEI), deviden akan dikreditkan ke dalam rekening efek Perusahaan Efek atau Bank Kustodian di salah satu Bank Pembayar KSEI. Konfirmasi tertulis mengenai hasil pendistribusian Deviden Tunai akan disampaikan oleh KSEI kepada Perusahaan Efek dan atau Bank Kustodian. Untuk selanjutnya Pemegang Saham akan menerima informasi saldo Rekening Efeknya dari Perusahaan Efek dan atau Bank Kustodian dimana Pemegang Saham membuka rekeningnya.

3. Bagi Pemegang Saham yang belum melakukan konversi saham, deviden akan dibayarkan dengan cara mengirimkan Surat Pemberitahuan Pembayaran Deviden ("SPPD"), ke alamat para Pemegang Saham yang bersangkutan. Deviden akan dibayarkan secara tunai di seluruh cabang BNI sesuai dengan jadwal tersebut di atas selama jangka waktu 5 ( lima ) tahun sejak tanggal pembayaran deviden yaitu tanggal 2 Juli 2007. Dalam hal deviden tidak diambil dalam jangka waktu tersebut, maka deviden hanya dapat dicairkan di BNI Kantor Layanan Wisma 46, Komplek Kota BNI, Jl. Jend. Sudirman Kav.1 Jakarta 10220. Bagi pemegang saham yang menghendaki pembayaran dengan cara pemindahbukuan (Bank Transfer), diharapkan untuk memberitahukan nama Bank serta nomor rekeningnya kepada Biro Administrasi Efek Perseroan yaitu:

PT Datindo Entrycom, Puri Datindo belakang Wisma Diners Club Annex, Jl. Jend. Sudirman Kav. 34-35, Jakarta 10220 Telp: (021) 5709009, Fax: (021) 5709026

paling lambat tanggal 18 Juni 2007 sampai dengan pukul 16.00 WIB. Transfer hanya akan dilakukan ke rekening atas nama yang sama dengan nama Pemegang Saham dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan dan jumlah deviden yang akan ditransfer berjumlah minimal Rp 10.000,- (sepuluh ribu Rupiah).

4. Dimulainya pembayaran deviden ke dalam rekening efek Perusahaan Efek atau Bank Kustodian di KSEI adalah tanggal 2 Juli 2007.

5. Deviden tunai tersebut akan dikenakan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Jumlah pajak yang dikenakan akan menjadi tanggungan Pemegang Saham yang bersangkutan serta dipotong dari jumlah deviden tunai akhir yang menjadi hak Pemegang Saham yang bersangkutan.

6. Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-08/Pj.35/1993 jo. S-101/Pj.43/ 1996, para pemegang saham berkewarganegaraan asing yang negaranya mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia , wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili dari negara asalnya atau copy surat tersebut yang telah dilegalisasi Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Go Publik kepada PT Datindo Entrycom atau KSEI, selambat-lambatnya tanggal 18 Juni 2007 pukul 16.00 WIB. Tanpa adanya surat tersebut di atas, deviden yang dibayarkan kepada Pemegang Saham Asing akan dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif 20%.

Jakarta, 25 Mei 2007 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Direksi E. PEMBELIAN KEMBALI SAHAM

Sebagai alternatif pembagian saham pada pemegang saham, perusahaan dapat menyalurkan labanya dengan membeli kembali saham perusahaan. Ada 3 metode untuk membeli kembali saham,yaitu :

1. Open market

Yaitu membeli saham melaui pialang saham. Metode ini akan menyebabkan harga saham perusahaan akan naik dan ada biaya komisi pialang.

2. Tender offer

Yaitu membuat penawaran fornal untuk membeli saham dalam jumlah tertentu dan harga tertentu.

3. Negotiated basis

Yaitu membeli saham pada satu atau lebih pemegang saham.

Saham yang dibeli kembali oleh perusahaan yang mengeluarkan disebut saham treasury (treasury stock). Dengan demikian makin sedikit saham beredar dampaknya akan menaikan pendapatan persahaan. Jika pendapatan per saham naik, maka nilai saham akan naik.

Contoh, perusahaan memperoleh laba bersih Rp 2.000, devidend payout ratio 50%, jumlah saham yang beredar 1.000, harga pasar saham Rp 4. Perusahaan dapat menggunakan 50% laba bersih untuk membeli saham yang beredar dengan harga Rp 5 atau akan mendapat 200 lembar saham dan akan mengurangi jumlah saham yang beredar. EPS dapat dihitung sebagai berikut : [pic] [pic] [pic] [pic]

Keuntungan pembelian kembali bagi pemegang saham, yaitu :

➢ Dapat mengurangi jumlah saham yang beredar sehingga ada kemungkinanharga sahamnya akan naik.

➢ Dipandang sebagai suatu hal yang positif karena perusahaan melakukan pembelian kembali saham jika dipandang harga sahamnya undervalue.

Kerugian bagi pemegang saham,yaitu :

➢ Perusahaan membeli dengan harga terlalu tinggi sehingga merugikan pemegang saham yang tidak menjual sahamnya.

➢ Dengan adanya pembelian kembali saham maka keuntungan yang didapat adalah capital gainpadahal investor lebih menyukai deviden.

Keuntungan yang didapatkan perusahaan dalam pembelian kembali saham :

➢ Menghindari kenaikan deviden karena jika deviden terlalu tinggi maka dikhawatirkan di masa datang perusahaaan terpasa membagi deviden lebih rendah yang memberi sinyal negatif bagi investor.

➢ Dapat digunakan untuk menggagalkan usaha pengambilalihan perusahaan dengan cara membeli kembali saham sebanyak-banyaknyasehingga menjadi pemegang saham mayoritas.

➢ Mengubah struktur modal perusahaan

➢ Saham yamg dibeli dapat dijual kembali jika perusahaan membutuhkan uang.

Kerugaian bagi perusahaan yang telah membali kembali sahamnya :

➢ Dapat merusak image perusahaan karena bagi investor pembelian kembali saham merupakan sinyal bahwa perusahaan tidak mempunyai proyek-proyek investasi yang bagus.

➢ Pasar mungkin akan mersa bahwa resiko pereusahaan akan meningkat sehingga menurunkan harga sahamnya.

F. CONTOH KASUS DAN ANALISIS

Diketahui struktur modal PT. WIDJAYA sebagai berikut : Saham biasa (@ 1000, 4000 lbr) = Rp. 4.000.000 Agio saham = Rp. 2.000.000 Laba ditahan = Rp. 14.000.000 + Jumlah modal sendiri = Rp. 20.000.000 Jika perusahaan melakukan :

1. Stock deviden sebesar 10% dari lembar saham biasa sedangkan harga pasar Rp. 1500/lembar. Tentukan struktur modal baru setelah dilakukan stock deviden dan berikan analisanya ! 2. Stock splits “two to one”. Tentukan struktur modal baru setelah stock splits dan berikan analisanya ! 3. Reverse splits “one to four”. Tentukan struktur modal baru setelah reverse splits dan berikan analisanya ! Jawab : 1) Stock deviden = 10% x 4000 = 400 Saham biasa = 1000 x (400 + 4000) = 4.400.000 Agio saham = 2.000.000 + (400(1500-1000)) = 2.000.000 + 200.000 = 2.200.000 LYD = 14.000.000 – (400 x 1500) = 14.000.000 – 600.000 = 13.400.000

Struktur modal baru PT. WIDJAYA adalah sebagai berikut : Saham biasa (@1000,4.400. lbr) = Rp. 4.400.000 Agio saham = Rp. 2.200.000 Laba ditahan = Rp. 13.400.000 + Jumlah modal sendiri = Rp. 20.000.000

Analisa : jika perusahaan melakukan stock deviden 10%, maka jumlah lembar saham akan berkurang menjadi 400 lembar, agio saham bertambah menjadi Rp. 2.200.000 dan laba ditahan berkurang menjadi Rp. 13.400.000.

2) Stock spilts “two to one” b x jumlah lembar a x nilai nominal a b (2 x 4000 )= 8000 1 x 1000 = 500 1 2 Jadi, struktur modal baru PT. WIDJAYA adalah sebagai berikut : Saham biasa (@500,8000 lembar) = Rp. 4.000.000 Agio saham = Rp. 2.000.000 Laba ditahan = Rp. 14.000.000 + Jumlah modal sendiri = Rp. 20.000.000

Analisa : Jika perusahaan melakukan stock splits “two to one”, maka jumlah lembar saham bertambah menjadi 8000 lembar, sedangkan nilai nominal saham akan berkurang menjadi Rp. 500/lembar.

3) Reverse splits “one to four” a x jumlah lembar b x nilai nominal b a 1 x 4000 = 1000 4 x 1000 = 4000 4 1 Jadi, struktur modal baru PT. WIDJAYA adalah sebagai berikut : Saham biasa (@4000,1000 lembar) = Rp. 4.000.000 Agio saham = Rp. 2.000.000 Laba ditahan = Rp. 14.000.000 + Jumlah modal sendiri = Rp. 20.000.000

Analisa : jika perusahaan melakukan reverse splits “one to four”, maka jumlah lembar saham berkurang menjadi 1000 lembar, sedangkan nilai nominal bertambah menjadi Rp. 4000/lembar.

BAB III
PENUTUP

➢ Kesimpulan

1) Kebijakan deviden menyangkut keputusan untuk membagikan laba sebagai deviden atau menahannya guna diinvestasikan kembali di dalam perusahaan (laba ditahan). deviden adalah laba yang diperoleh perusahaan untuk dibagikan kepada pemegang saham.

2) Kebijakan deviden pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain, usulan tim manajemen, perarturan hukum, kondisi likuiditas perusahaan, pengembangan usaha, pembayaran kembali utang jangka panjang, perjanjian hutang, pembatasan saham preferen, tersedianya kas, kebutuhan dana untuk investasi, dan fluktuasi laba.

3) Ada tiga pendapat yang bertentangan dengan kebijakan deviden yaitu, deviden dibagikan sebesar – besarnya, deviden tidak relevan, dan deviden dibagikan sekecil mungkin.

4) Dalam kebijakan deviden ada 6 teori deviden yaitu, Teori Ketidakrelevanan Deviden, Teori Bird In The Hand, Teori Preferensi Pajak, Teori Deviden Residual, Teori Signaling Hypothesis, dan Teori Clientele Effect,

5) Stock split adalah tindakan peusahaan memecahkan saham yang beredar menjadi bagian yang lebih kecil. Deviden saham adalah deviden yang dibayar dalam bentuk saham.

6) Ada 3 metode untuk membeli kembali saham, yaitu open market, tender offer, dan negotiated basis.

➢ Saran

1) Perusahaan yang akan melakukan kebijakan dividen hendaknya mempertimbangkan berbagai faktor yang ada sehingga tidak merugikan pihak manapun.

2) Pembaca hendaknya memahami kebijakan dividen, teori-teorinya, dan metode-metode yang digunakan sehingga mampu melakukan analisa bagaimana suatu perusahaan membuat keputusan tentang pembagian dividen.

3) Selain itu, penyusun menyarankan selain menguasai pengertian, konsep, kebijakan, pendekatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi deviden, perlu juga memperhatikan dua aspek dalam pembagian deviden yang harus didasari dengan pertimbangan yang seksama yakni aspek keuangan dan aspek hukum.

Aspek keuangan wajib diperhatikan karena pembagian deviden tidak dapat dilepaskan dari faktor-faktor keuangan yang antara lain mencakup kemampuan keuangan perusahaan, proyeksi usaha perusahaan dan harapan pemegang saham secara ekonomi untuk mendapatkan tingkat pengembalian dari investasi mereka. Aspek hukum wajib diperhatikan karena pembagian deviden harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku. Meskipun tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan pemegang saham, namun apabila pembagian deviden dilaksanakan tanpa memperhatikan ketentuan yang berlaku maka dapat berdampak negatif baik bagi manajemen dan perusahaan, maupun bagi pemegang saham.

DAFTAR PUSTAKA

Harjito, Agus dan Martono. 2004. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Ekonisia.

Machowicz, John M dan James C. Van Horne. 2007. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan II. Jakarta : Salemba Empat.

Purwohandoko. 2009. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Lanjutan. Surabaya: Unesa University Press.

____. Kebijakan Dividen. http://sobatbaru.blogspot.com/dividen.html. (Diakses tanggal 18 November 2010)

____. Kebijakan Dividen Perusahaan. http://kumpulan-artikel-ekonomi.blogspot.com/2009 /06/kebijakan-dividen.html. (Diakses tanggal 18 November 2010)

[pic]
-----------------------
[pic]

[pic] = Deviden yield + Capital Agains Yield

rupiah

EPS

DPR

waktu

Cash $ 200.000 Deviden Payable $ 0 Retained earning $ 1.000.000

Cash $ 200.000 Deviden Payable $ 80.000 Retained earning $ 920.000

Cash $120.000 Deviden Payable $ 0 Retained earning $ 920.000

-----------------------
43

Similar Documents

Free Essay

Lq 45

...Teori kebijakan deviden Brigham (1989), menyatakan bahwa dalam kebijakan deviden terdapat 3 teori : a) Deviden irrelevance theory, Teori ini menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak merupakan pengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Pendukung utama teori ketidakrelevanan dividen (dividends irrelevance theory) ini adalah Merton Miller dan Franco Modigliani (2001). Mereka berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba dan risiko bisnisnya. Dengan kata lain, nilai perusahaan tergantung hanya pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi antara dividen dan laba yang ditahan. Keon et. al (2000) menyatakan bahwa pada teori ketidakrelevanan dividen, tak ada hubungan antara kebijakan dividen dan nilai saham. Satu kebijakan dividen sama bagusnya dengan lainnya. Secara agregat investor hanya mementingkan pengembalian total keputusan investasi, tak peduli apakah pengembalian berasal dari perolehan modal atau pendapatan dividen. b) Teori Bird in The Hand Kebanyakan pemilik saham lebih menyukai pembayaran dividen saat ini daripada menundanya untuk direalisir dalam bentuk “capital gain” nanti. Tarif pajak untuk “capital gain” memang sering lebih rendah daripada untuk dividen, namun para pemilik saham banyak yang lebih menyukai dividen saat ini, karena dengan pembayaran dividen sekarang maka penerimaan uang tersebut sudah pasti, sedangkan apabila...

Words: 741 - Pages: 3

Free Essay

Capital Structure Theory

...1) Teori Pendekatan Tradisional Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Artinya Struktur Modal mempunyai pengaruh terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal. 2) Teori Pendekatan Modigliani dan Miller Teori MM tanpa pajak Teori struktur modal modern yang pertama adalah teori Modigliani dan Miller (teori MM). Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak mempengaruhi nilai perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka (Brigham dan Houston, 2001, p.31) yaitu: Tidak terdapat agency cost. Tidak ada pajak. Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan Tidak ada biaya kebangkrutan Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari hutang. Para investor adalah price-takers. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value). Teori MM dengan pajak Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan faktor pajak ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak. 3) Teori Trade-Off dalam Struktur Modal Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan...

Words: 966 - Pages: 4

Free Essay

Analis Kebijakan Piutang

...Accounting Analysis Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/aaj ANALISIS KEBIJAKAN HUTANG Rona Mersi Narita  Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima September 2012 Disetujui Oktober 2012 Dipublikasikan November 2012 Keywords: Free Cash Flow and Leverage Institusional Ownership Liquidity Profitability Size of The Firm Abstrak Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh ukuran perusahaan, likuiditas, kepemilikan institusional, profitabilitas dan free cash flow terhadap kebijakan hutang. Populasi dalam penelitian ini adalah Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI Tahun 2009-2010. Sedangkan sampel yang memenuhi syarat adalah 82 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI Tahun 2009-2010. Sampel diambil dengan metode purposive sampling. Metode statistik menggunakan Analisis Regresi Linear Berganda, dengan pengujian hipotesis uji statistik t dan uji statistik F, dengan bantuan program SPSS. Hasil penelitian ini menunjukkan secara parsial variabel ukuran perusahaan tidak mempengaruhi kebijakan hutang. Likuiditas berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Kepemilikan Institusional tidak mempengaruhi kebijakan hutang, profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan hutang, dan free cash flow tidak mempengaruhi kebijakan hutang, Pengujian secara simultan kelima variable ini mempunyai pengaruh terhadap kebijakan hutang. Abstract This study aims to to analize the influence of firm size, liquidity...

Words: 2850 - Pages: 12

Free Essay

Penilaian Praktik Oecd Pt. Multistrada Arah Sarana Tbk.

...PENILAIAN PRAKTIK OECD PT. MULTISTRADA ARAH SARANA TBK. Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester Sistem Informasi dan Pengendalian Internal [pic] Oleh: DINAR ARY KARTIKASARI NIM : 146020310011024 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTAN AGUSTUS 2015 COMPANY PROFILE PT. MULTISTRADA ARAH SARANA TBK dengan kode saham MASA merupakan perusahan yang bergerak di bidnag usaha industri pembuatanban untuk semua jenis kendaraan bermotor dan pengushaan dan pengelolaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang didirikan pada tahun 1988. MASA beralamat di Jl. Raya Lemahbang Km 58,6 Ds. Karangsari Cikarang Timur, Bekasi Jawa Barat. MASA memproduksi ban lua rkendaraan bermotor baik mobil maupun motor dengan merk Achilles dan Corsa. MASA juga memproduksi ban untuk perusahaan lain dengan merk perusahaan tersebut atau disebut off take. MASA mencatatkan saham pada tahun 2005. Dalam rangka mengembangkan bisnis dan memperbaiki kondisi internal perushaan, MASA terus berusaha menjada kualitas dab keselamtan selam proses roduksi dengan sertifikasi yang telah diikuti antara lain : ISP/TS 16949:2009 dan ISO/IEC 17025: 2008 untuk Quality Management System dan beberapa sertifikat produk antara lain SNI, CCC, Inmetro, BIS, ECE-30, ECE-54, GSO, DOT, FMVSS 139. Pada awal berdirinya, Perseroan mendapatkan bantuan teknis dari produsen ban terkemuka di dunia yaitu...

Words: 6831 - Pages: 28

Free Essay

Bisnis

...Buku bahasa Inggris Point 4 Kepemilikan dan Pembuatan kebijakan keluarga Yang terpenting dan paling utama dalam pertemuan keluarga ialah komunikasi antar keluarga serta juga pendidikan tidak kalah pentingnya. Seiring berjalan waktu jika tugas pendidikan dan komunikasi telah benar benar dikuasai , pertemuan keluarga akan jauh lebih efektif dan juga efektif dalam pembuatan kebijakan keluarga. Pada akhirnya pertemuan keluarga yang efektif ini pastinya akan bersifat terbuka dan proses yang aman untuk saling berbagi informasi di antara anggota keluarga dalam pertemuan keluarga. Pertemuan keluarga itu bertujuan untuk menyelesaikan masalah masalah yang terjadi seperti pergantian system yang sudah ketinggalan jaman atau budaya yang sudah tidak cocok di era modern. Mengapa pertemuan keluarga itu penting? Karena dari pertemuan keluarga itu biasanya menghasilkan suatu keputusan yang pada umumnya memiliki keputusan yang berhubungan dengan kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Pertemuan keluarga itu biasanya terdiri dari pemegang saham, manajemen puncak, dan keluarga pemilik. Peran pertemuan keluarga itu penting dikarenakan sebagai sarana menginformasikan, membimbing, dan mengatur hubungan antara yang memiliki hubungan antara keluarga maupun tidak memiliki hubungan antar keluarga. Pertemuan keluarga itu harus diadakan secara berkala dan sistematis, untuk membahas seluruh rencana dan menentukan keputusan secara bersama. Yang terpenting ialah masalah perencanaan suksesi, karena...

Words: 1404 - Pages: 6

Free Essay

Butler Lumber

...KETERKAITAN MANAJEMEN KEUANGAN DAN AKUNTANSI Ahmad Nizar Yogatama Mahasiswa Semester III Universitas Muhammadiyah Malang Fakultas : Ekonomi Jurusan : Manajemen III D NIM : 07610011 Email : ahmadnizaryogatama@yahoo.com Abstrak Didalam suatu perusahaan akuntansi dan manajemen keuangan yang digunakan sangatlah beragam yang dikarenakan kepentingan dari perusahaan yang bersangkutan. Akuntansi dan manajemen keuangan mempunyai kesamaan didalam beberapa hal. Keuangan sendiri memiliki arti yang sangatlah luas dan dinamis. Secara umum dapat disimpulkan keuangan sebagai suatu seni dan ilmu dalam mengelola uang. Akuntansi yang merupakan penjabaran, pengukuran dan pemberian kepastian mengenai informasi yang akan membantu manajer dan pengambilan keputusan lainnya untuk pengambilan keputusan alokasi sumber daya. Sedangkan manajemen keuangan adalah manajemen terhadap fungsi – fungsi keuangan yang berguna bagi pengambilan keputusan investasi, baik berupa penjabaran, pengukuran maupun kepastian mengenai informasi yang ada untuk mengambil keputusan investasi yang tepat dan juga keputusan – keputusan lainnya. Kata kunci : akuntansi, keuangan, manajemen keuangan. Pendahuluan Keuangan atau finance adalah bidang yang sangat luas dan dinamis. Keuangan langsung mempengaruhi sisi kehidupan setiap orang dan setiap perusahaan. Secara umum, keuangan didefinisikan sebagai seni dan ilmu dalam mengelola uang (the art and science of managing money). Jika kita berbicara tentang...

Words: 4778 - Pages: 20

Free Essay

Analisa Penerapan Oecd Atas Corporate Governance Ke Ii

...Prinsip II: Hak-hak Pemegang Saham dan Fungsi-fungsi Penting Kepemilikan Saham Prinsip OECD mengenai corporate governance yang ke dua pada dasarnya mengatur mengenai Hak-hak pemegang Saham dan fungsi fungsi kepemilikan saham. Hal ini terutama mengingat investor saham terutama dari suatu perusahaan publik, memiliki hak-hak khusus seperti saham tersebut dapat dibeli, dijual ataupun ditransfer. Pemegang saham tersebut juga berhak atas keuntungan perusahaan sebesar porsi kepemilikannya. Selain itu kepemilikan atas suatu saham mempunyai hak atas semua informasi perusahaan dan mempunyai hak untuk mempengaruhi jalannya perusahaan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Prinsip corporate governance harus melindungi dan menunjang pelaksanaan hak-hak pemegang saham. A. Hak-hak dasar pemegang saham harus mencakup hak untuk: 1. memperoleh cara pendaftaran yang aman atas kepemilikan; 2. menyerahkan atau mengalihkan saham; 3. memperoleh informasi yang relevan atau material tentang perusahaan secara teratur dan tepat waktu; 4. berpartisipasi dan memberikan hak suara dalam rapat umum pemegang saham; 5. memilih dan mengganti anggota pengurus; dan 6. memperoleh hak atas bagian keuntungan perusahaan. B. Pemegang saham harus memiliki hak untuk berpartisipasi dalam, dan diberikan informasi yang cukup atas keputusan-keputusan tentang perubahan-perubahan penting perusahaan seperti : 1. perubahan anggaran dasar, atau akte pendirian atau dokumen dokumen tentang pengelolaan perusahaan...

Words: 1327 - Pages: 6

Free Essay

Persediaan

...dilakukan sebagai prinsip kehati-hatian terhadap fluktuasi kurs rupiah, kata Fuad Rahmany, Ketua Bapepam. Kasus Indosat mencuat pada tahun 2007 ketika anggota Komisi XI DPR, yang juga Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Dradjad H Wibowo dalam rapat kerja dengan Menteri Keuangan mengatakan, Indosat diduga berpotensi merugikan negara sebesar Rp 323 miliar akibat salah kelola dalam transaksi derivatif pada tahun 2004-2006. Bapepam telah menelaah kasus ini. Namun, dari akuntan publik, Ernst & Young telah menyatakan transaksi derivatif itu wajar. Secara terpisah, Direktur Keuangan Indosat Wong Heang Tuck mengatakan, kebijakan lindung nilai itu untuk mengelola potensi risiko dari fluktuasi kurs. Itu praktik umum yang dilakukan perusahaan di seluruh dunia yang memiliki utang valas, sementara pendapatan usahanya dalam mata uang lokal. Perseroan memiliki kebijakan lindung nilai paling sedikit 50 persen dari total utang dalam denominasi dollar AS. Pada akhir triwulan I-2007, kewajiban jangka panjang Indosat dalam dollar AS berjumlah 584 juta dollar AS. Sebanyak 400 juta dollar AS atau 69 persen di antaranya telah dilakukan program lindung nilai. Kerugian derivatif, sebagaimana disebutkan dalam laporan keuangan tahun 2004 sampai 2006, sebesar Rp 653 miliar. Porsi yang belum terealisasi merupakan transaksi atas nilai pasar wajar (marked to market) yang berjumlah lebih...

Words: 1525 - Pages: 7

Free Essay

Fundamental and Technical Analyst of Pt Indofood Sukses Makmur Tbk

...Analisa Fundamental & Teknikal Proyeksi Nilai Intrinsik Saham Oleh: Muliawan Santoso Tan/ 0711401017 Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie 2014 Bab 1 Pendahuluan Pengertian Analisa Fundamental dan Teknikal Bursa Efek Indonesia (BEI) terus berkembang seiring bertambahnya usia, dan keadaan ini menunjukkan bahwa efek / saham semakin banyak peminatnya. ini dilihat dari kapitalisasinya yang terus bertambah dari tahun-tahun sebelumnya. Investasi pada saham merupakan investasi pada sektor finansial yang tergolong paling high risk - high return investment. Artinya, peluang untuk memperoleh keuntungan sangat besar bahkan dapat mencapai ratusan persen perbulan namun diimbangi dengan kemungkinan kerugian yang besar apabila tidak dikelola dengan baik. Pada dasarnya, semua jenis investasi memiliki kemungkinan merugi. Besarnya potensi kerugian akan sebanding dengan besarnya potensi keuntungan yang dapat diperoleh. Dan sebaliknya semakin besarnya potensi keuntungan yang dapat diperoleh disini, maka semakin besar juga potensi kerugian yang dapat timbul. Oleh karena itu, sangat penting bagi investor untuk memprediksi arah pergerakan harga saham. Pergerakan saham pada dasarnya dipengaruhi oleh teori ekonomi yang paling dasar, yaitu hukum permintaan dan hukum penawaran. Harga saham akan naik jika semakin banyak pihak yang ingin membeli suatu saham, sedangkan harga saham akan turun jika yang terjadi sebaliknya. Jadi sebenarnya harga saham ditentukan oleh investor...

Words: 5168 - Pages: 21

Free Essay

Pasar Modal

...Pengenalan Pasar Modal Untuk memulai berinvestasi kita harus mengenal beberapa istilah dasar seperti: • • • • • • • Apa itu Investasi ? Siapa Pelakunya ? Apa produk-produknya ? Dimana dapat bertransaksi? Bagaimana Proses dan mekanismenya ? Apa keuntungan dan kerugian yang dapat diperoleh? Bagaimana Mendapatkan Sumber Informasi Pasar Modal? INVESTASI Investasi merupakan suatu bentuk penundaan konsumsi dari masa sekarang untuk masa yang akan datang, yang didalamnya terkandung resiko ketidak pastian, untuk itu dibutuhkan suatu kompensasi atas penundaan tersebut yang biasa dikenal dengan istilah keuntungan dari investasi atau gain. Secara umum Investasi dapat dikategorikan dalam dua Group besar, • • Real Investment, investasi dalam bentuk nyata seperti investasi dalam bentuk properti, investasi komersial, dll. Financial Investment, investasi terhadap produk-produk keuangan seperti investasi dalam bentuk tetap antara lain, deposito dan obligasi ataupun dalam bentuk yang tidak tetap seperti investasi saham atau sejenisnya. Ketertarikan orang dalam berinvestasi tergantung dari dana dan skill yang dimiliki, dalam kesempatan ini kita memfokuskan pada investasi secara tidak langsung atau Financial Investment. INVESTOR Investor adalah orang perorangan atau lembaga baik domestik atau non domestik yang melakukan suatu investasi (bentuk penanaman modal sesuai dengan jenis investasi yang dipilihnya) baik dalam jangka pendek atau panjang. Dalam praktek investasi keuangan dikenal...

Words: 6701 - Pages: 27

Free Essay

Analisa Laporan Keuangan

...|ANALISIS | |LAPORAN | |KEUANGAN | |CHAPTER 01 | |Gambaran Umum Analisis Laporan Keuangan | |CHAPTER 02 | |Pelaporan dan Analisis Keuangan | |PROGRAM PASCA SARJANA | |MAGISTER AKUNTANSI | |UNIVERSITAS TRISAKTI | [pic] KELOMPOK 1 : RONALD ( 123-131-067 ) DENNYS SURYA ( 123-131-015 ) MIFTAH ( 123-131-046 ) ARFIANTO ( 123-131-096 ) RIKA ( 123-131-064 ) WILLIAM ( 123-131-080 ) STEVANUS ( 123-140-140 ) DR. VINOLA HERAWATY, AK, CA, MSC UNIVERSITAS TRISAKTI KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “ Gambaran Umum Analisis Laporan Keuangan & Pelaporan dan Analisis Keuangan ” dengan lancar. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih...

Words: 10835 - Pages: 44

Free Essay

Syariah Accounting

...KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN SYARIAH (KDPPLKS) Untuk melengkapi tugas matakuliah Akuntansi dan Keuangan Syariah Oleh: Lu’luil Bahiroh 115020300111041 Akuntansi CA JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN SYARIAH A. Tujuan dan Peranan Kerangka Dasar Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang medasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi: 1) Penyusunan standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan tugasnya. 2) Penyusunan laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang belum diatur dalam standar akuntansi syariah. 3) Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah leporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntasi syariah yang berlaku umum. 4) Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah. B. Pemakai dan Kebutuhan Informasi Pemakai laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial; pemilik dana qardh; pemilik dana investasi mudharabah; pemilik dana titipan; pembayaran; pengawas syariah; karyawan; pemasok dan mitra usaha lainnya; pelanggan; pemerintah serta lembaga-lembaganya; dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan...

Words: 2298 - Pages: 10

Free Essay

Aurora Textile Company

...AURORA TEXTILE COMPANY KEUANGAN PERUSAHAAN LANJUTAN Tugas Disusun oleh Audrya Puspita (1306415024) Joddy Eka Negara (1306395350) Richie Wibisono (1306408675) FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVESITAS INDONESIA Depok 2016 AURORA TEXTILE COMPANY Aurora Textile Company merupakan sebuah perusahaan tekstil yang memproduksi benang yang telah berdiri lama sejak awal 1900-an di Ameika Serikat. Pada Tahun 2003, Michael Pogonowski sebagai CFO Aurora Textile Company mempertimbangkan tentang pengadaan mesin baru ring-spinning Zinser 351 untuk menggantikan mesin lama yang telah ada sejak tahun 1997 di Hunter. Penggantian mesin baru tersebut diperkirakan dapat memberikan banyak kemajuan bagi perusahaan karena selain mesin tersebut dapat membuat produktivitas meningkat, keberadaan mesin tersebut juga dapat memberikan hasil produksi benang yang lebih berkualitas. Dengan meningkatnya kualitas produksi, maka akan menyebabkan harga benang yang dijual akan naik sebesar 10%, yaitu $1.0235 per pon. Selain itu, mesin tersebut juga mampu membuat biaya operasi dalam produksi menjadi lebih efisien karena adanya penurunan biaya operasi seperti penurunan konsumsi tenaga pembangkit dan biaya perawatan karena perusahaan menggunakan mesin rotor-spinning dan ring-spinning. Pengambilan keputusan untuk melakukan investasi pada mesin Zinster 351 berdampak pada jumlah penjualan yang akan turun sebesar 5% dari pasar tahun berjalan. Selain itu, hal tersebut juga akan berdampak pada kemungkinan terjadinya retur...

Words: 898 - Pages: 4

Free Essay

Penggabungan Usaha, Laporan Keuangan Konsolidasi, Investasi Perusahaan Asosiasi, Special Purpose Entilities (Spe)

...A. PENGGABUNGAN USAHA Penggabungan Usaha adalah penyatuan entitas-entitas usaha. Penggabungan entitas usaha yang terpisah adalah suatu alternatif perluasan secara internal melalui akuisisi atau pengembangan kekayaan perusahaan secara bertahap, dan seringkali memberikan manfaat bagi semua entitas yang bersatu dan pemiliknya. Dunia usaha semakin lama semakin berkembang dan persaingan dalam jenis produk, mutu produk, maupun pemasarannya semakin ramai dan ketat sehingga seringkali timbul persaingan yang tidak sehat dan saling mengalahkan. Untuk mengatasi adanya saling merugikan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, perlu kiranya diadakan suatu bentuk kerja sama yang saling menguntungkan. Salah satu bentuk kerjasama yang dapat ditempuh adalah dengan melalui penggabungan usaha antara dua atau lebih perusahaan dengan perusahaan yang lain baik yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) No. 22 paragraf 08 tahun 1999 :”Penggabungan usaha (business combination) adalah pernyataan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan (uniting wiith) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas aktiva dan operasi perusahaan lain” Sifat Penggabungan Usaha • Horizontal integration Adalah penggabungan perusahaan-perusahaan dalam lini usaha atau pasar yang sama, misalnya perusahaan consumer product bergabung dengan perusahaan consumer product...

Words: 3864 - Pages: 16

Free Essay

Economi

...BAB 7 A. PENGGABUNGAN USAHA Penggabungan Usaha adalah penyatuan entitas-entitas usaha. Penggabungan entitas usaha yang terpisah adalah suatu alternatif perluasan secara internal melalui akuisisi atau pengembangan kekayaan perusahaan secara bertahap, dan seringkali memberikan manfaat bagi semua entitas yang bersatu dan pemiliknya. Dunia usaha semakin lama semakin berkembang dan persaingan dalam jenis produk, mutu produk, maupun pemasarannya semakin ramai dan ketat sehingga seringkali timbul persaingan yang tidak sehat dan saling mengalahkan. Untuk mengatasi adanya saling merugikan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, perlu kiranya diadakan suatu bentuk kerja sama yang saling menguntungkan. Salah satu bentuk kerjasama yang dapat ditempuh adalah dengan melalui penggabungan usaha antara dua atau lebih perusahaan dengan perusahaan yang lain baik yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) No. 22 paragraf 08 tahun 1999 :”Penggabungan usaha (business combination) adalah pernyataan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan (uniting wiith) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas aktiva dan operasi perusahaan lain” Sifat Penggabungan Usaha * Horizontal integration Adalah penggabungan perusahaan-perusahaan dalam lini usaha atau pasar yang sama, misalnya perusahaan consumer product bergabung dengan perusahaan consumer product...

Words: 3868 - Pages: 16