Free Essay

Menuju Nilai Tukar Rupiah Yang Lebih Stabil Dengan Sistem Nilai Tukar Syariah: Suatu Pembuktian Empiris Metode Ordinary Least Square

In:

Submitted By rkumala
Words 5106
Pages 21
Lomba Karya Tulis Mahasiswa
Menuju Nilai Tukar Rupiah yang Lebih Stabil dengan Sistem Nilai Tukar Syariah: Suatu Pembuktian Empiris Metode Ordinary Least Square[1]

Oleh:
Rika Kumala Dewi
Viany Indah Anggryeny

Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia
Depok
2006

BAB I

PENDAHULUAN

Di era yang semakin terbuka seperti sekarang ini, perdagangan internasional merupakan bagian yang tak terelakkan, bahkan bisa dibilang suatu necessary condition menuju era perdagangan bebas. Hal ini berarti, stabilitas perekonomian suatu negara juga dipengaruhi oleh negara lain. Dalam hubungan antar negara ini, banyak pihak menaruh perhatian khusus terhadap nilai tukar, suatu variabel yang disebut-sebut sebagai variabel yang bisa “menghancurkan” ketenangan ekonomi suatu negara. Bukti nyata telah terjadi pada tahun 1997! Anjloknya nilai tukar negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, telah membuat perekonomian lesu, bahkan pembangunan menunjukkan angka negatif, dan hutang luar negeri Indonesia pun membengkak 6-7 kali lipat[2]. Kalutnya perekonomian dunia tahun 1997 ini telah membuat berbagai pihak menaruh perhatian terhadap apa yang dinamakan nilai tukar. Berbagai formulasi dirumuskan dalam rangka mencari bentuk yang paling tepat untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Tak ketinggalan juga pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia, melakukan perubahan kebijakan nilai tukarnya dari sistem nilai tukar mengambang fleksibel (september 1986-Agustus 1997) menjadi sistem nilai tukar mengambang bebas (14 Agustus 1997-sekarang). Implikasi dari perubahan kebijakan ini dapat dilihat dari grafik berikut:

Dari grafik di atas terlihat bahwa dari tahun 1986-1997, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika relatif stabil, yaitu berada dalam kisaran Rp. 2000-an / US$. Hal ini karena BI menerapkan sistem nilai tukar mengambang fleksibel, yaitu sistem nilai tukar yang pembentukannya tidak hanya diserahkan pada mekanisme pasar, tapi juga dipengaruhi oleh unsur “manage” dari bank indonesia melalui intervensi. Namun setelah tahun 1997, terlihat adanya shock. Nilai tukar tiba-tiba melejit menembis angka Rp. 17.000/US$, membuat BI merubah kebijakannya dari sistem nilai tukar mengambang fleksibel menjadi sistem nilai tukar mengambang bebas. Dengan sistem nilai tukar mengambang bebas, pembentukan nilai tukar diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar sehingga sejak penerapan sistem ini, terlihat Rupiah selalu berfluktuasi. Penerapan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia paska krisis merupakan hal yang patut dimaklumi karena cadangan devisa Indonesia tidak cukup untuk pelaksanaan intervensi dalam menjaga stabilitas nilai tukar. Dengan kondisi ini, akhirnya yang menjadi PR besar bangsa ini adalah menjaga stabilitas nilai tukar agar stabilitas perekonomian tetap terjaga. Berbagai pihak berupaya memformulasikan ide-idenya. Dua pihak yang selama ini terlihat “bertentangan” dalam kebijakan yang diambil diantaranya adalah tokoh ekonomi konvensional dan tokoh ekonomi syariah. Tokoh ekonomi konvensional mengungkapkan bahwa pengendalian nilai tukar dapat dilakukan dengan mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar tersebut, yaitu dari sisi demand dan supply. Yang termasuk dalam demand factor diantaranya adalah pembayaran utang luar negeri, ekspor impor, dan aksi spekulasi. Sedangkan yang termasuk dalam supply factor adalah investasi luar negeri, cadangan devisa, dan hasil eksport. Tokoh ekonomi syariah juga menyadari bahwa faktor-faktor pemicu perubahan nilai tukar juga harus dikendalikan untuk mengendalikan stabilitas nilai tukar. Namun menurut tokoh ekonomi syariah, menciptakan suatu nilai tukar yang stabil membutuhkan suatu transaksi yang bebas dari hal-hal yang dilarang oleh agama, terutama menyangkut permasalahan bunga dan aksi spekulasi. Hal ini berbeda dengan konsep ekonomi konvensional yang menjadikan aksi-aksi ini sebagai instrumen penting, bahkan bisa dibilang instrumen utama, dalam mengendalikan nilai tukar[3]. Kontradiksi kedua pemikiran ini membuat penulis tertarik untuk menemukan pembuktian secara empiris sistem nilai tukar yang manakah yang benar-benar bisa menciptakan nilai tukar yang stabil di Indonesia. Kalau seandainya sistem nilai tukar usulan ekonom syariah terbukti lebih ampuh, tentu hal ini akan menjadi suatu rekomendasi kebijakan bagi pemerintah Indonesia ke depan dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian Indonesia. Selain itu, hal ini juga akan menjadi bukti ilmiah kebenaran ajaran Islam dalam bermuamalah. Untuk itu penulis menggunakan teknik analisa regresi OLS untuk melihat variabel yang memiliki pengaru besar terhadap fluktuasi nilai tukar. Variabel yang berpengaruh besar terhadap fluktuasi nilai tukar seharusnya dihilangkan dalam sistem perekonomian. Kalau seandainya hipotesis dari ekonom syariah benar, yaitu bahwa untuk menciptakan suatu niali tukar yang stabil membutuhkan suatu transaksi yang bebas dari hal-hal yang dilarang oleh agama, maka variabel yang berhubungan dengan transaksi yang dilarang Islam akan keluar dari sistem persamaan yang diindikasikan dengan tingginya nilai signifikansi pengaruh variabel ini terhadap fluktuasi nilai tukar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) membuktikan kebenaran teori nilai tukar islam yang mengungkapkan bahwa transaksi yang dilarang dalam islam tidak boleh ada dalam perekonomian dalam rangka mewujudkan stabilitas nilai tukar rupiah. 2) untuk memberikan rekomendasi kebijakan terhadap pemerintah dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan perekonomian Indonesia. Penulis mengawali pembahasan dengan mengungkapkan teori nilai tukar yang diungkapkan oleh teori ekonomi konvensional, kemudian dilanjutkn dengan pandangan ekonomi syariah (di bab II). Rancangan model penelitian diberikan pada bab III dan metodologi penelitiannya di bab IV. Pembuktian secara empiris terhadap konsep yang paling baik serta pembahasannya akan dilakukan pada bab V, dan rekomendasi kebijakan akan diberikan pada bab VI, yaitu di bagian penutup.

BAB II

LANDASAN TEORI

Penentuan nilai tukar dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan mikro dan makro. Analisa dalam pendekatan mikro mencakup keberadaan pasar uang dan pembentukan nilai tukar, sedangkan dalam pendekatan makro, analisa mencakup model ekonomi moneter.
2.1. Pendekatan Mikro dalam Penentuan Nilai Tukar Penentuan nilai tukar dengan pendekatan mikro mencakup dua hal, yaitu keberadaan pasar uang dan pembentukan nilai tukar. 1. Transaksi Pasar Uang
Transaksi Pasar Uang Konvensional Pasar uang merupakan pasar tempat diperdagangkannya surat-surat berharga yang berjangka waktu kurang dari satu tahun. Berkaitan dengan transaksi luar negeri atau internasional derivative market termasuk dalam pasar uang karena di dalam pasar tersebut surat-surat berharga seperti saham dan obligasi diperdagangkan dengan kurun waktu kurang dari satu tahun atau biasanya paling lama dalam kurun waktu tiga bulan. Derivative market timbul karena adanya keinginan dari para investor untuk bertransaksi di tingkat internasional dengan mata uang asing. Selain itu dikarenakan adanya keinginan untuk mematok/membatasi resiko kita. Apabila kita bertransaksi di tingkat internasional dengan menggunakan mata uang asing maka kita/perusahaan akan menanggung risk exposure. Resiko tersebut ada dikarenakan adanya masa tengggang pembayaran invoice serta adanya fluktuasi antara mata uang asing yang berubah sepanjang waktu dan fluktuasi harga barang komoditi. Masa tenggang pembayaran invoice tersebut diberlakukan sebagai daya tarik bagi para investor. Aset yang diperjualbelikan dalam pasar ini dapat berupa barang ataupun dalam bentuk saham. Transaksi di dalam Derivative Market terdiri dari 5 macam yaitu spot, forward, future, option, dan swap. Spot transaction merupakan transaksi penukaran yang dilakukan antara dua pihak dengan harga yang ditentukan pada saat itu, dimana pembeli membayara pada saat itu juga dan penjual mengirimkan asset/narang pada hari tersebut. Forward transaction merupakan transaksi penukaran antara dua pihak dengan harga yang ditentukan pada saat itu akan tetapi asetnya akan diberikan di kemudian hari. Pada transaksi ini tidak ada kepastian bahwa di kemudian hari tersebut asset akan dikirimkan. Future Transaction pada dasarnya sama dengan Forward transaction, yang membedakan adalah pada future transaction terdapat bursa resmi yang menjamin pengiriman asset pasti akan terjadi. Option merupakan pilihan untuk membeli ataupun menjual hak beli maupun hak jual underlying asset. Pada transaksi ini biasanya kita mungkin mendapatkan keuntungan yang sangat besar ataupun kerugian yang sangat besar akibat fluktuasi harga asset tersebut. Bentuk lain dari option adalah swap, akan tetapi pada transaksi swap, hal yang ditukar adalah kupon dari asset tersebut. Kupon dari asset tersebut merupakan return yang akan kita dapatkan dari asset tersebut. Pasar Valuta asing merupakan mekanisme dimana orang dapat mentransfer daya beli antarnegara, memperoleh ataupun menyediakan kredit untuk transaksi perdagangan internasional dan meminimalkan kemungkinan risiko kerugian. Didalam pasar valas terdapat tiga jenis transaksi. Yang pertama, transaksi spot, merupakan jual beli mata uang dengan penyerahan dan pembayaran antarbank yang akan diselesaikan pada tanggal yang sama dengan tanggal diadakannya transaksi sampai dengan dua hari berikutnya setelah tanggal transaksi. Transaksi yang kedua adalah forward transaction. Yaitu transaksi sejumlah mata uang tertentu dengan sejumlah mata uang tertentu lainnya, yang waktu penyerahannya dilakukan pada waktu yang akan dating. Transaksi jenis ini sering digunakan untuk hedging dan spekulasi. Yang dimaksud dengan hedging adalah transaksi yang dilakukan untuk menghindari risiko kerugian akibat terjadinya perubahan kurs mata uang.
Jenis transaksi yang terakhir adalah transaksi swap. Transaksi ini merupakan pembelian dan penjualan secara bersamaan sejumlah tertentu mata uang dengan dua tanggal penyerahan yang berbeda. Transaksi ini terbagi lagi menjadi dua transaksi yaitu swaplikuiditas-dilakukan atas inisiatif Bank Indonesia untuk dana yang berasal dari pinjaman luar negeri. Sedangkan swap-investasi berarti transaksi dilakukan atas inisiatif bank berdasarkan swap bank yang dananya berasal dari pinjaman Luar Negeri untuk kepentingan investasi di Indonesia.

Transaksi Pasar Uang Syariah Prinsip utama ekonomi syariah adalah menciptakan kegiatan ekonomi yang sesuai dengan ketentuan Islam. Hal yang sama juga berlaku dalam hal menciptakan stabilitas nilai tukar. Pengaturan terhadap nilai tukar yang stabil ini, menurut pandangan ekonomi Islam, dilakukan dengan menggunakan instrumen yang tidak mengandung transaksi-transaksi yang dilarang dalam Islam seperti yang telah dipaparkan di atas. Dalam pasar uang konvensional, pelaku pasar terlibat dalam lima transaksi, yaitu spot, forward, future, options, dan swaps. Diantara kelima transaksi ini, hanya transaksi spot diakui dalam Islam. Transaksi forward tidak sesuai/dilarang dalam ekonomi islam karena dalam transaksi ini, penyerahan dan pembayaran mata uang, barang, atau aset, dilakukan di masa datang. Transaksi future dan options memiliki karakteristik yang sama dengan forward, namun dalam transaksi ini ada elemen bunga dalam kontrak. Bunga jelas-jelas haram dalam islam. Sedangkan swaps dilarang dalam islam karena melibatkan dua akad dalam satu transaksi tunggal.

2.1.2. Pembentukan Nilai Tukar
Pembentukan Nilai Tukar Teori Ekonomi Konvensional Nilai tukar suatu mata uang, dalam pendekatan mikro, ditentukan di pasar, yaitu oleh kekuatan permintaan dan penawaran uang. Faktor-faktor yang menjadi determinan permintaan dan penawaran uang ini adalah: A. Permintaan mata uang luar negeri (D) secara umum ada empat faktor yang mempengaruhinya, yaitu harganya (dalam hal ini nilai ukar-ER), impor, aliran dana keluar bersih (net capital outflow-NKO), dan pembayaran bunga utang luar negeri(INT). [pic] (1) Pengaruh harga (ER) terhadap nilai tukar dapat dijelaskan sebagai berikut. Ketika nilai tukar rendah, harga produk luar negeri akan menjadi lebih murah sehingga impor akan terdorong. Karena impor meningkat, maka permintaan terhadap uang asing juga meningkat sehingga nilai tukar akan terdepresiasi. Impor ini dapat dibedakan atas dua, yaitu induce impor (In) dan autonomus import (Ia). Naik atau turunnya induce impor dipengaruhi oleh kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan fiskal (pendapatan aggregat Y) memiliki hubungan positif dengan impor ini, yaitu peingkatan pendapatan, maka permintaan terhadap barang dan jasa yang diimpor juga akan meningkat. Kebijakan moneter juga berpengaruh positif terhadap impor. Ketika terjadi kenaikan jumlah uang yang beredar (M), maka harga dalam negeri akan lebih tinggi secara relatif terhadap harga barang luar negeri (terjadi inflasi di dalam negeri), sehingga hal ini akan mendorong impor. Kebijakan fiskal dan moneter ini, selain mempengaruhi impor, juga mempengaruhi capital flow di pasar uang. Kebijakan fiskal mempengaruhi secara tidak lansung. Ketika pemerintah meningkatkan pengeluarannya, aggregat output akan meningkat dan ini akan meningkatkan permintaan terhadap uang, akibatnya bunga naik dan terjadi capital inflow. Sedangkan kebijakan moneter mempengaruhi secara lansung. Ketika teningkatan money stock, maka akan terjadi penurunan suku bunga domestik sehingga mengakibatkan terjadinya capital outflow dan meningkatkan permintaan uang luar negeri. Jadi, kebijakan fiskal dan moneter yang merubah tingkat suku bunga domestik akan mempengaruhi capital flow. Secara matemaris, pengaruh kebijakan fiskal dan moneter terhadap impor dan net capital outflow (NKO) dirumuskan sebagai berikut: [pic] (2) [pic] (3) dengan mesubstitusikan persamaan 2 dan (3) ke persamaan (1), maka fungsi permintaan uang dapat dirumuskan sebagai berikut: [pic] (4)[4] Pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap permintaan uang tidak bisa dipastikan akan meningkatkan atau menurunkan permintaan uang. Hal ini karena ketika pemerintah melakukan kebijakan ekspansi, permintaan mata uang LN dapat berefek positif karena Impor lebih tinggi, namun juga berefek negatif karena suku bunga domestik menjadi lebih rendah.

B. Fungsi penawaran mata uang luar negeri Faktor yang mempengaruhi penawaran terhadap mata uang asing ada lima, yaitu nilai tukar, ekspor, utang luar negeri (EDT), foreign direct investment (FDI), dan cadangan devisa dalam valuta asing (R). Penawaran mata uang luar negeri akan meningkat ketika terjadi pembayaran yang dilakukan orang asing kepada pemerintah domestik terhadap barang, jasa, dan aset yang mereka beli (dari kegiatan ekspor). Hukum penawaran mengungkapkan bahwa jumlah mata uang luar negeri yang ditawarkan akan tergantung pada tingkat harganya (ER-nilai tukar). Peningkatan ER (mata uang domestik terdepresiasi) akan menyebabkan ekspor dan penawaran mata uang luar negeri meningkat. Jadi, penawaran uang luar negeri berhubungan positif dengan ekspor, FDI, dan external debt/utang luar negeri (EDT). Penurunan internasional currency reserve (cadangan devisa dalam mata uang asing) juga akan meningkatkan penawaran mata uang asing. . [pic]

C. penentuan equilibium [pic] Impor yang lebih tinggi (In) akan meningkatkan permintaan terhadap mata uang luar negeri sehingga akan menyebabkan depresiasi pada mata uang domestik. Meningkatnya ekspor akan meningkatkan penawaran terhadap mata uang luar negeri sehingga menyebabkan mata uang domestik terapresiasi. Peningkatan net interest payment to foreigner (pembayaran bunga utang luar negeri) akan meningkatkan permintaan terhadap mata uang luar negeri sehingga mata uang domestik terdepresiasi. Peningkatan INTLIB (selisih antara suku bunga dalam negeri dan luar negeri) akan menyebabkan mata uang domestik teraprediasi. Peningkatan FDI dan IDT akan meningkatkan penawaran mata uang luar negeri dan akan mengapresiasi mata uang domestik. Penurunan internasional reserve (R) akan mengapresiasi mata uang domestik. Aggregat output (Y) dan ekspansi moneter (M) akan meningkatkan impor sehingga mata uang domestik terdepresiasi. Jumlah uang domestik yang beredar akan menurunkan suku bunga domestik dan menyebabkan capital outflow, sehingga mata uang domestik terdepresiasi. Pengaruh G ambigu.

Pembentukan Nilai Tukar Teori Ekonomi Syariah Islam melarang transaksi yang bertentangan dengan prinsip syariah. Transaksi yang teridentifikasi di pasar uang yang tidak sesuai dengan ketentuan syariah adalah aksi spekulasi dan keberadaan unsur bunga dalam transaksi. Pelarangan aksi spekulasi dalam ekonomi islam, menurut Habib Ahmed[5], akan mampu memberikan efek menenangkan bagi nilai tukar karena aliran dana jangka pendek (hot money) yang dilakukan spekulator yang selama ini yang merupakan penyebab utama volatilitas nilai tukar menurun. Penurunan pergerakan dana jangka pendek akibat spekulasi ini akan meminimalisasi shock permintaan dan penawaran uang di pasar uang. Hal ini akan berimplikasi pada penciptaan nilai tukar yang lebih stabil. Terhadap transaksi yang mengandung bunga, islam juga melarang. Jika dilakukan komparasi antara pandangan ekonomi islam dan pandangan ekonomi konvensional terhadap transaksi jangka pendek ini, terlihat adanya perbedaan karakteristik. Aliran dana jangka pendek akan lebih inelastis dalam ekonomi islam dibanding dengan ekonomi konvensional. Hal ini terjadi karena aliran dana jangka pendek islami dipengaruhi oleh rate of return, bukan bunga. Karakteristik dari transaksi uang dalam Islam harus berhubungan dengan transaksi riil, hal ini tentu membuat dana menjadi tidak likuid. Dana tidak bisa dicairkan secepat perubahan dalam rate of return, atau dengan kata lain, terdapat time lag antara perubahan dalam rate of return dan efeknya terhadap pasar uang. Implikasinya, volatilitas pasar uang akibat perubahan rate of retun akan rendah, sehingga akan menciptakan nilai tukar yang lebih stabil. Penghilangan instrumen bunga dalam ekonomi islam ini tentu akan menyebabkan penurunan volume transaksi internasional, dan hal ini bisa menimbulkan permasalahan baru. Dana luar negeri dibutuhkan untuk menutupi kekurangan pendanaan dalam negeri, terutama oleh negara-negara berkembang. Penurunan aliran dana ke dalam negeri, terutama aliran dana jangka panjang, tentu akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Terhadap permasalahan ini, instrumen pembiayaan yang sesuai dengan konsep ekonomi syariah telah lama dikembangkan. Untuk transaksi jangka panjang dan jangka menengah, terdapat transaksi dengan akad mudharabah (profit sharing), dan ijarah (leasing capital). Sedangkan untuk pembiayaan jangka pendek, terdapat transaksi dengan akad murabahah, ba’i salaam, istisna, dan ba’i muajjal[6].

1. Pendekatan Mikro dalam Penentuan Nilai Tukar
Penentuan Nilai Tukar Makro Konvensional Penentuan nilai tukar dengan pendekatan makro yang dipaparkan di sisni merupakan model Flod dan Morion (1998) yang diambil dari research paper IDB oleh Habib Ahmed[7]. Untuk negara kecil dan terbuka, model keseimbangan pasar uang domestiknya merupakan fungsi liquidity preference yang berhubungan negatif dengan suku bunga (i) dan berhubungan positif dengan pendapatan (Y). [pic] (1)
M merupakan jumlah penawaran uang primer, dan P adalah tingkat harga. Berdasarkan neraca bank sentral, M ini merupakan penjumlahan dari international reserve (R) dan kredit dalam negeri (Domestic credit-CD) berupa obligasi pemerintah. [pic] (2)
Variabel tingkat harga (P), dalam small open economy, ditentukan oleh purchasing power parity mata uang negara tersebut. [pic] (3) dimana P* merupakan tingkat harga internasional, dan E merupakan nilai tukar.
Sedangkan untuk tingkat suku bunga (i) dapat ditentukan menjumlahkan variabel eksogen tingkat suku bunga luar negeri (i*) dengan ekspektasi tingkat depresiasi (e). [pic] (4)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2), (3), dan (4) ke persamaan (1), maka di dapat:
[pic]
[pic]
Model ini merupakan model makro moneter dalam menentukan nilai tukar. Kebijakan ekspansi moneter yang meningkatkan jumlah permintaan uang akan menyebabkan nilai tukar terdepresiasi. Kebijakan fiskal yang dilakukan dengan menjual obligasi bank sentral juga akan menyebabkan terdepresiasinya nilai tukar. Hal ini karena penjualan obligasi ini akan meningkatkan DC (dan juga penawaran uang (M)). Pada tingkat permintaan uang tertentu, peningkatan DC ini akan menyeabkan nilai tukar terdepresiasi. Dalam sistem nilai tukar tetap, depresiasi nilai tukar ini diupayakan tidak terjadi dengan cara menurunkan international reserve (R).

Penentuan Nilai Tukar Makro Syariah Teori tentang penentuan nilai tukar pendekatan makro islam ini telah diungkapkan oleh Khan (1987) dan Khan (1995). Ia mengungkapkan bahwa keberadaan i (tingkat suku bunga) dilarang, dan Islam hanya mengakui rate of return (r) untuk menggambarkan keuntungan yang akan diperoleh penanam modal. Selain itu, transaksi seperi aksi spekulasi, forward dan future juga tidak boleh ada. Berdasarkan kondisi ini, maka diperoleh fungsi penawaran uang model makro islam adalah sebagai berikut:
[pic]
Berdasarkan neraca bank sentral Islam, M ini merupakan penjumlahan dari international reserve (R) dan penerbitan sekuritas dalam negeri yang merupakan equity-based government secuties[8]. Hal ini berbeda dengan sekurita yang diterbitkan oleh konsep konvensional yang merupakan sekuritas yang didasarkan atas bunga (interest-bearing bond) [pic] Dengan kondisi ini, maka pembentukan nilai tukar dalam konep islam akan menjadi:[pic].
BAB III

KERANGKA PIKIR KONSEPTUAL

1 Rancangan Spesifikasi Model

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan kebenaran teori nilai tukar islam yang mengungkapkan bahwa transaksi yang dilarang dalam islam tidak boleh ada dalam perekonomian dalam rangka mewujudkan stabilitas nilai tukar rupiah. Ada dua pendekatan yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan ini, yaitu pendekatan makro dan pendekatan mikro. Dalam penelitian ini, pendekatan yang penulis gunakan di sini adalah pendekatan mikro, yaitu dengan memperhatikan keseimbangan di pasar uang. Agar tujuan penelitian ini tercapai, maka dapat dikembangkan suatu model persamaan, sebagai berikut:
E =(o +(1EX +(2I +(3Y +(4INT + (5G +(6M1 +(7INTLIB + (8FDI + (9EDT + (10R +(

dimana, E : nilai tukar EX : ekspor I : impor Y : gross domesic produt INT : pembayaran utang dalam negeri G : jumlah pengeluaran pemerintah M1 : jumlah uang yang beredar INTLIB : selisih antara suku bunga dalam negeri dan luar negeri FDI : foreign direct investment EDT : jumlah utang luar negeri R : cadangan devisa Indonesia dalam mata uang asing

Impor yang lebih tinggi (I) akan meningkatkan permintaan terhadap mata uang luar negeri sehingga akan menyebabkan depresiasi pada mata uang domestik. Meningkatnya ekspor akan meningkatkan penawaran terhadap mata uang luar negeri sehingga menyebabkan mata uang domestik terapresiasi. Peningkatan net interest payment to foreigner (pembayaran bunga utang luar negeri) akan meningkatkan permintaan terhadap mata uang luar negeri sehingga mata uang domestik terdepresiasi. Peningkatan INTLIB akan menyebabkan mata uang domestik teraprediasi. Peningkatan FDI dan IDT akan meningkatkan penawaran mata uang luar negeri dan akan mengapresiasi mata uang domestik. Penurunan internasional reserve (R) akan mengapresiasi mata uang domestik. Aggregat output (Y) dan ekspansi moneter (M) akan meningkatkan impor sehingga mata uang domestik terdepresiasi. Jumlah uang domestik yang beredar akan menurunkan suku bunga domestik dan menyebabkan capital outflow, sehingga mata uang domestik terdepresiasi. Pengaruh G ambigu. Berdasarkan kerangka pikir konseptual dan persamaan-persamaan di atas dapat ditarik hipotesis penelitian sebagai berikut:
|H1 |: |Variable-variabel independent mempengaruhi variable dependent. |
|H2 |: |Variable INTLIB mempengaruhi keseimbangan nilai tukar |

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

Metode regresi Ordinary Least Square(OLS) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk melihat hubungan linier antara variable dependent dan variable independent. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan variable dependent adalah variabel yang ditentukan diluar model, sedangkan variable dependent merupakan variable dientukan dari model. Metode OLS ini merupakan metode yang paling sederhana dalam analisa regresi, sehingga metode ini membutuhkan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi oleh model. Asumsi utama yang harus dipenui oleh metode ini adalah: 1. Tidak ada multikolinieritas Yang dimaksud dengan multikolinieritas adalah adanya hubungan antar variable independent dalam model yang diperoleh. Hal ini tidak boleh ada dalam model karena kan menyebabkan model menjadi tidak BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), yaitu model dengan estimator yang tidak bias dengan varian terkecil. 2. Tidak ada heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi ketika terdapat variasi varian antar onservasi yang dilakukan. Keadaan ini umumnya terjadi pada data cross-section. Yaitu data yang terdiri dari berbagai variable independent yang dikumpulkan dalam satu waktu. 3. tidak ada autokolinieritas autokolinieritas terjadi ketika terdapat hubungan antar error terhadap variable waktu. Hal ini berarti, error yang terjadi di suatu waku akan mempengaruhi error di waktu yang lain. Model OLS ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan, diantaranya adalah untuk memprediksi nilai variable dependent, melihat signifikansi pengaruh variable-variable independent secara keseluruhan terhadap variable dependent, serta melihat seberapa besar pengaruh variable independent secara individual terhadap variable dependent. Terutama untuk tujuan memprediksi nilai variable independent, ketiga asumsi di atas wajib dipenuhi oleh model.

1. Uji signifikansi

Untuk menguji signifikansi koefisien secara serentak digunakan uji F-statistik. Sementara untuk menguji signifikansi koefisien secara individual dapat dilakukan dengan menggunkan uji t-statistik ataupun dengan melihat nilai probabilita F-statistik, apabila nilai prob. F-statistic lebih kecil dari alpha maka dapat disimpulkan bahwa variable-variabel independent secara keseluruhan mempengaruhi variable dependent. Untuk mengetahui apakah koefisien regresi parsial berbeda secara signifikan dari nol atau apakah suatu variabel bebas secara individual berhubungan dengan variabel variable dependent, digunakan uji t-statistik dan probabilitas t stat.Dengan [pic]:[pic]= 0 (tidak signifikan) dan [pic] : [pic][pic] 0 (signifikan). Apabila probabilita t stat > 0.05, maka tolak Ho dengan tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan untuk melihat apakah model regresi yang digunakan mampu menggambarkan bahwa variable independen dapat menjelaskan perubahan data variabel dependen, kita dapat menggunakan uji R-squared (R² )statistic. Semakin tinggi nilai R2 dari suatu model persamaan semakin baik.

4.2. Pengujian Asumsi-asumsi Dasar

Asumsi-asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam metode OLS untuk menghasilkan parameter yang BLUE ( Best Linier Unbiased Estimator ) adalah : nilai harapan dari rata-rata kesalahan adalah nol; variansnya tetap ( homoscedasticity ); tidak ada hubungan antar variable bebas dan error term; tidak ada korelasi serial antar error (autocolleration), dan tidak adanya hubungan antar variabel bebas ( multicollinearity). Oleh karena itu, perlu dilakukan uji pelanggaran asumsi dan melakukan treatment atas pelanggaran asumsi tersebut sebelum melakukan analisis data. Prosedur yang digunakan untuk mendeteksi adanya pelanggaran:

1. Uji Multikolinieritas Ciri-ciri umum yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kolinieritas berganda adalah dengan melihat R-squared dan membandingkannya dengan t-statistik. Bila nilai R-squared besar namun nilai t-statistik untuk masing-masing koefisien regresi tidak menunjukkan signifikansi, maka dapat dikatakan telah terjadi adanya kolinieritas berganda. Cara lain untuk mendeteksi adanya kolinieritas berganda adalah dengan melihat korelasi parsial antar variabel bebas, jika nilainya lebih besar dari 0.8, maka kemungkinan terjadinya kolinieritas berganda cukup besar. Yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kolinieritas berganda adalah dengan (a) mengurangi jumlah variabel bebas dalam model, (b) mengubah bentuk model, (c) menambah atau mengurangi data sample, dan (d) mentransformasi variabel bebas.

2. Uji autocolleration Uji autokolerasi dengan menggunakan statistik Durbin-Watson Test. Apabila nilai DW berkisar diantara 1,7 sampai dengan 2,3 maka dapat dsimpulkan bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi first order serial correlation. Namun untuk melihat tingkat autokorealsi pada degree yang lebih tinggi digunakan test Breusch-gofrey Langrange Multiplier (LM). Jika probabilita Obs*R-squared statistic lebih kecil dari alpha ([pic]= 0.05), maka kita tolak hipitesa Ho yang berarti bahwa ada masalah autokorelasi. Cara mengatasinya dengan menambahkan AR([pic]) pada model regresi yang kita gunakan.ataupun dengan menambahkan variabel lag pada model.

3. Uji Heteroscedasticity Uji Heteroskedastisitas dilkukan dengan menggunakan Heteroscedasticity no cross term option. Dimana Ho adalah homosceadsticity,dan jika probabilita dari R-squared statistic lebih kecil dari alpha ([pic]= 0.05), maka kita tolak hipitesa Ho yang berarti bahwa ada masalah Heteroscedasticity.

4.3 Sampel dan Sumber Data

Sampel data yang digunakan adalah data time-series berupa data kuartalam, yang dimulai dari kuartal keempat tahun 1997 hingga kuartal kedua tahun 2006 sehingga berjumlah 35 sampel yang diperoleh dari data International Financial Statistic, website Bank Indonesia . Data tersebut bisa diperoleh melalui website www.IMF.org dan www.bi.go.id . Pengumpulan data dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan menggunakan data sekunder yang dicantumkan lebih lanjut pada lembar lampiran.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Estimasi Model

Dari hasil estimasi Eviews dengan menggunakan metode ordinary least square didapatkan hasil sebagai berikut:

|Dependent Variable: E |
|Method: Least Squares |
|Date: 11/16/06 Time: 10:59 |
|Sample: 1997:4 2006:2 |
|Included observations: 35 |
|Variable |Coefficient |Std. Error |t-Statistic |Prob. |
|EX |0.024012 |0.010056 |2.387723 |0.0252 |
|I |0.005688 |0.010577 |0.537753 |0.5957 |
|Y |-0.038889 |0.006068 |-6.408528 |0.0000 |
|INT |-0.279779 |0.065934 |-4.243304 |0.0003 |
|G |-0.008331 |0.012274 |-0.678721 |0.5038 |
|M1 |0.021037 |0.008635 |2.436161 |0.0226 |
|INTLIB |38.25916 |13.53917 |2.825812 |0.0094 |
|FDI |-0.006973 |0.062095 |-0.112300 |0.9115 |
|EDT |0.006898 |0.003243 |2.127066 |0.0439 |
|R |-0.109244 |0.056330 |-1.939379 |0.0643 |
|C |17768.95 |2257.189 |7.872160 |0.0000 |
|R-squared |0.912574 | Mean dependent var |8992.253 |
|Adjusted R-squared |0.876147 | S.D. dependent var |1349.505 |
|S.E. of regression |474.9281 | Akaike info criterion |15.41548 |
|Sum squared resid |5413360. | Schwarz criterion |15.90430 |
|Log likelihood |-258.7709 | F-statistic |25.05188 |
|Durbin-Watson stat |1.594992 | Prob(F-statistic) |0.000000 |

E = 0.02401168229*EX + 0.005688066458*I - 0.03888891745*Y - 0.2797794093*INT - 0.008330864348*G + 0.02103742361*M1 + 38.25915954*INTLIB - 0.006973317282*FDI + 0.006898031*EDT - 0.1092443844*R + 17768.95448

1 Pengujian Model Persamaan

2 Pengujian Signifikansi

Dari persamaan didapatkan nilai R-square masing-masing sebesar 0.912574. Hal ini berarti model di atas mampu menjelaskan variasi variabel endogen yaitu nilai tukar (E) sebesar 91.23%. Secara keseluruhan kita dapat menyimpulkan bahwa model yang dipakai dalam penelitian ini bagus, atau dengan kata lain teruji. Karena dengan nilai probabilita F-statistik sebesar 0.000000, terbukti bahwa variable-variabel independent di dalam model persamaan penelitian ini secara keseluruhan berpengaruh signifikan terhadap variable dependent. Untuk melihat variabel idependent mana saja yang signifikan mempengaruhi variabel dependent dapat dilakukan pengujian t-statistik dengan cara membandingkan probabilitas t-stat dengan α = 0.05, jika probabilitas t-stat lebih kecil daripada 0.05 maka koefisien dari variabel independent signifikan mempengaruhi variabel dependent. Dengan melihat hasil estimasi Eviews maka dengan tingkat keyakinan 95% diketahui variabel yang signifikan mempengaruhi nilai tukar E adalah ekspor EX, gross domesic produt Y, pembayaran utang dalam negeri INT, jumlah uang yang beredar M1, selisih antara suku bunga dalam negeri dan luar negeri INTLIB, dan jumlah utang luar negeri EDT.

3 Pengujian Autokorelasi

Uji autocolleration dilakukan dengan menggunakan statistik Durbin-Watson. Apabila DW mendekati 2 maka menunjukkan tidak adanya first order serial correlation (autokorealsi). Namun untuk melihat tingkat autokorealsi pada degree yang lebih tinggi digunakan test Breusch-gofrey Langrange Multiplier (LM). Jika probabilita Obs*R-squared statistic lebih kecil dari alpha ([pic]= 0.05), maka kita tolak hipotesa Ho yang berarti ada masalah autokorelasi. Cara mengatasinya dengan menambahkan AR([pic]) pada model regresi yang kita gunakan. Dari hasil estimasi ternyata didapatkan nilai probabilita Obs*R-squared statistic lebih besar dari alpha yaitu sebesar 0.221381. Hal ini berarti tidak terdapat autokorelasi pada data tersebut.

4 Pengujian heteroskedastisitas

Uji Heteroscedasticity dilakukan dengan menggunakan Heteroscedasticity no cross term option. Dimana Ho adalah homosceadsticity, dan jika probabilita dari R-squared statistic lebih kecil dari alpha ([pic]= 0.05), maka kita tolak hipotesa Ho yang berarti bahwa ada masalah Heteroscedasticity. Dari hasil estimasi ternyata didapatkan nilai probabilita Obs*R-squared statistic lebih besar dari alpaha yaitu sebesar 0.478590 . Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas pada data tersebut.

5 Pengujian multikolinieritas

Uji multicollinearity yaitu, pertama, dengan melihat apakah F statistik signifikansi namun t statistik tidak ada yang signifikan. Kedua, apabila R² relatif besar tapi statistik t tidak ada yang signifikan. Dan jiak korelasi antar variable bebas lebih dari 0.8 maka terdapat indikasi multicollinearity. Walaupun nilai R-square dari masing-masing persamaan tinggi, namun terdapat beberapa variabel yang tidak signifikan, yakni import (I), jumlah pengeluaran pemerimtah (G), foreign direct investment (FDI), dan cadangan devisa Indonesia dalam mata uang asing (R). Karena lebih banyak variabel yang signifikan dibandingkan yang tidak signifikan maka pada model persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat permasalahan multikolinieritas.

5.3 Pembahasan Dengan berdasar kepada teori dan hipotesa awal yang telah dikembangkan, maka dapat dilakukan analisa terhadap hasil estimasi Eviews. Dari hasil output estimasi tersebut terlihat bahwa variabel yang berpegaruh signifikan terhadap fluktuasi nilai tukar adalah impor, pembayaran bunga utang luar negeri, GDP, jumlah uang beredar, dan selisih suku bunga dalam negeri dan luar negeri. Namun terkait dengan tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan kebenaran teori nilai tukar islam, maka fokus dari pembahasan ini akan diarahkan pada variabel yang melanggar prinsip islam, untuk kemudian diamati signifikansi dan besarnya pengaruh variabel ini terhadap nilai tukar.

Seperti yang telah dipaparkan pada bagian landasan teori, secara umum ada dua transaksi terkait stabilitas nilai tukar rupiah yang dilarang dalam Islam, yaitu transaksi spekulasi karena termasuk gharar, dan transaksi yang mengandung bunga (riba). Keberadan aksi spekulasi di pasar uang sangat dipengaruhi oleh perbedaan tingkat suku bunga dalam negeri dan luar negeri. Ketika suku bunga dalam negeri lebih besar dari suku bunga luar negeri, para spekulan akan menanamkan uangnya di Indonesia karena return yang mereka peroleh lebih besar dibanding di luar negeri. Sebaliknya ketika suku bunga dalam negeri turun, para spekulan ini akan menarik modalnya dari indonesia untuk kemudian ditanam di luar negeri. Karena karakteristik dari aksi spekulasi sangat dipengaruhi oleh bunga, berarti kita dapat menyederhanakan permasalahan transaksi yang dilarang dalam islam ini menjadi satu variabel, yaitu tingkat suku bunga.
Variabel tingkat suku bunga dalam model di atas adalah variabel INTLIB, yaitu selisih tingkat suku bunga dalam dan luar negeri (INTLIB). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ini memiliki pengaruh signifikan terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah (nilai signifikansinya 0.0094)[9]. Bahkan lebih menarik lagi, kontribusi yang diberikan variabel ini terhadap fluktuasi nilai tukar ruiah adalah paling besar dibanding variabel lain. Hal ini bisa dilihat dari angka koefisiennya. koefisien variabel INTLIB mencapai angka 38,25916 sementara koefiien variabel selain INTLIB hanya memiliki angka koefisien lebih kecil dari satu[10]. Arti dari angka koefisien ini adalah ketika terjadi peningkatan INTLIB (selisih suku bunga dalam negeri dan luar negeri) sebesar satu satuan, maka akan menyebabkan fluktuai nilai tukar rupiah (terdepresiasi) sebesar 38 satuan. Namun ketika variable selain INTLIB yang berupah, kontribusinya terhadap fluktiasi nilai tukar rupiah tidak sampai sati satuan (

Similar Documents